By Nafisatul Wakhidah

Alles Gute zum Geburtstag, Kenduri Cinta

Di tengah gemerlap ‘kemajuan’ zaman yang bisa dirasakan di Jakarta, ada kerumunan orang-orang yang memilih menyepi di Jumat malam, pekan kedua setiap bulannya. Mereka menyingkir dan mencoba memekakan mata batinnya di Telaga Maiyah bernama Kenduri Cinta.  Satu hari spesial yang dinanti-nantikan setelah 29 harinya berjuang dalam kepalsuan-kepalsuan dunia. Sebab di Maiyah pada kemurnian jiwa-jiwa yang hadir bertabur kemesraan menjadi pembasuh hati, serta antioksidan penyakit-penyakit Zaman Now. Bagi salikul Maiyah, mungkin ibarat menjalani hidup dalam dua dunia, dunia Maiyah dan dunia pada tahun 2018 ini seperti apa adanya.

Kenduri Cinta, Kenduri Indonesia

Dari 17 tahun Perjalanan, Alhamdulillah setidaknya sudah dua kali diperjalankan-Nya turut melingkar di pelataran Plaza Taman Ismail Marzuki. Kesan-kesan heroik dari para penggiat maupun jamaah yang hadir masih tersimpan rapi di memori. Diantara pesan yang disampaikan Cak Nun pada Kenduri Cinta edisi April 2016 ialah Faltandzur nafsun ma qoddamat lighad. Cak Nun selalu mengingatkan kita untuk terus memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok (akhirat).

Juga pesan dari Mas Ian L Betts yang kian terlihat nyata tentang betapa pentingnya untuk mempersiapkan diri sejak dini akan adanya zaman perubahan yang ditandai salah satunya dengan perubahan iklim yang terus meningkat dan yang paling terkena dampak adalah pertanian dan air bersih yang mungkin di beberapa wilayah sudah mengalami kekeringan. Pada 2017 ini, krisis pangan yang berakibat pada kelaparan tengah melanda beberapa Negara di Timur Laut Nigeria, Somalia, Sudan Selatan, Yaman, Irak, Suriah (termasuk para pengungsi di negara tetangga), Malawi dan Zimbabwe.

Salam Dari Hessen: Lernen aus Deutschland

Rintik gerimis di luar sana turut menemani. Tak dinyana ternyata burung besi itu telah mendamparkanku di negeri antah berantah ini. Fruehling, spring, musim semi, bunga tulip, bunga manolia. Suhu tiga derajat yang sebelumnya hanya mampu dicicipi ketika menanjak di gunung sekarang menjadi menu harian. Tepatnya 13 April 2016, setelah empat tahun bertualang di kota Malang dan lima bulan berada di tanah kelahiran Magelang tercinta Tuhan dengan segala kuasa-Nya mengamanahkan diri ini untuk jengkar, hijrah, belajar di negeri orang yang perjalanannya menempuh waktu hingga 17 jam dengan burung besi.

Maiyah; Sedekah Penuntun Bangsa Indonesia

Tuhan memperkenankan diri ini mengenal lebih dekat sosok Beliau. Simbah Guru di usianya yang dua bulan lagi berada di angka 63 tak henti-hentinya berjalan, mengasuh, dan menuntun Bangsa Indonesia ini. Menjadi samudra yang menerima siapapun yang datang, mengeluh, memaki dan berbagai keluhan tentang kehidupan.

Beliau memaparkan bahwa di Maiyah itu kita menghimpun energi positif, terdapat pula proses detoksifikasi dan disana kita melatih fisik luar biasa karena paginya juga kemudian lanjut bekerja.

Early Warning System Maiyah

Taqwa itu suatu atmosfer yang bukan main menyejukkan, menenteramkan, dan membahagiakan, yang terletak di garis kemungkinan pertemuan hamba-hamba hina-dina macam kita ini dengan Allah.