KABAR ESOK HARI

DALAM SATU minggu terakhir, jadwal Maiyahan sudah kembali padat. Setelah Padhangmbulan (16/5) di Menturo, kemudian berlanjut Mocopat Syafaat (17/5) yang pada bulan Mei ini ditandai dengan kembali ke lokasi semula di TKIT Alhamdulillah, Kasihan, Bantul. Kemudian, di Kenduri Cinta (20/5) yang kali ini diselenggarakan di Kandank Jurank Doank, Tangerang Selatan. Selain itu, Simpul Maiyah lainnya juga melaksanakan rutinan Maiyahan bulanan mereka minggu lalu, seperti Juguran Syafaat di Purwokerto, Waro’ Kaprawiran di Ponorogo dan Maiyah Dusun Ambengan di Metro Kibang, Lampung Timur.

Dalam dua tahun terakhir, beberapa Simpul Maiyah terus berupaya tetap menyelenggarakan Maiyahan dengan segala keterbatasannya. Situasi dan kondisi hari ini sepertinya mulai memungkinkan kembali untuk setiap Simpul Maiyah menyelenggarakan Maiyahan rutin. Sepanjang bulan Ramadhan lalu, Mbah Nun dan KiaiKanjeng juga sudah mulai hadir di beberapa titik bertemu dan menyapa Jamaah Maiyah dalam suasana Sinau Bareng. Semua berproses untuk kembali dalam suasana normal. Semoga, selanjutnya akan dapat kita jalani kembali seperti sedia kala.

“Jangan dilihat bahwa gerakan Reformasi itu dimulai dari gerakan mahasiswa yang turun ke jalan saja, tetapi juga ada peran Padhangmbulan yang dimulai sejak awal 90-an, dimana Ibu Chalimah (ibunda Cak Nun) menjadi motor Padhangmbulan“
Ian L. Betts, Kenduri Cinta (Mei, 2022)

SATU hal yang pasti kita rindukan di Maiyahan adalah suasana kegembiraan yang selalu kita rasakan. Ada banyak hal yang menjadi alasan masing-masing dari kita untuk datang ke Maiyahan. Tapi, apapun alasan kita, kegembiraan untuk berkumpul bersama, bertemu bersama sahabat, kolega, handai taulan di Maiyahan adalah suasana yang membuat kita kangen untuk datang kembali ke Maiyahan. Dan memang, tidak selalu karena alasan karena ingin menyimak diskusi yang berlangsung, bahkan mungkin hanya sekadar datang, kemudian duduk di pojokan angkringan, lalu nyruput kopi dan hanya ngobrol dengan jamaah lainnya sepanjang Maiyahan pun tidak masalah.

Tidak terkecuali di Kenduri Cinta. Di tahun ini, Kenduri Cinta memang belum bisa diselenggarakan di Taman Ismail Marzuki lagi seperti dulu. Karena memang proses revitalisasi area TIM masih berlangsung. Sementara, penggiat Kenduri Cinta juga masih terus mengupayakan untuk mencari lokasi yang strategis dan representatif untuk menjadi lokasi Maiyahan Kenduri Cinta. Karena memang yang dipertimbangkan tidak sederhana. Jika sebelumnya Kenduri Cinta diselenggarakan di Lapangan PUSDIKLAT Kemnaker RI, secara lokasi sangat representatif, dengan luasan tempat yang cukup lapang, didukung area parkir yang juga memadai.

Bulan ini, Kandank Jurank Doank dipilih sebagai lokasi karena juga atas pertimbangan beberapa hal, selain karena ikatan silaturahmi yang sudah terjalin cukup lama antara Kenduri Cinta dengan Mbak Mirna dan Mas Dik Doank, area yang digunakan juga memenuhi standar paling mendasar untuk diselenggarakan Maiyahan, yaitu area lapang yang memadai dan juga fasilitas umum seperti parkir yang cukup. Meskipun koordinasi hanya dilakukan dalam waktu singkat, hanya 3 hari saja, Kenduri Cinta dapat terselenggara dengan baik.

Di sesi awal, Ali Hasbullah membuka diskusi dengan menyampaikan beberapa insight situasi terkini kepada jamaah yang sudah hadir. Seperti imbas invasi Rusia di Ukraina yang mau tidak mau mempengaruhi situasi ekonomi secara global, dan kita akan dihadapkan pada situasi dan kondisi yang tidak mudah dalam beberapa tahun mendatang. Selain akan menghadapi potensi konflik menjelang tahun politik 2024, situasi ekonomi akan menjadi satu persoalan yang pasti akan dihadapi kita semua. Ditambah lagi isu perubahan iklim yang semakin menjadi fokus beberapa negara, juga akan menjadi salah satu hal yang mempengaruhi kita semua dalam beberapa tahun kedepan.

Ustadz Noorshofa dan Mas Ian L. Betts turut bergabung di Kenduri Cinta malam itu. Mas Ian sendiri menyampaikan bahwa Indonesia memiliki posisi yang sebenarnya sangat baik dalam kondisi geo politik saat ini. Tinggal bagaimana pemerintah Indonesia sendiri menyikapi situasi yang sedang terjadi saat ini. Satu hal yang membuat Mas Ian yakin bahwa Indonesia akan mampu menghadapi situasi politik dalam beberapa tahun mendatang karena Indonesia memiliki Maiyah.

Apa yang disampaikan oleh Mas Ian ini bukan berdasarkan asumsi tanpa dasar. Mas Ian sendiri sudah mengikuti sepak terjang perjalanan Mbah Nun sejak era Reformasi. 24 tahun yang lalu, Mas Ian meskipun belum terlibat dekat dengan Mbah Nun tetapi menyaksikan dari jauh bagaimana Mbah Nun memiliki peran yang sangat strategis pada momentum Reformasi, bahkan di Padhangmbulan itu sendiri. “Jangan dilihat bahwa gerakan Reformasi itu dimulai dari gerakan mahasiswa yang turun ke jalan saja, tetapi juga ada peran Padhangmbulan yang dimulai sejak awal 90-an, dimana Ibu Chalimah (ibunda Cak Nun) menjadi motor Padhangmbulan,” ungkap Mas Ian.

“Saat Anda pergi ke luar negeri dan menetap untuk tinggal dalam durasi yang cukup lama, Anda baru akan menyadari bahwa Anda memiliki kekayaan begitu luar biasa dan pasti akan Anda rindukan hal itu. Kekayaan itu bukan berupa emas, tambang, uang, atau harta benda. Tetapi suasasana untuk berkumpul dan bergembira seperti di Kenduri Cinta ini yang tidak akan Anda temukan saat Anda jauh dari Indonesia“
Ian L. Betts, Kenduri Cinta (Mei, 2022)

SEPERTI yang kita ketahui, Ibu Chalimah memang memiliki peran sanga penting di Padhangmbulan. Sebelum Mbah Nun berangkat ke Jakarta pada medio Mei 1998, Ibu Chalimah memimpin Padhangmbulan dan mengajak jamaah yang hadir malam itu untuk melantunkan Hizib Nashr. Singkat cerita, proses Reformasi bergulir, dan akhirnya Soeharto lengser.

Pasca Reformasi, karena melihat fakta di lapangan ternyata Reformasi tidak sesuai dengan cita-cita yang sebelumnya diharapkan, Mbah Nun memilih untuk minggir dari pusaran politik nasional saat itu. Bersama “mini” KiaiKanjeng, Mbah Nun berkeliling kampung-kampung di Jakarta dan sekitarnya untuk menyapa masyarakat kecil yang terpinggirkan, lalu menghidupkan kembali sholawatan di kampung-kampung tersebut. Hingga kemudian, lahirlah Mocopat Syafaat di Yogyakarta, Gambang Syafaat di Semarang tahun 1999, lalu Kenduri Cinta di Jakarta pada tahun 2000.

“Saat Anda pergi ke luar negeri dan menetap untuk tinggal dalam durasi yang cukup lama, Anda baru akan menyadari bahwa Anda memiliki kekayaan begitu luar biasa dan pasti akan Anda rindukan hal itu. Kekayaan itu bukan berupa emas, tambang, uang, atau harta benda. Tetapi suasasana untuk berkumpul dan bergembira seperti di Kenduri Cinta ini yang tidak akan Anda temukan saat Anda jauh dari Indonesia”, Mas Ian melanjutkan.

Sebelum ini, Mas Ian sempat dipindahtugaskan di Thailand selama 5 tahun, dan apa yang Mas Ian sampaikan itu adalah apa yang ia rasakan. Mas Ian sendiri adalah orang Inggris yang pindah ke Indonesia di pertengahan 90-an, lalu menetap di Indonesia dan menikah dengan orang Indonesia, dan sampai saat ini tinggal di Indonesia. Apa yang Mas Ian alami bersama Mbah Nun sepanjang pergaulannya telah dibuktikan sendiri bahwa Maiyah adalah salah satu jawaban atas problem-problem konflik horizontal yang terjadi di akar rumput. Atas dasar pengalaman dan juga hasil riset, Mas Ian menuliskan perjalanan Mbah Nun dan KiaiKanjeng dalam buku “Jalan Sunyi Emha”, yang tentu saja belum cukup menuliskan seluruh perjalanan dan sepak terjang Mbah Nun. Tetapi, setidaknya buku itu cukup mewakili untuk melihat bagaimana peran Mbah Nun dalam peta geo politik, bukan hanya di Indonesia saja tetapi juga dunia.

Ustadz Noorshofa lalu menyambung apa yang disampaikan oleh Mas Ian. Ketika Fathhul Mekah, Rasulullah Saw. mengumpulkan semua elemen masyarakat di Mekah, lalu disampaikan oleh Rasulullah Saw. bahwa hari itu bukanlah hari pembalasan, melainkan hari kasih sayang. Ustadz Noorshofa menyampaikan bahwa spirit Yaumu-l-Marhamah itu yang dibawa oleh Mbah Nun di Maiyahan, sehingga Mbah Nun bisa diterima di berbagai tempat dan juga mampu merangkul berbagai pihak. Begitu juga di Maiyahan, kepada forum seperti Kenduri Cinta ini bisa awet dan berlangsung cukup lama, karena salah satunya adalah spirit egaliternya yang sangat kuat. Siapapun bisa hadir, dari latar belakang apapun, semua duduk bersama, untuk merasakan kegembiraan yang sama.

Ustadz Noorshofa sedikit menyinggung bahwa karakter manusia itu sama dengan semut. Dijelaskan oleh Ustadz Noorshofa, karakter semut adalah mengumpulkan makanan sebanyak mungkin, yang ternyata jumlah makanan yang dikumpulkan tidak sebanding dengan usia hidupnya. Lebih sering semut itu mati dan meninggalkan simpanan makanan yang cukup banyak. Dan itulah karakter manusia saat ini. Terbuai dengan kenikmatan dunia, sehingga lupa dengan tujuan hidupnya, merasa akan kekal hidup di dunia, sehingga melupakan akhirat.

Ditambahkan Ustadz Noorshofa, momentum Ramadhan sudah semestinya mengantarkan kita untuk membawa suasana Ramadhan di bulan-bulan selanjutnya, dan ini merupakan tantangan kita bersama setiap tahunnya. Sementara, Ramadhan seringkali berlalu begitu saja tanpa kita alami pemaknaan-pemaknaannya. Sehingga kita menjalani bulan-bulan selanjutnya pun seperti sebelumnya.

Suasana Kenduri Cinta malam itu semakin syahdu dengan penampilan Laa Hila Band dan juga Mas Dik Doank yang membawakan beberapa nomor lagu. Kegembiraan Kenduri Cinta bukan hanya muncul karena gayengnya diskusi yang berlangsung, tetapi juga kesegaran atas lagu-lagu yang dimainkan oleh beberapa seniman yang turut menyemarakkan suasana gembira di Kenduri Cinta.