Jalan Pedang Ricky Elson

IMG-20150501-WA0010

Pada akhirnya, para pencari, penemu, inovator dan penguak rahasia alam semesta ini adalah orang-orang yang merasakan kehadiran Tuhan pada setiap tatapan matanya. Mereka adalah orang-orang yang dituntun. Dituntun oleh alam semesta yang membantunya menemukan jalur terbaik yang telah disiapkan Tuhan untuk dirinya.

Isaac Newton, yang terkenal sebagai fisikawan, bisa jadi sejatinya adalah seorang “salik”. Orang yang menempuh jalan spiritual. Sebab, menurut Dr. Heri Budianto, dari 12 postulat Newton, 2 postulat adalah postulat fisika yang sering kita dengar. Sementara, 10 lainnya, adalah postulat ruhaniah. Kendati, ke 10 postulat itu tidak pernah diumum-umumkan. Namun bisa jadi, sejatinya kesepuluh postulat itulah rahasia terdalam batin Newton.

Seperti halnya Albert Einstein, seorang Yahudi yang menderita hidup di Eropa pada masa anti semit begitu kuat. Anak muda yang kelak dianugerahi Tuhan memiliki kemampuan menemukan formasi ruang dan waktu itu awalnya adalah seorang penganggur. Dia luntang-lantung selama 7 tahun setelah mendapatkan ijazah sarjana fisikanya. Sebelum kemudian, dia dibantu temannya untuk bekerja di bersama ayahnya di kantor paten. Posisi yang sangat tidak layak untuk seorang fisikawan. Namun, Einstein begitu gembira mendapatkan pekerjaan itu setelah masa sunyi selama tujuh tahun. Dia menjalaninya.

Bertahun-tahun berkutat dengan penemuan-penemuan baru yang dia harus baca. Pada akhirnya membawa Einstein pada perenungan panjang. Di malam-malam yang sunyi, menjelang tidur, dia berimajinasi. Dan betapa terpesona dia kepada alam semesta. Dan diam-diam, dia memendam Tuhan di jurang paling dalam di dunia bathinnya. Maka, lahirlah puisi indah itu: e = mc²

Tapi keterpesonaan saja tidak cukup. Membangun formula saja juga belum cukup. Kendati keduanya memang sangat penting dan fundamental. Sebab, dunia membutuhkan aksi. Keterpesonaan saja akan membuat manusia memilih menyendiri di ruang sepi atau moksa hinggap langsung dijubah Tuhannya. Sementara menemukan formula saja, ibarat memegang pedang “suratan hijau” dalam film cantik Crouching Tiger Hidden Dragon. Jika pedang itu jatuh ke tangan pendekar berwatak jahat, maka dia akan menjadi sumber malapetaka bagi dunia.

Namun, ini tidak terjadi pada Musashi. Samurai zaman Tokugawa itu telah berjuang bertahun-tahun untuk menjadi Pendekar Pedang nomor satu. Dia berjuang sangat keras, berlatih di kesunyian gunung, disiplin kuat dalam bersikap, melakukan oleh batin dan keras kepada diri sendiri. Hingga akhirnya keinginannya itu terwujud: Miyamoto Musashi menjadi pendekar pedang tanpa tandingan di Jepang. Tapi, Musashi justru memilih ironi. Begitu berada di puncak, dimana dia memiliki peluang untuk mendapatkan dunia yang nyaris sempurna, dia memilih menepi. Hidup di desa kecil dan memilih —seperti warga lainnya— menjadi petani. Musashi menjadi perekayasa sosial bagi desa kecilnya. Kendati dia selalu dimusuhi dan diganggu oleh orang-orang yang iri hati kepadanya. Dia tetap berjalan, mungkin pilihan, mungkin jalan hidupnya: jalan pedang. Musashi tentu membayar sangat mahal untuk menerima kesadaran itu. Dia hidup sebagai Zahid.

Begitu bersitatap dengan Ricky Elson, yang dijuluki media Sang Putra Petir itu, sebenarnya seperti bertemu dengan Musashi. Ricky Elson adalah pendekar energi terbarukan berbasis listrik tanpa tanding dijamannya. Sebenarnya, dia bisa hidup mewah dan mereguk segala kenikmatan dunia di Jepang, negeri yang juga kediaman Miyamoto Musashi. Namun, dia memilih pulang ke desa. Dia tidak memilih tinggal di Jakarta dan menikmati kepopuleran sebagai Pendekar Petir. Seperti halnya Steve Jobs. Melainkan memilih tinggal di sebuah desa kecil di pantai selatan Tasikmalaya: Ciheras. Dia memulai membangun sesuatu yang berharga bagi peradaban dunia dari sana. Ricky Elson bukan orang yang mabuk popularitas. Bahkan, dia tidak mabuk dunia. Ricky Elson, seperti juga Musashi, hidup sebagai Zahid.

Itulah Ricky yang digali dalam “Rembug Inspirasi Maiyah Rebo Legi” beberapa hari lalu. Soal teknologi listrik, biarlah orang lain yang merayakan dan menikmati. Tapi, Maiyah memilih memandang Ricky sebagai anugerah Tuhan yang harus menemani dan ditemani. Energinya begitu besar, sehingga sanggup menggulung apa pun dihadapannya. Tapi, Ricky memilih menemani dan ditemani. Seperti juga pada kesempatan itu bersama Dr. Heri Budianto dan Anton Muhibuddin, PhD. Mereka bertiga dipertemukan dengan orang-orang yang diharapkan menjadi perekayasa sosial di lingkungannya masing-masing.

Kesadaran itulah yang mahal. Dan hanya Tuhan yang memiliki otoritas menganugerahkan kesadaran itu kepada siapa. Dia sendiri yang memilih. Hal itu pula yang dilakukan oleh para Nabi. Seperti yang diutarakan Cak Fuad saat membuka Rembug Inspirasi, ”Salah satu tugas para Nabi adalah mengangkat beban dari pundak manusia.”

Comments

Comments are closed.