Harmoni Alam Membuka Perjalanan 2020

SELASA, bukan hari Jumat. Maiyahan di Jakarta pada awal tahun 2020 ini diselenggarakan tidak pada pakem biasanya. Tapi itu tak jadi soal, Penggiat Kenduri Cinta pun tidak berkurang antusiasnya dalam mempersiapkan Maiyahan bulanan ini. Dan juga, kerinduan jamaah yang hadir di Plaza Teater Besar Taman Ismail Marzuki ini pun tetap menggelora. Artinya, mau hari apapun, jamaah Maiyah Kenduri Cinta tidak terlalu pusing.

Dan memang, meskipun tidak mudah, ini Jakarta, kota yang sangat sibuk, dihuni oleh para pekerja, tidak terkecuali para penggiat dan jamaah Kenduri Cinta, keesokan harinya harus beraktivitas seperti biasa lagi, tapi orang Maiyah adalah orang-orang yang sudah terlatih untuk mengelola keruwetan hidup, jadi tidak masalah jika malam harinya Maiyahan sampai dinihari, kemudian pagi harinya masuk kantor seperti biasa.

Para pedagang yang sejak sore hari bersiap menjajakan dagangannya, tampak setia menunggu datangnya rejeki di sekeliling area Teater Besar. Kaos bergambar Cak Nun, dan nuansa Maiyah, parfum wewangian, buku bacaan beragam topik, berbagai jajanan, serta kopi dan teh panas seolah merayu jamaah untuk mengalirkan rejeki kepada mereka. Kain terpal yang licin nan bersih sedemikian rapi ditata Penggiat Kenduri Cinta menyambut kedatangan jamaah.

Ba’da maghrib, beberapa Penggiat Kenduri Cinta tampak berkumpul dan bercengkerama di warung Angkringan Sego Kucing. Sejenak melepas penat, setelah seharian berjibaku mempersiapkan gelaran Kenduri Cinta bulan Januari 2020 ini. Selepas Isya’, Angkringan mulai ditinggalkan para Penggiat Kenduri Cinta, istirahat sejenak dirasa cukup, saatnya kembali bersibuk-ria, hilir mudik berkoordinasi demi kelancaran jalannya Maiyahan malam itu.

LANTUNAN Surat Ar Rahman yang dilanjutkan dengan beberapa wirid dan sholawat yang diijazahkan oleh Cak Nun membuka Maiyahan Kenduri Cinta malam itu. Suasana sangat syahdu, semilir angin berhembus, suhu udara cukup dingin malam itu. Awan di langit malam itu pun tampak mengelap, pertanda akan turun hujan. Tampak beberapa jamaah yang datang membawa payung, beberapa yang lain tampak membawa jas hujan di tangan mereka. Sepertinya, mereka sudah siap dengan segala resiko Maiyahan malam itu; hujan.

Ali Fatkhan bersama Wisnu, juga Adi Pudjo dan Pramono bergantian mengupas tema Kenduri Cinta malam itu. Dialog interaktif dengan jamaah pun sudah terbangun di sesi prolog. Indahnya sinau bareng di Maiyahan seperti KendurI Cinta ini, setiap orang berhak untuk berbicara, setiap orang berhak untuk mengutarakan pendapatnya. Inilah panggung dengan seribu podium. Dimas, seorang jamaah kemudian naik ke panggung dan membacakan sebuah puisi, kemudian Adiba seorang seniman muda, dengan gitar akustiknya menyapa jamaah dengan beberapa nomor lagu. Suasana Kenduri Cinta semakin menghangat.

Kerinduan jamaah dengan Cak Nun malam itu tunai. Hadir lebih awal dari biasanya, malam itu Cak Nun bersama Ust. Noorshofa menemani jamaah Kenduri Cinta mengupas Asmaul Husna. Tenda acara dan panggung di Plaza Teater Besar Taman Ismail Marzuki menjadi saksi bisu, betapa gigihnya jamaah untuk mentadabburi nama, gelar, sifat Allah SWT di tengah guyuran hujan dan angin malam yang cukup dingin. Ust. Noorshofa mengawali; ”Yang saya tangkap dari judul Kenduri Cinta malam ini adalah bagaimana caranya agar jangan sampai kita membuat Allah murka kepada kita. Karena azab Allah itu sangat pedih, bahkan lebih pedih dari yang kita bayangkan”. Sebuah hentakan awal dari Ust. Noorshofa menjadi pengingat bagi kita.

Sejenak kemudian, Ust. Noorshofa mengisahkan salah satu sahabat Rasulullah Saw yang sangat zuhud. Ust. Noorshofa menjelaskan maka zuhud sebenarnya bukan anti terhadap dunia, tetapi zuhud adalah tidak merasa bahwa apa yang dimiliki oleh kita lebih banyak dari apa yang dimiliki oleh Allah. Adalah Abdullah bin Muljam, seorang sahabat Rasulullah Saw yang sangat zuhud,mulia perangainya, sangat dicintai oleh Rasulullah Saw, tapi pada akhirnya Abdullah bin Muljam adalah orang yang membunuh Sayyidina Ali Bin Abi Thalib. Apa yang bisa kita ambil dari kisah Abdullah bin Muljam ini? Ust. Noorshofa menyampaikan bahwa nasib kita di kemudian hari adalah sesuatu yang ghaib, tidak bisa kita memastikannya.

Ust. Noorshofa selalu menyegarkan, materi yang disampaikan selalu dibumbui dengan kisah-kisah jenaka nan menggelikkan yang mengundang tawa jamaah. Suasana kegembiraan di Kenduri Cinta begitu semarak. Sudah cukup lama Ust. Noorshofa tidak hadir di Kenduri Cinta, beliau adalah salah satu Kyai di Semper, Jakarta Utara.

Cak Nun kemudian menyampaikan bahwa tadabbur di Kenduri Cinta malam itu adalah dalam rangka mempelajarai manajemen Allah melalui Asmaul Husna. Ditambahkan oleh Cak Nun bahwa maksud dari Avenger Almighty adalah Allah Yang Maha Memberi Balasan. Sifat Allah ini adalah salah satu kemungkinan yang Allah lakukan kepada seluruh makhlukNya. Ada kemungkinan lain misalnya Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Allah Maha Mengampuni, Allah Maha Memaafkan bahkan ada juga Allah Yang Maha Menyesatkan.

Ces pleng saja, Cak Nun malam itu langsung mengajak jamaah untuk berdiskusi. 15 orang perwakilan jamaah naik ke panggung kemudian dibagi menjadi 3 kelompok, masing-masing 5 orang. Cak Nun memberi bekal untuk didiskusikan, masing-masing dari kelompok tersebut mendata sifat-sifat Allah yang ada di Asmaul Husna, kemudian dari sifat-sifat Allah itu mereka diminta membuat pertanyaan yang berkaitan dengan sifat Allah yang mereka pilih.

Cak Nun kembali mengulas tema yang diangkat di Padhangmbulan minggu sebelumnya; Muroja’ah. Menurut Cak Nun, tema besar di Maiyahan tahun 2020 ini adalah Muroja’ah. Muroja’ah ini artinya adalah mengulang kembali, berhitung kembali atas apa yang sudah dilakukan selama ini. Meneliti kembali, mendata kembali, menimbang kembali, mengupayakan kembali agar apayang kita lakukan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah.

Satu kunci yang diberikan oleh Cak Nun malam itu adalah ilmu Al Fatihah. Maksudnya adalah bahwa di Al Qur`an, ibu dari Al Qur`an adalah Al Fatihah, maka untuk melakukan muroja’ah kita harus kembali ke ibu dari setiap persoalan yang kita hadapi. Salah satu yang menjadi concern Cak Nun melalui Maiyahan adalah mempelajari kembali dari setiap kata yang kita gunakan. “Kita harus mencari ibu dari setiap kata”, ungkap Cak Nun malam itu.

Bukan tanpa alasan, persoalan kata memang menajdi akar dari persoalan peradaban dunia hari ini. Berapa banyak kata yang disalahgunakan yang justru pada akhirnya menjadi penyebab hancurnya peradaban manusia. Silaturahmi sesama manusia terpecah belah akibat penggunaan kata yang tidak tepat. Ada banyak istilah-istilah kata hari ini yang menjadi sebab kehancuran hubungan sesama manusia. Dan kita sudah sangat banyak mengalami peristiwa tersebut dalam beberapa tahun terakhir di Indonesia.

MALAM ITU, Cak Nun mengajak jamaah untuk fokus mentadabburi Asmaul Husna dan konsep yang dimaksudkan oleh Allah berupa Khalifah ketika menciptakan Adam A.S. Perlahan, Cak Nun mengajak jamaah mentadabburi, satu per satu, ayat-ayat Allah yang berkaitan dengan hal tersebut. Ust. Noorshofa pun memberi warna melalui khasanah keilmuan yang beliau pelajari. Tadabbur Asmaul Husna dan Al Qur`an menjadi menu utama di Kenduri Cinta malam itu.

Ditengah khusyuknya jamaah Kenduri Cinta sinau bareng Cak Nun dan Ust. Noorshofa, langit meneteskan air hujan secara perlahan. Apakah hujan menjadi kendala? Tentu saja tidak. Jamaah pun secara mandiri menyesuaikan diri, mengelola ruang di tenda Kenduri Cinta. Sebagian jamaah merapat di bawah tenda, sebagian menepi dan berteduh di teras Teater Besar, sebagian yang lain mengubah fungsi terpal yang sebelumnya adalah alas duduk menjadi payung untuk berteduh bersama. Ada pula yang bergeming, tetap hujan-hujanan, dan tetap khusyuk menyimak paparan dari Cak Nun dan Ust. Noorshofa.

Seolah sayang untuk dilewatkan begitu saja, dan tidak ada keinginan untuk segera meninggalkan area lokasi Kenduri Cinta. Orang Maiyah menyadari bahwa hujan adalah salah satu rahmat Allah. Resiko masuk angin setelah Maiyahan bukanlah sebuah problem, justru yang sering dirasakan adalah bahwa setelah Maiyahan, mereka memperoleh energi baru, semangat baru. Abstrak dan juga absurd memang, tidak mungkin bisa dijelaskan dan dipahamkan kepada orang awam yang belum mengenal Maiyahan. Hanya bisa dibuktikan dengan mengalaminya sendiri.

Selalu, shalawat serta wirid yang syahdu terdengar bak lantunan menyejukkan jiwa. Nyanyian berjudul “Padhang mBulan” kemudian “Syair Abu Nawas” dibawakan oleh sejumlah anak muda berbakat dari grup band Musisi Jalanan Center dengan irama etnik Sunda dan Jawa. Mengakrabkan suasana Kenduri Cinta yang diguyur hujan tengah malam itu. Seluruh jamaah bersholawat bersama, menyapa Rasulullah Saw, mengungkapkan kerinduan kepada Nur Muhammad Saw. Syair Abu Nawas pun melengkapi suasana I’tirof, melalui syair-syair nakal nan indah karya Abu Nawas itu, jamaah diajak memasuki ruang refleksi diri.

Tahun ini, Kenduri Cinta memasuki perjalanan 2 dekade. 20 tahun, perjalanan yang panjang dan tidak mudah. Menjadi sebuah forum Majelis Ilmu di Jakarta. Forum yang swadaya, dirawat oleh anak-anak muda yang menjadi Penggiat Kenduri Cinta, menjadi oase yang menyegarkan bagi Jamaah Maiyah di Jakarta, tidak sedikit mereka yang datang dari luar Jakarta, bahkan luar pulau Jawa.

Satu kunci yang juga layak untuk kita genggam dari Cak Nun malam itu adalah bahwa Allah sendiri sangat merdeka. Allah tidak memiliki kewajiban apapun terhadap kita sebagai makhlukNya. Adapun rahmat Allah itu bukan merupakan wujud dari kewajiban yang harus ditunaikan oleh Allah kepada kita. Cak Nun pun berpesan agar jangan pernah kita menagih janji kepada Allah, karena Allah sudah menunaikan segala sesuatunya kepada kita, jauh sebelum kita minta. Justru kita sebagai manusia yang seringkali merasa kekurangan atas apa yang sudah diberikan ole Allah kepada kita.

Dan malam itu Cak Nun juga berpesan, bahwa yang utama dalam beriman kita kepada Allah bukan soal kita percaya kepada Allah. Itu merupakan hal yang normal, wajar dan sudah seharusnya. Justru yang harus kita usahakan adalah bagaimana agar kita menjadi manusia yang dipercaya oleh Allah. Satu pijakan yang sangat selaras dengan pesan Ust. Noorshofa di awal, agar kita jangan sampai membuat Allah murka. Dan tentu kita pasti ingat salah satu puncark wirid Rasulullah Saw; In lam takun ‘alayya ghodoblun falaa ubaali. Asalkan Engkau tidak marah kepadaku ya Allah, maka aku tidak peduli terhadap apapun di dunia ini.

Betapa bersyukur Jamaah Kenduri Cinta, memasuki tahun 2020 ini diberi bekal yang sangat padat dan berisi oleh Cak Nun dan Ust. Noorshofa. Kegembiraan bersama ini rasa-rasanya tidak ingin kita akhiri begitu saja, dan tentu saja kita semua berharap agar bulan depan kita dapat berjumpa lagi di Kenduri Cinta.