Gerhana Kepemimpinan

Melengkung proyeksi busur panah Kunta diatas langit Kurusetra. Sinar matahari berlahan terhalangi oleh sebuah lengkungan gelap yang tak wajar seiring merentang tarikan lengan Senopati Basukarno membidikan anak panah kearah Arjuna. Jutaan wayang-wayang yang sedang mati-matian bertarung memperjuangkan kebenaran menurut mereka masing-masing berhenti seketika. Pedang, tombak, busur dan tameng yang semula erat digenggaman tangan mereka mulai mengendur. Nafas memburu penuh nafsu mengalahkan berganti dengan helaan nafas melambat penuh kebingungan. Keringat, darah dan luka disekujur tubuh mereka mulai terasa. Terik pancaran sinar matahari mulai terhalangi oleh Purnama, Gerhana Surya.

Terkejut Arjuna menyadarinya, kalap meraih senjata dalam kereta sekenanya. Gagap tingkahnya kontras dengan tebaran sesumbar manis menantang tanding melawan Adipati Basukarno sehari sebelumnya. Gemetar Arjuna mengarahkan busur dan anak panahnya kearah Basukarno. Sementara Kresna yang memegang kendali keretanya hanya melirik sambil tersenyum, waktu seolah berhenti.

***

Tak ada yang meragukan keberanian, ketegasan dan keprofesionalismeannya adipati Basukarno. Semenjak diangkat menjadi Adipati by accident, terjadi banyak perubahan keadaan Ibukota Astina. Perubahan besar-besaran birokasi pemerintahan terjadi dibawah kepemimpinannya. Jalannya yang lurus tidak peduli menabrak aturan yang berkelok, langkahnya yang cepat menerjang palang-palang tata tertib. Bukan karena Basukarno tidak tahu aturan, hukum dan tata-tertib,  justru karena Basukarno tahu persis ada yang tidak beres dengan itu, ada yang lebih utama dari yang tadi.

Basukarno laksana cahaya purnama yang sedang menerangi gelap malam Ibukota, intensitas kecemerlangannya malah cenderung menyilaukan. Karenanya tidak sedikit lawan bahkan kawan merasa terusik dengan cara kerjanya sebagai seorang Adipati yang baru terpilih. Sebagai seorang pemimpin yang temperamental membuatnya disegani oleh para aparatur kadipaten yang menjadi bawahannya. Lebih tepatnya ditakuti, karena Sang Adipati tidak segan untuk memecat bawahan-bawahannya yang berkinerja buruk. Sisi baiknya, kinerja Basukarno menulari Bala Kurawa dalam pemerintahan Astina saat itu. Kedisiplinan, ketegasan, kejujuran dan tanggung jawab pemerintahan Kurawa mengalami banyak perubahan, terutama aparatur Kadipaten yang dipimpin olehnya.

Sedangkan Arjuna dan Pandawa tidak berkarir di pemerintahan Astina, bahkan terusir dari Astina. Pandawa secara kekeluargaan dengan mengedepankan kerukunan bersama rakyatnya membangun Amarta yang semula berupa hutan. Arjuna sebagai penengah Pandawa dikagumi rakyatnya karena prilakunya yang menyejukan dan santun. Selain keahliannya memanah, Arjuna juga pandai memikat hati orang-orang disekitarnya terutama wanita, ditambah lagi Arjuna lihai mengaransmen musik dan menyusun syair-syair yang indah. Sifat rendah hatinya yang senantiasa mengikrarkan bahwa apapun kelebihan dari dirinya adalah semata datangya dari Tuhan Sang Pencipta semakin memancarkan karisma pada dirinya.

Sebenarnya Basukarno(Karna) adalah saudara kandung tertua dari ketiga Pandawa; Puntadewa, Bima dan Arjuna(Janoko). Namun karena ia adalah hasil hubungan gelap yang dilakukan Ibu Kunthi dengan Bathara Surya, Basukarno diasingkan sejak terlahir. Cerita wayang memisahkan mereka hingga Basukarno dewasa dan sukses berkarier di pemerintahan Astina bersama Bala Kurawa bersaudara. Kuthi mengetahui bahwa Basukarno adalah anaknya sejak pertama kali melihat, namun ia merahasiakan hal itu. Pada suatu pertemuan yang mengharukan, menjelang akan dilangsungkan Perang Barathayudha antara Pandawa vs Kurawa, Kunthi membuka rahasia itu dihadapan Basukarno. Karena Kunthi mengetahui bahwa Basukarno memiliki warisan kekuatan, kepandaian, dan kesaktian dari ayah kandungnya, sehingga sangat mungkin Pandawa dapat dikalahkan oleh Basukarno seorang diri.

Dengan tangisan mengharu biru, Kunthi meminta Basukarno untuk melepas dukungannya kepada Kurawa dan meminta untuk bergabung dengan adik-adiknya yaitu Pandawa. Kegembiraan Basukarno berjumpa dengan Ibu Kandungnya berubah menjadi kegalauan yang luar biasa, apalagi Kunthi mengancam tidak akan mengakuinya sebagai anak jika Basukarno tidak bersedia memenuhi permintaannya itu. Kunthi hanya menasihati anaknya mengenai perangainya yang terlalu keras. Kunthi juga mengingatkan bahwa apapun prestasi yang dicapai oleh Basukarno itu semata-mata adalah Anugrah dari Tuhan.

Singkat cerita hingga tiba giliranya perang Barathayudha, Basukarno menjadi senopati pasukan Kurawa dan Arjuna menjadi senopati Pandawa. Perang Barathayudha harus terjadi pada kisah Mahabarata, perang saudara yang oleh siapapun dalangnya tidak dikehendaki dalam kehidupan nyata. Tapi perang harus terjadi, perang harus terjadi di pewayangan saja.

Gerhana mendekati total, Kunta ditangan Basukarno siap dilepaskan, matanya terpejam ” Ibu… Ibu Kunthi, maafkan aku ibu. Terimalah aku sebagai anakmu. Duhai Janoko adikku, tidak tega aku membunuhmu… tidak tega aku melihat tangis Ibu Kunthi yang menyaksikan kematian anaknya. Oh Janoko…, jika aku mati dalam pertarungkan ini, aku mohon titip Ibuku dan Ibukotaku…. Duhai Yang Maha Tunggal, jika engkau izinkan biarlah Perang Barathayuda ini hanya terjadi dalam benak qalbuku.Untuk apa engkau biarkan Kurawa dan Pandawa saling membunuh demi mempertahankan kebenaran-kebenaran yang hanya berbeda menurut mereka, padahal sejatinya kebenaran itu hanya satu milik-Mu.”

Seketika matanya terbuka lebar-lebar melotot lurus kearah dalang, marah. “Ini dalangnya tendensius? Jangan mentang-mentang kamu dalang mau seenaknya mempermainkan wayang. Kamu jadi dalang kalau bisa atur-atur wayang seenaknya mending atur ibukota, biar rapi, biar tertata. Dalang jangan main-main ya, saya tidak takut mati, bagi saya mati adalah suatu keuntungan.” Lantas gerhana matahari total terjadi.

Dari kejauhan arah yang berlawanan pada waktu yang bersamaan sebelum gerhana total, sekilas Arjuna beradu  pandang dengan Kresna. Senyumannya begitu meneduhkan, busur panah ditangan Arjuna sudah teregang sempurna membidik Basukarno. Berlahan matanya terpejam, dari sudut matanya mulai berlinang air mata. “Oh Kakanda Basukarno… aku tahu engkau jauh lebih unggul dariku. Maafkan aku yang telah merebut Drupadi darimu. Maafkan kami Pandawa yang selama ini memonopoli kasih-sayang Ibu Kunthi darimu. Oh Yang Maha Pengasih dan Penyayang, kuserahkan hidupku kepadamu. Jika aku yang mati, aku mohon berikanlah kelembutan, kesantunan dan kebijaksanaan kepada Kakanda Basukarno dalam melanjutkan tugasnya di dunia pewayangan. Namun jika sebaliknya, aku mohon lahirkan kembali Kakanda Basukarno dalam diriku. Jadikanlah aku menjadi dirinya, jadikan dirinya menjadi aku atas ke-Maha Kuasaan-MU. ”

Arjuna kembali membuka mata sayunya, “Tiadakan aku, biarlah Basukarno menjadi Arjuna atas Kehendak-Mu. Aku tidak akan melepaskan anak panah ini, selain untuk membunuh nafsu eksistensiku, saudara-saudaraku Pandawa dan Kurawa. Biarkan peperangan Barathayudha ini hidup hanya dalam dunia pewayangan saja sebagai pelajaran bagi umat manusia. Tiadakan peperangan kami ini dalam dunia nyata” Gelap, sejenak sinar mentari tidak sampai ke bumi.

***

Kebaikan, bersedekah ide, gagasan, fikiran, perbuatan maupun berupa materi kepada orang lain jangan sampai menyakiti orang lain yang menerima. Apapun yang kita miliki, harta benda, kepandaian, kebijaksanaan, kekuatan maupun kekuasaan semata-mata hanyalah Anugrah yang dititipkan dari Rahman dan Rahim-Nya Allah SWT. Kesombongan atas apa yang telah kita perbuat hanya akan menghapus kebaikan yang telah kita lakukan.

Rembulan yang semula menutupi sinar mentari mulai bergeser. Gelap mulai berubah menjadi terang. Perang Baratayudha terus berlangsung dalam bayang-bayang dunia pewayangan, sebagai bahan pembelajaran kita bersama. Kekejaman perang dan nafsu ingin mengalahkan untuk menentukan siapa yang paling benar mulai sirna tergantikan dengan gerakan-gerakan untuk menemukan benar yang sejati. Persaingan berubah dengan perlombaan untuk berbuat kebaikan kemanusiaan sebanyak mungkin, sebaik mungkin. Kabut egoisme, eksistensi pribadi, kesemrawutan akal fikiran dan tindakan, berlahan tergantikan dengan keindahan niat dan perbuatan setiap individu dalam kepemimpinan atas dirinya dalam menjalani peran kehidupan yang diberikan Tuhan Yang maha Esa. [AS]