Mukadimah: FIQIH TANPA AQIDAH, BUMI TANPA LANGIT

MUKADIMAH KENDURI CINTA Maret 2016

Tidak ada sistem, aturan ataupun hukum yang tidak mengikat masyarakat, aturan dan hukum harus bersifat mengikat. Hukum harus tegas titik, koma, huruf, kata dan kalimatnya. Undang-undang  harus berisikan detail pasal-pasal yang tidak memungkinkan terjadinya pelanggaran. Begitupun semestinya Fiqih, detail dalil-dalil mesti kuat, harus sahih kebenarannya. Tapi, bagaimana jika aturan-aturan yang kita ada didalamnya malah menjauhkan diri kita dari kemanusiaan atau justru melanggar kepatutan kehidupan kita? Bagaimana jika yang terjadi peraturan-peraturan pemerintah, undang-undang  yang dibuat oleh perwakilan rakyat, penegakkan hukum dan keputusan aparatur negara justru melanggar Pancasila? Bagaimana jika fiqih yang dipaksakan kebenarannya itu justru melemahkan keyakinan kita kepada keMaha Besaran Allah SWT? Bagaimana jika kebenaran yang kita bela-bela hanya ditujukan untuk kemenangan keilmuan-diri kita atas orang lain dan tanpa orang lain tahu justru kita sedang diam-diam asik membuat tuhan pada diri ini, tuhan kesombongan diri kita yang sebenarnya tidak mungkin mengalahkan Sang Maha Kaya Ilmu, Pemilik Alam Semesta. Kita umat manusia sedang membangun peradaban dimuka bumi namun seakan mentiadakan keberadaan langit yang menyelimutinya, langit yang menjaga bumi tetap berotasi siang-malam dan berevolusi pada garis edarnya mengitari matahari sepanjang tahun.

Cita-cita peradaban dengan diterapkannya sistem nilai dalam kehidupan bermasyarakat adalah keamanan, kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Diharapkan dari dinamika kehidupan bermasyarakat muncul kesepakatan kolektif berupa parameter penilaian, ia dapat berupa aturan, norma, perundangan, produk hukum, regulasi-regulasi pemerintah dan lain sebagainya demi kesejahteraan bersama. Pada masyarakat yang sudah menerapkan suatu sistem nilai, diharapkan terselenggara perlombaan-perlombaan yang sportif ditengah masyarakat. Para pedagang dan pengusaha berlomba-lomba sebaik mungkin dalam berusaha sehingga menghasilkan keuntungan. Petaninya berlomba-lomba bercocok tanam supaya menghasilkan panen yang melimpah. Guru, dosen dan para akademisi berlomba-lomba mengajarkan siswa-mahasiswanya supaya berprestasi. Para pekerja bekerja seprofesional mungkin.Media menyampaikan berita apa adanya. Para pemuka agama bersukaria melayani jamaah pemeluk agamanya dan mereka taat dalam menjalankan agamanya. Politisi berlomba menepati janji yang dijanjikan kepada konstituennya. Pemerintah bekerja melaksanakan amanah dari rakyat, BUMN-BUMN bersinergi untuk kemakmuran negara. Bangsa-bangsa dan Negara-negara di muka bumi saling menghormati, saling bekerjasama menjaga ketertiban dunia. Apakah harapan itu mungkin terwujud? Apakah benar itu yang menjadi langitnya cita-cita umat manusia? Lihatlah kenyataan yang ada disekitar kita, manakah sistem nilai yang sedang masyarakat terapkan?

Sebagai contoh, kita lihat kenyataan sistem jual-beli yang berlaku di dalam masyarakat. Dengan dihalalkan jual-beli tidak lantas setiap terjadinya jual-beli otomatis halal. Fiqih mengenai jual-beli mungkin mampu mengatasi kompleksitas jual-beli yang terjadi saat ini. Prinsip sederhananya jual beli adalah materi barangnya halal, dibenarkan secara hukum, penjual dan pembeli sepekat dengan harga pembayaran, tanpa ada paksaan akad jual-beli dilaksanan, diantara penjual dan pembeli sama-sama memiliki kedaulatan dalam melakukan transaksi. Di Indonesia, yang terlibat pada setiap transaksi tidak hanya penjual dan pembeli,  selalu ada keterlibatan Bank Indonesia sebagai pencetak uang dan yang menjamin nilai uang yang digunakan dalam setiap transaksi. Tertulis pada setiap lembar uang  ‘Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Bank Indonesia Mengeluarkan Uang Sebagai Alat Pembayaran Yang Sah Dengan Nilai ……  Rupiah’.

Kenyataannya nilai tukar mata uang diserahkan kepada mekanisme pasar. Padahal pasar bebas hanya menjadikan persaingan yang tidak sehat merajalela dalam kehidupan bermasyarakat. Monopoli, penjajahan melalui supermasi ekonomi terjadi. Kekuatan-kekuatan pemodal menjebak masyarakat hanyut kedalam konsumerisme. Apa saja dapat diperjual belikan. Menggunakan demokrasi palsu, aturan tatanan masyarakat dan perundang-undangan dikoyak-koyak. Pancasila yang menjadi ideologi kita dalam berbangsa dan bernegara terkikis bahkan nyaris sirna ditelan arus zaman bebas.

Tidak ada satupun perbuatan yang kita lakukan tidak bernilai ibadah. Setiap perkataan, niat, perbuatan, pergerakan, ide, gagasan, perencanaan, usaha yang dikerjakan adalah ibadah. Sarana ibadah-pun tidak sekedar masjid, gereja, kuil, pura, wihara atupun klenteng. Pakaian juga sarana ibadah, jalan, kendaraan, bangunan dan segala benda yang berada disekitar kita adalah sarana ibadah, begitupun dengan segala makhluk hidup yang nampak maupun yang tidak nampak disekeliling kita. Kesepakatan-kesepakatan, aturan main organisasi perusahaan, perundang-undangan negara itupun merupakan sarana ibadah. Menjadi tidak bernilai ibadah jika yang kita lakukan bertujuan untuk merusak kemanusiaan, menjadi tidak bernilai ibadah jika tidak disampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa.

Maiyah menyadari bahwa ada yang tidak beres dengan tatanan kehidupan masyarakat dunia saat ini. Tanpa intervensi dari Allah SWT keadaan masyarakat dimuka bumi sewaktu-waktu dapat hancur, peradaban sekejap dapat sirna. Yang dapat kita lakukan sebatas memelihara kebersamaan yang ada sembari berusaha sekememampuan kita memantaskan diri menjadi makmumnya Rasulullah SAW.

Seperti biasa Masyarakat Maiyah Kenduri Cinta mengadakan Maiyahan bulanan di Plaza Taman Ismail Marzuki, Cikini Jakarta. Pada tanggal 11 Maret 2016 mengangkat tema FIQIH TANPA AQIDAH, BUMI TANPA LANGIT, mulai pukul 20.00 WIB. Salam Maiyah.