Demokrasi Ludruk

SAKING SIBUKNYA setiap warga Negara Indonesia mengerjakan kebaikan membela kepentingan bangsa dan negaranya, tanpa disadari anak-anak Bangsa Indonesia telah melangkah melewati puncak evolusi kemanusiaan menuju tahap selanjutnya supaya layak kelak sebagai penghuni surga. Setiap rakyat berdaulat atas dirinya, bekerja tidak lagi semata-mata untuk diri dan keluarganya semata namun juga untuk sumbangsihnya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Orang-orang bekerja sama saling bahu-membahu dalam organisasi, perkumpulan dan perusahaan-perusahaan demi membantu negara dalam mendistribusikan Rahmat dari Tuhan sehingga menjadi Berkah bagi setiap anak bangsa.

Demokrasi sejati yang diterapkan di negeri sempalan surga ini benar-benar demokrasi yang menghargai ibu pertiwi dan amanah dalam menjalankan konstitusi. Partai-partai politik sebagai mesin penyerap aspirasi rakyat sangat efektif dan efisien dalam perjuangan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Fungsi Legislatif merepresentasikan rakyat yang taat, patuh dan tunduk terhadap undang-undang. Fungsi Eksekutif yang representasi dari pemerintahan negara menjalankan kepemimpinan kerakyatan menggunakan hikmah kebijaksanaan untuk melindungi nyawa, harta, dan martabat setiap rakyat. Persatuan Indonesia benar-benar senantiasa dikedepankan oleh setiap komponen bangsa di atas kepentingan suku, kelompok dan golongannya. Setiap anggota masyarakat menyelenggarakan pendidikan sosialnya dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya melalui bangku sekolah tetapi juga di di dalam rumah, di jalan-jalan, di pasar-pasar dan setiap media massa berorientasikan pendidikan untuk generasi penerus bangsa supaya adil dan beradab.

Setiap organisasi massa menyadari bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara identitas organisasinya hanyalah bersifat sekunder, sedangkan yang primer adalah Indonesia. Hijau, Merah, Kuning, Biru dan warna-warni bendera partai politik hanya sebatas penanda, sedangkan yang utama-nya adalah Merah-Putih sebagai bendera. Merah-Putih yang dahulu diperjuangkan oleh para pejuang kemerdekaan sehingga dapat berkibar di bumi nusantara ini.

Namun, di era globalisasi dengan kemajuan teknologi informasinya sudah berhasil menembus batas-batasan negara. Globalisme sudah semakin memudarkan nasionalisme. Eksistensi individu terpacu seolah segala-galanya tahu. Informasi dari berbagai belahan dunia dalam waktu sekian detik dapat tersebar ke berbagai penjuru dunia. Saking banyaknya Informasi yang bertubi-tubi dan silih berganti, mampu menyihir fokus persoalan yang bersifat lokal nasional. Seperti kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektronik, anak-anak sekolah yang terancam waktu bermainnya berkurang lantaran kebijakan full day school, dan misalnya lagi soal Perppu-Perppu, Presidential Threshold, Dana Haji atau kasus beras oplosan dan berbagai persoalan lokal yang langsung bersentuhan dengan kehidupan sehari-hari.

Banjir informasi sangat mudah menenggelamkan dan mempengaruhi alam pikiran. Tidak jarang orang-orang terlena dalam persoalan dan kemelut permasalahan yang sebenarnya tidak langsung berkenaan dengan si orang tersebut. Belum lagi dengan penggalan-penggalan informasi yang tidak lengkap dan dibumbui berita-berita hoax. Jika dalam pola berpikirnya tidak seimbang, orang-orang itu akan mudah terombang-ambing oleh informasi-informasi yang berseliweran. Bahkan konflik dan pertengkaran yang tidak semestinya dapat terjadi untuk sebuah persoalan yang sebenarnya tidak perlu menjadi konflik. Yang terjadi seperti Cak Sapari yang bermimpi angon kambing di kebun milik Cak Gareng. Karena dalam mimpi itu kebunnya Cak Gareng rusak oleh kawanan Kambingnya Cak Sapari, Cak Gareng melaporkan kerusakan kebunya itu ke Cak Kartolo yang jadi Ketua RT. Padahal Cak Gareng tidak punya kebun, dan Cak Sapari menyalahkan Cak Kartolo karena dalam mimpi itu yang menyuruh angon Kambing adalah Cak Kartolo. Yang terjadi adegan lucu sebuah pertengkaran absurd.

Perdebatan antar anak-anak hingga terjadi pertengkaran sangat mungkin terjadi, karena perbedaan informasi dan pengalaman. Misalnya soal dari mana asal bayi lahir. Anak-anak pada umumnya menanyakan hal itu ke orang tua mereka dan masing-masing orang tua boleh jadi memberikan jawaban yang berbeda. Tidak jarang anak-anak akan menyalahkan orang tua teman mereka yang memberikan jawaban yang berbeda dengan jawaban dari orang tua mereka sendiri. Jika lantas anak-anak meminta diadakan konfrontasi antar orang tua terkait perdebatan diantara mereka itu, bagi para orang tua bisa saja bersepakat membuat jawaban yang dapat memuaskan semua anak. Namun, untuk menceritakan yang sebenarnya perlu pertimbangan tingkat kedewasaan yang berbeda pada tiap-tiap anak.  Pengalaman akan mengantarkan pengetahuan kepada masing-masing anak menuju kedewasaannya dan keseimbangan berfikir diperlukan supaya dalam perjalanan itu tidak terjadi kecelakaan.

Benar, pemahaman akan terkoreksi oleh pengetahuan baru berdasarkan pengalaman dan koreksi itu dapat menguatkan pemahaman sebelumnya atau justru menggantikannya menjadi pemahaman yang sama sekali baru. Persoalannya adalah seringkali cara berfikir yang tidak seimbang memunculkan reaksi yang tidak tepat dalam mempertahankan pemahaman lama atau memperjuangkan pemahaman baru yang dimiliki. Pemahaman diperoleh berdasarkan pengalaman secara personal yang awalnya berupa informasi, baik itu melalui membaca tulisan atau melalui rekaman audio video. Seiring waktu, sebuah pemahaman akan teruji dan diuji oleh setiap individu. Sehingga untuk memaksakan sebuah kebenaran supaya diterima oleh orang lain bukanlah cara yang tempat. Sebuah kebenaran yang disampaikan dengan cara yang tidak tepat justru akan berakibat penolakan. Sedangkan pikiran kita tidak dapat dilarang-larang untuk menerima informasi. Misalnya, saya minta anda saat ini jangan pikirkan bola. Iya jangan pikirkan bola yang bulat itu. Apa bisa saya melarang anda untuk tidak memikirkan bola?

Dalam ber-Maiyah kita berlatih untuk seimbang dalam berfikir. Berbagai teknik berpikir diperkenalkan oleh Cak Nun dari yang linear, zig-zag, melingkar dan siklikal. Kita dipersilahkan secara mandiri untuk berlatih dan mengakrabi teknik-teknik itu secara personal maupun bersama-sama dalam menghadapi berbagai pengalaman hidup. Dari rutinitas keseharian hingga menuju keabadian, Maiyah aplikatif bukan sebagai atribut identitas namun lebih bersifat pengalaman personal yang sedang mengarungi perjalan pulang menuju kampung halaman yang sejati. Setiap orang akan menjalani pengalamannya masing-masing. Dan kita di kehidupan sekarang ini mau tidak mau, suka tidak suka sedang berada pada perahu bernama Indonesia yang sedang berlayar di lautan Globalisasi.