BANGSA BRAHMANA

MESKIPUN langit di Cikini sedikit mendung, namun cahaya rembulan tampak begitu indah menghiasi langit malam itu, masih sempurna purnamanya. Rembulan yang masih purnama itu turut menjadi saksi perhelatan Kenduri Cinta edisi Agustus 2022.

Sabtu (13/8) malam, pagelaran teater kolosal “RAJAWALI-WALIRAJA” dipentaskan di Plaza Teater Besar Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat. Ribuan pasang mata menjadi saksi pementasan kemeriahan pagelaran teater ini. Sempat ada kekhawatiran mengenai cuaca, karena angin berhembus cukup kencang sejak sore, alhamdulillah, hingga berakhirnya pementasan, tidak turun hujan.

Pagelaran ini adalah hasil kolaborasi bersama. Dalam 3 bulan terakhir, teman-teman Teater Perdikan bersama Cak Nun dan Gamelan KiaiKanjeng, beserta Progress Management mempersiapkan pementasan naskah “WALIRAJA-RAJAWALI” ini dengan serius dan sungguh-sungguh. Malam demi malam dilalui dengan proses latihan sangat intens di Rumah Maiyah Kadipiro. Tentu saja, improvisasi sudah terjadi di sana-sini, hingga akhirnya sempurna dipentaskan di Kenduri Cinta akhir pekan kemarin.

Sementara itu, Penggiat Kenduri Cinta di Jakarta, berjibaku berkejaran dengan waktu, di tengah kesibukannya masing-masing sebagai masyarakat pekerja di Ibukota, sebisa mungkin membagi waktu untuk juga serius dalam mempersiapkan kebutuhan teknis dan nonteknis di Jakarta. Yudi Handoko dan Munawir Sajali yang didapuk sebagai penanggung jawab penyelenggaraan acara, memimipin komando perhelatan dengan mengkoordinir teman-teman penggiat Kenduri Cinta lainnya.

Hasilnya adalah kemegahan panggung dengan tata cahaya lampu memukau, berpadu dengan gerak koreografis para pemain teater dan alunan harmoni musik KiaiKanjeng yang memukau dan membius jamaah yang memenuhi Plaza Teater Besar Taman Ismail Marzuki.

Pagelaran ini bukan pertunjukan komersial. Tidak ada sponsor, tidak ada penjualan tiket, dan tetap egaliter, tanpa sekat.

Di tengah Plaza Teater Besar Taman Ismail Marzuki, berdiri sebuah panggung rigging lengkap dengan lighting dan sound system yang sudah tertata rapi, siap mementaskan pagelaran. Sebuah kain putih terpasang ditengah panggung, di belakang kain tersebut, alat musik lengkap Gamelan KiaiKanjeng juga sudah tertata rapi.

“Jangan sampai memilih pimpinan yang tidak tepat. Rakyat harus membiasakan berunding, rembug dan diskusi. Rakyat perlu merumuskan kriterianya sendiri dalam memilih pemimpin. Jangan terlalu dengarkan para cerdik pandai. Jangan mudah kagum kepada kaum intelektual. Rakyat kalau bisa mulai belajar mendengarkan suara hatinuraninya sendiri, berdasarkan pengetahuan yang digali dari pengalaman nyata sebagai rakyat dan warganegara.“
Maskumambang, Kenduri Cinta (Agustus, 2022)

HENTAKAN MUSIK KIAIKANJENG PENGANTAR WALIRAJA-RAJAWALI

TEPAT pukul 19.30, pagelaran dimulai dengan pembacaan surat Ar-Rahman, lalu dilanjutkan dengan wirid Hasbunallah. Cak Nun dan KiaiKanjeng kemudian naik ke panggung utama untuk mengantarkan pementasan teater “WALIRAJA-RAJAWALI”. Nomor shalawat An-Nabi menjadi nomor pembuka, alunan musik gamelan yang menghentak, membangkitkan adrenalin semua yang hadir malam itu. Tentu ada tujuan kenapa Cak Nun meminta KiaiKanjeng membuka Kenduri Cinta malam itu dengan nomor shalawat tersebut.

Malam itu, salah satu sahabat Cak Nun, Ishadi S.K turut hadir di Taman Ismail Marzuki. Cak Nun mengajak beliau untuk bergabung ke panggung. Ishadi S.K. adalah salah satu tokoh pertelevisian di Indonesia, memulai kariernya di TV Jogja, ia kemudian menjadi salah satu petinggi TVRI dan kemudian membangun Trans TV. Malam itu, Cak Nun bertanya secara polos kepada Ishadi S.K., tentang bagaimana sebenarnya caranya agar Kenduri Cinta bisa diliput stasiun TV Nasional. Karena, selama 22 tahun Kenduri Cinta hadir di Jakarta, belum pernah sekalipun diliput oleh stasiun televisi nasional. Pertanyaan itu bukan dalam rangka bahwa Kenduri Cinta ingin diliput oleh stasiun TV Nasional, tetapi lebih kepada ingin mengetahui apa sebenarnya yang menjadi persyaratan sebuah peristiwa atau apapun saja bisa diliput oleh stasiun TV nasional.

Apakah sebuah forum seperti Kenduri Cinta harus bermuatan politik? Apakah harus bermuatan nilai-nilai nasionalisme? Diskusi mengenai negara? Sementara di Kenduri Cinta selama 22 tahun ini sudah melakukan itu semua, diskusi yang berlangsung membahas ilmu politik, sosial, budaya, agama, kesehatan, dan tidak sekalipun Kenduri Cinta menanamkan jamaahnya untuk tidak cinta NKRI. Muatan-muatan diskusinya, terutama tentang negara selalu mengantarkan pada cinta NKRI.

Cak Nun kemudian meminta KiaiKanjeng untuk memainkan nomor medley Sholawat Madura-Nothing Compare To You.

Di tengah-tengah nomor tersebut dimainkan, Ibu Novia Kolopaking tiba-tiba dipanggil oleh Cak Nun untuk bergabung ke atas panggung. Kejutan memang. Karena sejak siang hari, penggiat Kenduri Cinta tidak mendengar kabar kehadiran Bu Via di Taman Ismail Marzuki. Ternyata, diam-diam malam itu, Bu Via duduk bersama jamaah di dekat tenda FOH, bersama Dik Jembar. Cak Nun mengetahui informasi kehadiran Bu Via, langsung mengajak Bu Via bergabung dengan KiaiKanjeng dan membawakan sebuah nomor; Hati Matahari, yang juga merupakan satu nomor bernuansa penuh semangat.

Baru di awal saja, sudah sangat meriah. Jamaah yang hadir tampak begitu gembira. Kerinduan dengan KiaiKanjeng terobati dengan nomor-nomor yang dimainkan sebelum pementasan teater “WALIRAJA-RAJAWALI”. Setelah nomor “Hati Matahari” dibawakan, salah satu perwakilan dari Teater Perdikan menyapa jamaah untuk mengantarkan pementasan “WALIRAJA-RAJAWALI” dengan memperkenalkan para pemain-pemain dan semua person yang terlibat dalam pementasan tersebut. Tepuk tangan membahana menyambut pementasan itu dimulai.

Suara terompet membahana diikuti pukulan gong, beberapa orang tampak muncul menari-nari diatas panggung. Tarian Cokromanggilingan diperagakan oleh para penari tersebut. Beberapa saat kemudian, tampak suara Ibu Pertiwi mendayu-dayu, menyanyikan sebuah syair “Putra-Putri Nusantara”.

Kurang lebih selama 2 jam, pementasan teater “WALIRAJA-RAJWALI” berlangsung. Aksi panggung teaterikal para aktor Teater Perdikan memukau ribuan jamaah yang hadir malam itu. Mulai dari Ibu Sitoresmi (Ibu Pertiwi), Pak Joko Kamto (Maulana Iradat), Pak Nevi Budianto (Eyang Sabdo), Pak Margono (Wali Anom), Pak Eko Winardi (Pak Rajeg), Mas Puji (Eyang Noyo), Pak Fatah (Mas Mambang) dan yang lainnya, semua sangat totalitas dalam mengeksplorasi dan mengeluarkan kemampuan terbaiknya.

Dialog-dialog mulai dari yang ringan hingga yang serius, menghiasi pementasan teater tersebut. Khas Cak Nun dalam menyusun kerangka narasi dialog yang dipentaskan, sarat makna, juga kritis. Pesan utama dari Cak Nun melalui pementasan teater “WALIRAJA-RAJAWALI” ini adalah tentang kriteria pemimpin sebuah bangsa. Memang, momen pementasan teater ini tidak mungkin dilepaskan dari situasi politik nasional di Indonesia saat ini. Tapi, Cak Nun menyajikan pesan yang tersirat itu dengan pementasan teater.

Sudah banyak Cak Nun menyampaikan kriteria-kriteria Pemimpin yang seharusnya dimiliki oleh seorang Pemimpin sebuah bangsa. Kita pernah mendengar istilah “Pemimpin yang Tuhan” melalui salah satu tulisan Cak Nun beberapa tahun lalu. Cak Nun juga pernah menyampaikan bahwa seorang Pemimpin adalah manusia yang hatinya sudah selesai. Pada pementasan kali ini, Cak Nun lebih menegaskan lagi bahwa seorang Pemimpin adalah seorang yang WaliRaja. Yaitu seorang Raja yang memiliki kualitas Wali dalam dirinya.

“Yang kalian butuhkan sesungguhnya adalah WaliRaja. Pemimpin yang memegang kewalian dari Tuhan. Jadi tugas utamanya adalah mengayomi dan melindung. Itu Namanya Wali. Memang Raja juga. Tapi kekuatannya sebagai Raja itu dibimbing oleh kewaliannya untuk melindungi rakyatnya dari ancaman para penjajah dari Mancanegara, yang sekarang semakin canggih, samar dan tidak kentara caranya menjajah.“
Maulana Iradat, Kenduri Cinta (Agustus, 2022)

SETELAH pementasan teater, Cak Nun bersama seluruh pemain duduk bersama di panggung. Semakin menambah kemeriahan dan kegembiraan Kenduri Cinta malam itu, KiaiKanjeng kembali memainkan beberapa nomor-nomor lagu; Mars Maiyah, Tombo Ati dan medley One More Night-Beban Kasih Asmara yang di tengah-tengahnya disisipkan lagi sebuah fragmen kecil oleh Pak Nevi Budianto.

Setelah KiaiKanjeng membawakan nomor Mars Maiyah, Cak Nun meminta beberapa jamaah untuk merespons pementasan teater “WALIRAJA-RAJAWALI”. Respons yang muncul cukup beragam, karena memang Cak Nun membebaskan jamaah untuk merespons dari sudut pandang manapun saja.

“Untuk hal-hal yang bisa Anda jangkau dengan ilmu, pakailah ilmu. Tetapi untuk hal-hal yang tidak bisa Anda jangkau dengan ilmu, pakailah iman”, Cak Nun memberikan respons balik atas beberapa respons yang disampaikan. Dalam hidup ini ada banyak hal yang sama sekali tidak bisa kita jangkau dengan ilmu. Cak Nun menyontohkan kehidupan suami-istri dalam berkeluarga, antar suami dengan istri sama-sama tidak bisa memastikan dengan ilmu apa yang ada di dalam hati pasangannya. Pada kondisi inilah pentingnya iman dibutuhkan. Suami dan istri saling percaya satu sama lain bahwa mereka berkeluarga membangun bahtera rumah tangga yang saling menguatkan, bukan saling melemahkan. Jadi, dalam kehidupan ini ada dua hal; hal yang bisa didekati dengan ilmu dan hal yang bisa didekati dengan iman.

Cak Nun sedikit menyinggung tentang ekolgi dan ekosofi. Kebanyakan dari kita saat ini tidak menyadari pentingnya ekosofi, hanya memahami ekologi saja. Cak Nun memberi amsal, saat kita bersin atau ingin kencing saja, tubuh kita akan memberi tanda. Tidak ujug-ujug kemudian saat kita ingin kencing, lalu air keluar dari kelamin tanpa ada tanda-tanda. Itulah yang disebut sebagai ekosofi. Cak Nun menyebut bahwa ekosofi adalah ekologi yang disempurnakan dengan kebijaksanaan. Dari alam, kita hendaknya mempelajari apa yang disebut sebagai ekosofi itu tadi. Karena alam begitu banyak memberikan tanda-tanda kepada manusia sebelum terjadinya sebuah peristiwa. Fenomena alam seperti banjir, gunung meletus, gempa bumi dan lain sebagainya selalu saja ada tanda-tanda yang diinformasikan terlebih dahulu oleh alam kepada manusia. Semacam peringatan dari alam, bahwa akan terjadi sesuatu dalam beberapa waktu kedepan. Sayangnya, manusia semakin kehilangan ilmu waspadanya, sehingga tidak titen dengan tanda-tanda yang diinformasikan oleh alam.

BELAJAR KEPADA IBLIS

CAK NUN kembali membahas bagaimana peristiwa mengapa Iblis membangkang kepada Allah untuk tidak bersujud kepada Adam. Dijelaskan oleh Cak Nun bahwa Malaikat itu merupakan makhluk ruhani. Manusia dan Jin sangat mungkin menjadi Malaikat. Beberapa tahun lalu Cak Nun pernah menyampaikan di Kenduri Cinta bahwa kita sebagai manusia harus mampu mengaktivasi Malaikat dalam diri kita, dan itu bukan sesuatu yang mustahil. Sebagai manusia, kita sangat mampu untuk menjadi malaikat. Namun juga sebaliknya, sebagai manusia kita juga mampu menjadi Iblis.

Secara setup, Iblis memilih untuk menjadi Iblis tidak menjadi Malaikat karena ingin membuktikan kepada Allah bahwa sejatinya manusia hanya akan melakukan perusakan di muka bumi dan melakukan pertumpahan darah. Iblis hanya meminta jeda waktu untuk membuktikan bahwa apa yang ia sangkakan kepada manusia itu akan terbukti.

Seluruh kemeriahan perhelatan teater kolosal malam itu tidak terjadi begitu saja. Pagelaran ini bukanlah seperti event kebanyakan. Ini bukan soal terkumpulnya sejumlah uang, lalu digunakan untuk membayar semua keperluan yang dibutuhkan. Juga bukan tentang disusunnya sejumlah orang untuk menjadi tim penyelenggaranya. Tidak seperti itu.

Semua itu tidak dibangun dalam semalam. Perjalanan 22 tahun Kenduri Cinta dalam berkomunitas dengan segala dinamikanya melahirkan tim yang mampu memaksimalkan potensinya untuk mengimbangi keseriusan dan kesungguhan yang sudah dilakukan oleh Teater Perdikan dan KiaiKanjeng dalam mempersiapkan pementasan teater ini.

Peran jamaah pun tidak kalah penting. Skema bantingan yang dihimpun untuk membiayai perhelatan ini menjadi pelengkap terwujudnya harmoni keindahan pementasan teater tadi malam. Dan memang benar-benar ‘bantingan’, tidak penting berapa nominal angka yang ditransfer ke rekening panitia atau yang disetorkan langsung saat acara melalui kotak kencleng, karena yang utama adalah semangat kebersamaan untuk nyengkuyung kelancaran acara ini. Toh meskipun hingga digelarnya pagelaran ini uang yang terkumpul tidak memenuhi target dari anggaran biaya yang dibutuhkan, faktanya pagelaran dapat tetap terlaksana dengan baik, tanpa ada kendala yang berarti.

Adalah sebuah ide yang cukup gila, sebenarnya, menghadirkan sebuah pementasan teater kolosal di Jakarta, yang terbuka untuk umum dan dapat dinikmati dengan gratis, dengan panggung yang megah, dipenuhi tata lampu yang juga mewah, namun tetap menjaga semangat kemandirian sebuah komunitas.

Namun hal ini juga menjadi bukti, bahwa Kenduri Cinta sebagai sebuah komunitas di Jakarta memiliki eksistensi yang solid dan posisi yang baik. 22 tahun hadir di Jakarta, di pusat Indonesia, sebagai sebuah forum yang menjadi wadah bagi semua orang, menjadi ruang yang sangat egaliter dan mampu bertahan tanpa harus bergantung pendanaan kepada siapa-siapa. Karena Kenduri Cinta dihidupi oleh siapapun yang bersentuhan dengannya.

Akhirnya, terima kasih kami sampaikan kepada Cak Nun, Gamelan KiaiKanjeng, Teater Perdikan, Progress Management dan seluruh pihak yang terlibat dalam pagelaran “WALIRAJA-RAJAWALI” ini. Juga kepada jajaran staff UP PKJ Taman Ismail Marzuki, TGUPP DKI Jakarta dan PT. JAKPRO yang turut serta mendukung kelancaran berlangsungnya pementasan.

Sampai jumpa di pagelaran Kenduri Cinta selanjutnya.