Baju Baru, Derajat Baru, Martabat Baru

jaburan edisi keduabelas

SEJAK KECIL, kita di desa, di kota, di wilayah urban, di pinggiran metropolitan atau di mana saja ada satu tradisi yang sama bahwa menjelang hari raya kita sangat ingin membelikan baju-baju baru untuk anak kita, mungkin kita sendiri juga masih suka beli baju baru, dan ini jangan dikecam ini jangan disalahkan, karena itu juga kentongan, itu juga alat untuk mengingatkan bahwa manusia itu tiap hari harus memperbaharui bajunya.

Baju itu kalau dalam Al Qur`an itu lambang martabat hidup. Jadi misalnya suamimu adalah baju bagimu, suami adalah baju bagi istri, istri adalah baju bagi suami. Karena orang yang tidak berpakaian itu kehilangan martabat, artinya, suami menciptakan martabat bagi istri, istri juga membungkuskan martabat bagi suami.

Sehingga kalau kita berpuasa dan menjelang hari raya beli baju baru sesungguhnya kita sedang mencari martabat baru, kita sedang coba membangun derajat baru. Bedanya derajat dengan martabat adalah kalau derajat bersifat vertikal, martabat bersifat horizontal.

Derajat itu artinya toriqoh atau jalan linkin up anda kepada Allah itu sedemikian rupa meningkatnya sehingga anda memiliki darojat kata Allah. Tapi kalau martabat itu dari kata tertib, tartib. Integritas anda terhadap ketertiban lingkungan, ketertiban bernegara, hukum, kebudayaan, moral dan seterusnya itu membikin anda punya martabat.

Nah kita punya baju derajat, kita punya baju martabat jadi setiap kali kita mau membelikan baju, kita berdoa: Ya Allah, anugerahilah anakku dan semua yang aku belikan baju baru ini dengan martabat yang baru dan derajat yang baru.