By Rizky Dwi Rahmawan

Hobi Diskusi

Kalau Jamaah Maiyah berdiskusi, itu bukan untuk keperluan industri. Bukan juga untuk kepentingan jual beli. Bukan tijaroh dalam kamuflase apapun. Kantong-kantong diskusi yang termanifestasi dalam kantong-kantong komunitas jamaah Maiyah di berbagai kota tumbuh tidak ada urusannya sama sekali dengan pecandu hiburan, pemasang iklan dan para peng-order serta peng-order highlight berita.

Dinamisnya Kegiatan Maiyahan

Begitu dinamisnya kegiatan Maiyahan. Karena memang Maiyahan bukan rutinitas bulanan belaka, bukan ritual menonton Youtube belaka. Ada kekayaan khasanah ilmu dan pembangunan nilai-nilai yang bisa kira raup seleluasa mungkin dari dinamisnya kegiatan Maiyahan baik dari forum rutinan maupun forum-forum diluar rutinan.

Diantara kegiatan diluar forum rutinan bulanan yang saya berkesempatan mengikutinya adalah workshop keorganisasian Maiyah. Fasilitator workshop ini adalah salah satu suhu di Maiyah, beliau dijuluki sebagai Bapaknya LSM di Indonesia.

Bukan Cuma Different, Divergent

Menonton film Insurgent, film science fiction yang rilis pada tahun lalu mengisahkan tentang seseorang yang lolos tahap-tahap simulasi kehidupan, Jamaah Maiyah yang baru bisa nyleneh dan berani di media sosial itu posisinya barulah lolos di simulasi Dauntless, simulasi level pertama. Yakni, ia yang mampu memilih berani dan mengalahkan rasa takut. Minimal ia sudah menunjukkan bahwa ia berani berpikir diluar kebiasaan berpikir mainstream.

Maiyahan, Sebagai Kosakata Baru

Di tengah perkampungan warga yang bersahaja, riuh berkumpul ribuan orang melingkari panggung rendah dengan beberapa orang berbicara diatasnya dan tatanan alat-alat musik gamelan. Anti mainstream, begitu mungkin orang menyebutnya. Pengajian tapi konser. Konser tapi pengajian. Forum rakyat tapi bahasannya ilmiah. Forum ilmiah tapi yang berkumpul kok rakyat biasa.