Workshop Keorganisasian Penggiat Maiyah Juguran Syafaat

Workshop Keorganisasian bagi penggiat Maiyah ini merupakan rangkaian tidak terpisah dari kegiatan Silaturahmi Penggiat Maiyah yang berlangsung tanggal 5-7 Desember 2014 yang lalu di Baturraden. Toto Rahardjo hadir langsung menggawangi workshop ini dengan didampingi oleh Harianto. Acara berlangsung pada 7-10 Januari 2015 di Padamara, Purbalingga.

Refleksi dari Silaturahmi Penggiat Maiyah lalu diantaranya adalah bahwa ketika kita hendak berbicara mengenai keorganisasian simpul Maiyah harus terlebih dahulu menemukan karakteristik otentik dari masing-masing setiap simpul Maiyah itu sendiri. Maiyah memiliki perbedaan karakter dengan organisasi mainstream yang ada saat ini. Perbedaan itu terlihat diantaranya bila pada organisasi mainstream, pendatang baru diharuskan beradaptasi dengan kebiasaan dan culture yang ada di organisasi tersebut, sementara di Maiyah yang bentuk begitu cair, pendatang baru mau tidak mau harus membangun kebiasaan dan culture-nya sendiri.

Hal ini berlaku bukan hanya bagi para pendatang baru, akan tetapi juga berlaku bagi para penggiat organisasi yang sudah kadung lama berada di dalam Maiyah tetapi hanya pasif pada proses pencarian dan pembangunan kebiasaan dan culture-nya. Pekerjaan rumah para penggiat Maiyah untuk menemukan karakteristik Maiyah pada setiap simpulnya untuk dikerjakan bersama-sama. Menariknya dari perhelatan Silaturahmi Penggiat Maiyah yang lalu adalah tiap-tiap simpul Maiyah harus merumuskan sendiri PR-nya, menentukan sendiri target serta harapannya berdasarkan kemampuan yang mampu dicapai oleh masing-masing simpulnya. Sehingga, tidak ada keseragaman target antara simpul yang lain dengan yang lainnya.

Juguran Syafaat sendiri memilih merumuskan PR-nya dalam dua pekerjaan aksi: 1) Pendalaman ilmu, 2) Kesetiaan tauhid dalam jangka waktu yang tidak pendek. Dua hal tersebut merupakan bagian tak terpisahkan dari Mabda Maiyah. Secara operasional pendalam ilmu dilakukan dengan menemukan metodologi atau alat yang dapat digunakan untuk mendefinisikan karakteristik Maiyah itu sendiri. Sedangkan kesetiaan tauhid dilakukan dengan meneruskan dan mengistiqomahi upaya untuk melakukan tafsir kontekstual atas setiap konsep dan gagasan yang disampaikan oleh Cak Nun, sebagai mata air Maiyah.

Untuk keperluan PR pertama tersebut, secara khusus Toto Rahardjo menyediakan diri untuk memberikan pembekalan kepada para penggiat Juguran Syafaat. Tentu hal ini menjadi kesempatan besar bagi penggiat Juguran Syafaat untuk menemukan otentisitas Maiyah, serta membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan besar yang terlontar dalam berbagai diskusi penggiat antar simpul, diantaranya: 1) Apa bedanya bagi dirimu ada Maiyah dan tidak, 2) Apa yang Maiyah tuntut kepadamu, 3) Kalau keorganisasian sudah terdefinisikan, lalu untuk apa?

Dalam proses workshop yang diikuti lebih kurang oleh 15 penggiat Juguran Syafaat ini, setidaknya ada tiga pointer inti yang dapat dicatat.

Pertama: Daur Belajar yang dinamis dalam bermaiyah

Penggiat mempelajari tentang alat intervensi sosial untuk mengangkat suatu persoalan, menstrukturkannya, kemudian memobilisasi persoalan tersebut hingga pada posisi persoalan itu mampu diselesaikan bersama. Ini merupakan paket lengkap dari penyusunan konsep perencanaan riset hingga detail yang paling teknis adalah mengenai perencaan media. Yang menarik adalah, kegiatan riset ini dirancang untuk bisa dikerjakan sebagai bagian dari laku kehidupan sehari-hari, tidak ber-mindset proyek temporal dan terpisah jauh dari kasunyatan.

Kedua: Identifikasi embrio perangkat adat Maiyah

Berangkat dari refleksi satu suku adat di pedalaman Indonesia Timur, penggiat mempelajari perangkat sebuah sistem adat. Sistem adat merupakan sebuah padatan di atas kesepakatan di dalam sebuah komunitas. Sementara Maiyah yang masih dalam proses menuju padatan ini, sudah dapat mulai mengidentifikasi embrio-embrio dari perangkat adat Maiyah sendiri.

Lebih lanjut embrio perangkat adat tersebut kemudian dikategorisasi, mana yang merupakan kategori nilai, mana prinsip dan mana tindakan. Kategori nilai dan prinsip dapat di-copy paste dari suku adat yang ada yang sudah membuktikan kekuatan otentisitasnya dari gerusan zaman, sementara kategori tindakan haruslah dirumuskan sendiri. Diantara kesemua itu, mana yang toto (tatanan nilai dan prinsip) dan mana yang coro (cara bertindak) akan rancu kalau terbolak-balik.

Ketiga: Mewaspadai perilaku penjinakan yang dilakukan oleh mainstream

Kebutuhan kita untuk menjadi anti-mainstream memiliki alasan karena mainstream memiliki kepentingan yang amat kuat untuk menjinakkan manusia sebagaimana sekolah gajah menjinakkan gajah. Penggiat dibuat sadar dan paham akan pentingnya merumuskan sendiri segala konsep mulai dari konsep pendidikan, konsep ceramah, konsep gaya hidup. Fenomena mainstream menjadi ladang riset yang luas untuk menemukan setiap kepentingan dibalik yang mainstream tanamkan.

 

Ketiga pointer tersebut bermanfaat untuk menterjemahkan empat butir rekomendasi Silaturahmi Penggiat Maiyah dari bahasa kesepakatan menjadi bahasa operasional. Bentuk kontekstualisasi dari empat butir rekomendasi tersebut adalah:

  • Penggiat adalah pelaku daur belajar atas permasalahan yang dialaminya sendiri dimana masalah itu berhubungan dengan permasalahan simpul Maiyah atau permasalahan lingkungan terdekatnya.
  • Simpul Maiyah menyempurnakan embrio perangkat adatnya menjadi perangkat pembentuk adat yang lengkap dan kokoh.
  • Antar simpul Maiyah menjadi narasumber satu sama lain.
  • Wilayah kerja penggiat Maiyah adalah pada pembangunan kekuatan komunitas, sebagai benteng terakhir dari pendudukan globalisasi.

Workshop ini memiliki arti penting pada tahapan menuju padatan Maiyah, dengan tetap menjaga Maiyah tidak terjebak pada dualitas mainstream: menjadi organisasi yang tergadai nilai-nilainya atau menjadi organisasi sufistik yang terpisah dari akar masyarakatnya. Selain itu juga melalui workshop ini para penggiat menemukan cara pandang baru terhadap persoalan masyarakat, serta memperoleh bekal metode dan perangkat utama sebagai panduan menentukan arah, dan memulai langkah awal pelayanan yang otentik dan konkrit. Otentik dan konkrit artinya langkah awal ini dimulai dari kegelisahan terhadap kondisi masyarakat sekitar yang secara nyata dihadapi sehari-hari dan dialami oleh penggiat baik secara langsung maupun tidak langsung.

Langkah awal, menjadi tahap yang paling menentukan bagi keberlanjutan pelayanan. Melalui metode dan perangkat yang diperoleh dari workshop ini, penggiat mampu merumuskan langkah awal tersebut. Sekaligus menjadi media sinergi antar simpul Maiyah dan sebagai media pembelajaran bersama.