Wasilah Silaturahmi Bernama Reboan

RABU 12 Juni 2019, rabu pertama setelah libur Idul Fitri dan saya menunggu datangnya hari tersebut untuk dapat pergi mengikuti forum Reboan di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat.  Entah sudah berapa kali forum reboan dilakukan oleh Simpul Penggiat Kenduri Cinta, yang jelas saya pribadi baru mengikuti kegiatan mingguan ini pada Desember 2017 lalu, itupun tidak rutin tiap minggu saya bisa hadir.

Jarak kurang lebih 50 Km dari tempat saya tinggal di daerah Balaraja – Banten, bukanlah  menjadi halangan namun kepadatan lalu lintas sebagai ciri khas Kota Jakarta dan daerah penyangganya membuat pengaturan waktu menjadi hal yang penting untuk dapat hadir di forum tersebut.

Peningkatan fasilitas transportasi seperti bus Trans Jakarta, Commuter Line (KRL), Light Rail Transit (LRT), dan Mass Rapid Transit (MRT), selain untuk memberikan kenyamanan kepada penduduk Kota Jakarta dan daerah penyangga seperti Bogor, Depok, Bekasi dan Tangerang (Bodetabek), juga diharapkan dapat membantu mengurai kepadatan lalu lintas di Ibukota. Fasilitas KRL mulai menjadi moda transportasi pilihan masyarakat urban menuju tempat aktivitas mereka, selain dinilai lebih efisien dan terhindar dari kemacetan, pelayanan KRL ini sudah tercatat 79 stasiun di wilayah Jabodetabek.

Melihat data PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) Juni 2018, KCI telah memiliki 900 unit KRL, rata-rata pengguna KRL per hari mencapai 1.001.838 pengguna ada hari kerja dan pelayanan ini terus ditingkatkan dengan melihat target 2019 dapat melayani 1,2 juta penumpang per hari dengan fasilitas armada hingga 1.450 unit. Keberadaan fasilitas transportasi ini tentunya mempengaruhi perkembangan industri properti dengan ditandai pengembangan proyek-proyek perumahaan di wilayah penyangga Bodetabek.

Maraknya pengembangan proyek properti didaerah penyangga terutama di daerah yang memiliki kedekatan dengan akses transportasi ini tentunya membuat semakin menjamurnya profesi abadi disetiap bidang usaha yakni perantara antara penjual dan pembeli. Calo tanah, broker, mediator, makelar, agen properti, konsultan properti sebutan-sebutan identitas profesi di bidang perantara ini. Dari yang berpendidikan tinggi, sekolah luar negeri sampai dengan penggarap lahan yang setiap hari menggarap lahannya dan tergiur untuk menjualnya tanpa dipikir kembali kepada pembeli. Dari preman-preman penduduk pendatang dan jawara-jawara lokal sampai tokoh-tokoh masyarakat baik perangkat desa maupun ustadz/kyai pemilik pesantren banyak yang mencoba peruntungan dibidang perantara ini.

Profesi abadi ini memang memiliki keunikan tersendiri menurut saya, dari pergaulan dengan mereka sejak tahun 2000 membuat saya dapat belajar banyak tentang sifat dan karakter manusia. Apakah 19 tahun bersentuhan langsung dengan para perantara merupakan tanda dari akhir masa remaja dan menuju masa kedewasaan? Sebagai manusia dengan kodrat gampang terperdaya tentunya banyak hal yang perlu dibenahi agar dapat berproses menjadi manusia yang seharusnya.

Apa yang membedakan orang disebut calo, broker, mediator, makelar, agen properti ataupun konsultan? Apa karena harga kopi atau tempat berkumpul mereka, sehingga perantara yang berdiskusi dengan kopi harga 4.000 di bale-bale pinggir sawah, kita sebut mereka calo, tapi bila harga kopi dengan disertai pajak dan berdiskusi di café-café kita  baru menyebut mereka broker? Apa karena penampilannya cenderung seenaknya, rambut gondrong, muka sangar kita panggil mereka makelar sedangkan penampilan necis, klimis, berdasi kita panggil mereka mediator? Yang pasti menurut saya, pembeli dan penjual tidak pernah dapat berhubungan langsung tanpa peran para perantara ini apapun panggilannya.

Sebagai manusia dengan jam terbang 19 tahun di industri dengan kepadatan putaran uangnya dan mempunyai sifat dasar suka berlebih-lebihan, acap kali saya merasa sedang memaksakan diri untuk menunjukkan kepada orang lain bahwa telah berpengalaman, telah memiliki kematangan emosional agar dapat bermanfaat bagi orang lain. Padahal semenjak saya mengikuti kegiatan maiyah, saya belajar memahami justru pada saat saya bertindak seperti itu malah merusak esensi kedewasaan dalam bertindak.

Dewasa adalah bukan hasil proses rekayasa, tapi merupakan pencapaian dari rentetan kejadian dan tahapan. 19 tahun adalah masa yang sangat penting dalam perjalanan hidup manusia, karena pada tahapan ini manusia membuat pilihan dan terlibat dalam berbagai kegiatan yang mempengaruhi hidupnya dimasa depan. Beruntung saya dapat belajar dilaboraturium Kenduri Cinta dengan kawan-kawan yang memiliki pengalaman selalu berusaha memanusiakan satu sama lain selama 19 tahun juga.

Bergaul bersama di forum reboan membuat saya mempelajari makna dari sebutan perantaran lainnya, yakni wasilah. Sesuatu yang dapat membawa dekat kepada Pencipta dapat disebut wasilah. Kumpulan orang yang dekat dengan Tuhan dapat menjadi wasilah agar saya dapat ikut semakin dekat denganNya. Ibadah dan amal kebaikan juga dapat menjadi wasilah kepadaNya. Sehingga bersyukur adalah tindakan yang wajib saya lakukan, ketika bisa mulai menjadi akrab dengan kawan-kawan penggiat Kenduri Cinta.

Terima kasih Kenduri Cinta, perkenalan dengan organisme ini membuat saya tidak lagi memusingkan sebutan perantara yang saya anggap mereka sahabat terbaik di industri properti tanah air, semoga 19 tahun perjalanan mengenal mereka bisa membuat saya tetap berpegang teguh kepada tali-tali agama dan petunjuk-petunjukNya, serta selalu berusaha berada dalam ketaatan sesulit apapun situasi yang ada.

Mudah-mudahan dengan menjaga tali silahturami pembelajaran dengan Simpul Maiyah Kenduri Cinta juga dapat menjaga iman saya dan terus mempelajari makna dari berjamaah, karena pada dasarnya manusia itu lemah disaat sendiri dan bisa kuat ketika berjamaah.