Tut Wuri Handayani 02

Tut Wuri Handayani 02
Pambuko maiyah gambang syafaat edisi Maret 2015

Seorang kakek memimpin sholat dengan dimakmumi para cucunya yang sudah beranjak aqil baligh. Seusai sholat, si kakek memandu sholawat, wirid, tahlil, hingga doa. Setelahnya masuk sesi “tut wuren” yakni tanya jawab antara sang kakek dan cucu-cucunya.


Cucu pertama bertanya: “Kek, apa karena kita punya mata maka kita harus bersaksi?”

Cucu kedua bertanya: “Kek, apa karena kita punya hati maka kita harus bersaksi?”

Cucu ketiga bertanya: “Kek, apakah karena kita punya telinga maka kita harus bersaksi?”

Cucu keempat bertanya: “Kek, apa karena kita punya akal maka kita harus bersaksi?”

Sang kakek tersenyum dan mulai menjawab: “Cucu-cucuku. Karena kita diberi mata dan karunia penglihatan-Nya, maka selayaknya untuk menyaksikan-Nya. Karena kita diberi hati maka kita diberikan rasa untuk menyaksikan manis di dalam gula, pedas di dalam lombok… meskipun manis dan pedas itu tak lagi tampak oleh matamu. Karena kita diberi telinga maka kita diberikan petuah dan hasutan. Ketika kesaksianmu beriman pada petuah maka kamu akan mendapatkan petunjuk yang manis. Ketika kesaksianmu beriman pada hasutan kamu akan mendapat benturan yang pedas.

“Maka selain hati, gunakan pula akalmu, sebab kamu bisa tertipu mana petuah dan mana hasutan jika hanya menggunakan telingamu. Disitulah fungsi kesaksian, ketika mendapat petunjuk tidak takabur, ketika mendapat benturan tidak kufur, sebab kualitas kesaksianmu menjadikanmu pejuang yang tak cengeng untuk berbaik sangka kepada apapun cara Gusti Allah mengajari terus pandai menyaksikan-Nya.”


Simaklah kisah tentang daun ini :

Daun yang menjadi saksi

Karena daun menjadi bagian dari pemeran kehidupan, maka dia punya tuan yang memberinya tugas dan peran, tuan itu adalah yang menciptakan kehidupan. Dan yang menciptakan kehidupan itu menghadirkan wujudNya yang tak berbatas kepada wujud ciptaan-Nya yang sangat terbatas. Wujud yang teduh dan segar sedikit ditampakkan menjadi daun, sedangkan untuk wujud yang semarak dan berseri sedikit dititipkan pada bunga atau bulu. Maka keberadaan daun langsung menjadi bukti keberadaan-Nya.

Daun tidak berani mengalihkan fungsinya menjadi bunga atau menjadi bulu. Karena peran yang dia emban selalu disaksikan. Apakah dijalankan dengan baik atau tidak, atau menyeleweng atau tidak. Bagaimana pun daun tak mampu menghindar karena cara menyaksikan perannya terletak pada peran itu sendiri.

Maka, dimana ada daun di situ ada saksi, penyaksi, yang disaksikan dan Yang Menyaksikan. Dan untuk menemanimu hidup tetap terjaga dalam kesaksian, Tuhan menciptakan daun untuk telingamu dan menjadikan daun untuk pintu hatimu.

Wallahu a’lam bishawab.