Silaturahmi Anggota Dewan Komisioner dan Pegawai OJK

Selasa, 9 Juli 2013, Cak Nun diundang oleh Otoritas Jasa Keuangan untuk mengisi acara Silaturahmi Anggota Dewan Komisioner dan Pegawai OJK. Acara diawali dengan pembacaan Al-Quran dan beberapa sambutan dari perwakilan OJK. Sebelum menyapa peserta dengan mengucap salam, Cak Nun justru terlebih dahulu mengajak peserta untuk mengkaji kalimat itu Assalamu’alaikum lebih mendalam.

Ucapan salam itu bukan urusan Islam atau bukan Islam, bukan pula merupakan bentuk formalitas agama apapun. Assalamu’alaikum merupakan inisiatif janji yang pengucapannya seharusnya dihitung berdasarkan kesanggupan si pengucap untuk memenuhinya. Maka dia bukan kewajiban, tapi begitu mendengar orang lain mengucapkan salam, kita punya kewajiban sosial untuk menjawab janji itu.

Assalamu’alaikum atau Keselamatan untukmu merupakan janji untuk tidak mengatakan atau melakukan apapun yang akan membuat pihak lain tidak selamat. Keselamatan ini mencakup keselamatan martabat, keselamatan nyawa, dan keselamatan harta. Martabat terletak di urutan pertama karena nanti setelah nyawa hilang dan harta kita tinggalkan, yang tersisa hanyalah: kita dikenang sebagai orang yang bermartabat atau tidak. Dengan begitu, dengan mengucap Assalamu’alaikum berarti kita mengucapkan janji untuk tidak menghina, tidak membunuh, dan tidak mencuri. Letaknya OJK adalah di bidang janji tidak mencuri.

JEMBATAN INTERVAL RAHMAT DAN BAROKAH

Rahmat itu universal sifatnya, diberikan oleh Allah kepada semuanya. Sementara barokah merupakan hasil dari budidaya manusia dalam mengelola rahmat Allah. Maka Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh merupakan janji keselamatan untuk menjembatani interval antara rahmat Allah dengan barokah.

Allah memberikan padi, manusia dengan daya upayanya mentransformasikannya menjadi beras, nasi, dan olahan-olahan lain yang bermanfaat. Supaya padi menjadi barokah, harus ada perjanjian dan policy negara serta sistem budaya.

Untuk menjadi jembatan keselamatan keuangan Indonesia, Cak Nun berpesan kepada para peserta untuk benar-benar siap menjadi jembatan. Itu artinya siap untuk telentang dan tidak boleh kaget atau mengeluh ketika diinjak-injak orang banyak. “Kalau tidak mau susah jadi karyawan OJK, jangan jadi karyawan OJK. Anda harus siap untuk difitnah dan dilawan banyak orang,” tegas Cak Nun.

Pesan berikutnya dari Cak Nun adalah memberangkatkan niat bekerja di OJK untuk mempersembahkan cinta kepada bangsa dan negara. Cinta itu bukan urusan akan dibalas atau tidak. Urusan cinta adalah semata-mata mempersembahkan cinta itu sendiri.

“Mudah-mudahan OJK bisa menambah kuota rahmat Allah menjadi barokah. Di Indonesia ini rahmat Allah sedemikian besarnya, tapi yang menjadi barokah di bawah 70%. APBD saja 70%-nya digunakan untuk belanja pegawai dan pemerintahan. Yang untuk pembangunan rakyat paling cuma 30%. Bahkan ada yang hanya 10%. Rahmat Allah tidak menjadi barokah bagi rakyat. Kalau rahmat Allah ibarat matahari yang memancar, pemerintahan menjadi bulan yang menutupi cahaya matahari saat gerhana,” tutur Cak Nun kepada para pegawai OJK siang itu.

Rahman adalah cinta horizontal yang meluas dan mencakrawala, tak berbatas. Rahim adalah cinta yang mendalam atau meninggi. Cinta bangsa lebih dahulu, baru cinta pribadi.
Emha Ainun Nadjib

TUHAN TERDIRI DARI TUHAN ITU SENDIRI

Cak Nun mengawali forum malam itu dengan sebuah pertanyaan analogis, “Kalau seorang ibu rumah tangga bikin tempe, terlebih dulu dia harus membeli kedelai di pasar. Kalau Tuhan bikin manusia, Tuhan kulakan apa sebagai bahannya, dan di mana? Tidak ada zat, benda, hakikat, dan apapun saja kecuali Tuhan itu sendiri. Maka kalau kemudian ada alam semesta, ada manusia, sesungguhnya alam semesta dan manusia itu terdiri dari Tuhan itu sendiri.”

Di OJK yang berperan sebagai tuan rumah adalah yang jabatannya paling tinggi. Tuan rumah adalah yang memiliki, yang membuat, yang memegang saham. Tuan rumah adalah pemilik sejati. Cak Nun kemudian melontarkan pertanyaan, “Dirimu itu tuan rumahnya siapa? Hidupmu bukanlah hidupmu, hatimu bukanlah hatimu, engkau tidak menjalankan aliran darahmu, engkau tidak bisa menghentikan detak jantungmu, engkau tidak pernah memiliki apapun dalam hidupmu sehingga tuan rumahmu pasti bukanlah engkau. Tuan rumahmu adalah Tuhan itu sendiri.”

Cak Nun juga berpesan supaya OJK memperjelas karakter SDM OJK yang semestinya. Harus mampu ditemukan sejak awal dia harus berkarakter bagaimana, baik sebagai manusia, sebagai warga negara, sebagai orang beragama, dan juga harus ada karakter yang dilahirkan secara manfaat dari latar belakang yang bermacam-macam.

“Kalau anda mau bangkit, kan harus jelas dulu bangkit itu apa. Kalau anda tidak kenal diri anda, bagaimana bisa bangkit? Kalau diri anda macan, bangkitnya dengan meloncat dan berlari. Tapi kalau anda ular, bangkitnya ya dengan melata. Anda ini siapa? Bangsa anda ini bangsa apa? Masa ayam mau terbang?”

Kalau tidak mau susah jadi karyawan OJK, jangan jadi karyawan OJK. Anda harus siap untuk difitnah dan dilawan banyak orang.
Emha Ainun Nadjib

MELUAS DULU BARU MENDALAM

Silaturahmi —tema dalam acara— artinya adalah tali atau penyambung kasih sayang. Kasih sayang itu sendiri ada bermacam-macam. Di dalam kalimat Bismillahirrahmanirrahiim, kita temukan dua macam kasih sayang: rahman dan rahim, yang tidak boleh dibalik urutan penyebutannya. Ini bukan karena doktrin, melainkan karena kalau penyebutannya dibalik menjadi tidak ilmiah dan sangat tidak menyelamatkan.

Rahman adalah cinta horizontal yang meluas dan mencakrawala, tak berbatas. Rahim adalah cinta yang mendalam atau meninggi. Cinta bangsa lebih dahulu, baru cinta pribadi.

Saking tidak terbatasnya, dimensi horizontal gampang dipakai untuk penipuan-penipuan dalam tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Contohnya dalam penentuan Greenwich Mean Time (GMT) di London karena pada waktu itu Inggris menang perang lawan Prancis. Tapi kalau mau ditelusuri secara kosmologi, Allah menciptakan galaksi-galaksi dalam alam semesta ini dalam jajaran genjang, di dalamnya ada 7 lapisan. Setiap planet pun lapisannya juga 7. Dengan seluruh sistem garis 7 ini, anda akan menemukan titik tengah waktu terletak di Kabah.

“Kalau anda mengawasi siapa yang melakukan penyelewengan keuangan, itu kan berarti anda sedang menjalankan rahman-rahim, di mana hukum hanya merupakan aplikasi fisiknya. Kalau anda biarkan keuangan dikelola secara tidak benar, dibocor-bocorin, itu berarti anda melanggar keselamatan bersama. Untuk menjaga keselamatan bersama ini anda harus punya sifat mendahulukan cinta sosial daripada cinta pribadi,” tukas Cak Nun.

PhotoGrid_1373427838247

COHESIVENESS DALAM EMPAT BENTUK

Menjelaskan tentang kata cohesiveness, ada empat kata yang kita kenal dalam bahasa Indonesia yang masing-masing berasal dari filosofi yang jelas. Ada rakyat, masyarakat, serikat, dan umat. Rakyat berasal dari kata ra’yah. Kullukum ra’in wa kullu ra’in mas’ulun ‘an ra’iyyatihi. Setiap kita adalah pemimpin dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Jadi rakyat adalah kumpulan manusia yang merupakan pemimpin tertinggi dari sistem yang ada dalam negara. Rakyat letaknya selalu paling tinggi, di atas kepala manusia pemimpinnya.

Kalau dalam khasanah Jawa ada lagu Gundul Pacul. Lagu itu mengandung makna: kalau kita masih kanak-kanak, masih gundul, kita masih diperbolehkan bermain-main sesuka hati, gembelengan. Tapi begitu kita letakkan bakul kesejahteraan rakyat di atas kepala, sekali main-main bakul tadi akan jatuh dan nasinya tersebar ke mana-mana. Ini merupakan ajaran kepemimpinan politik dari lagu-lagu Jawa. Dan cerdasnya Sunan Kalijaga yang menitipkannya kepada anak-anak. Anak-anak selalu setia, maka lagu itu masih bertahan sampai sekarang.

Kalau rakyat adalah orang yang berkumpul dengan memegang kepemimpinan, masyarakat adalah orang yang berkumpul karena bersepakat untuk mengadakan sesuatu secara bersama-sama dengan pandangan yang relatif sama. Masyarakat dalam lingkup yang lebih teknis dan fakultatif disebut serikat. Sementara umat adalah orang yang berkumpul karena memiliki sumber ibu nilai yang sama.

Cak Nun kemudian bertanya, “OJK posisinya sebagai lembaga negara atau lembaga pemerintah?”

Peserta menjawab kompak, “Lembaga negara!”

Cak Nun: “Dananya berasal dari mana?”

Peserta: “Dari pemerintah!”

Cak Nun: “Pemerintah sama negara tinggi mana? Yang melantik pimpinan di sini siapa?”

Peserta: “Mahkamah Agung.”

Cak Nun: “Mahkamah Agung itu posisinya di bawah atau di atas presiden? Di atas, karena merupakan lembaga negara.”

Pertanyaan-pertanyaan tersebut dilontarkan oleh Cak Nun untuk menekankan agar semua karyawan OJK memiliki kesadaran bahwa negara berbeda dengan pemerintah. Di Indonesia, yang terjadi adalah silang-sengkarut antara keduanya. Pimpinan KPK misalnya, justru dilantik oleh presiden — pihak yang justru paling harus diawasinya.

Cak Nun sampaikan, “Suatu hari kalau tidak dibenahi pemahaman yang tepat secara konstitusional antara perbedaan negara dan pemerintah, pemerintah dengan sistem otoritasnya, maka seluruh perilaku kebaikan tidak akan pernah ada tempatnya. Presiden adalah kepala rumah tangga, bukannya kepala keluarga. Rakyatlah kepala keluarganya. Kementerian juga hanya merupakan bagian dari urusan rumah tangga yang dikontrak untuk mengurusi teknis rumah tangga.”

Hidupmu bukanlah hidupmu, hatimu bukanlah hatimu, engkau tidak menjalankan aliran darahmu, engkau tidak bisa menghentikan detak jantungmu, engkau tidak pernah memiliki apapun dalam hidupmu sehingga tuan rumahmu pasti bukanlah engkau. Tuan rumahmu adalah Tuhan itu sendiri.
Emha Ainun Nadjib

SEJARAH PERSEMAKMURAN NUSANTARA

Indonesia menjadi NKRI karena aspirasi yang lahir dari Kerajaan Mataram II, yaitu ketika Panembahan Senopati menjadi raja dan dia tidak mau meneruskan tradisi negara persemakmuran yang sudah dijalankan sejak Hayam Wuruk dan Gajah Mada.

Gajah Mada adalah perdana menteri yang hanya bisa melakukan hal-hal yang diijinkan atau disarankan oleh Hayam Wuruk sebagai kepala negara. Majapahit merupakan negara persemakmuran, sehingga tidak ada setoran dari daerah ke pusat. Sekarang di Indonesia, yang menentukan persentase penerimaan untuk pusat dan daerah adalah “Jakarta” sendiri. Beginilah negara kesatuan.

Majapahit hanya berperan sebagai koordinator, dan ini berasal dari gagasan Hayam Wuruk dan Gajah Mada. Hayam Wuruk tidak mungkin dikudeta oleh Gajah Mada meskipun Gajah mada lebih hebat, karena sesungguhnya Hayam Wuruk adalah anak dari Gajah Mada.

Seperti Gajah Mada, Sunan Kalijaga juga hidup selama lebih dari 125 tahun. Sunan Kalijaga lah yang mentransformasikan Majapahit menjadi Demak melalui perundingan dengan Gajah Mada. Transformasi ini bukan untuk menghancurkan Majapahit. Waktu itu infrastruktur Majapahit hancur karena ada luapan lumpur yang luar biasa. Sunan Kalijaga membentuk negara persemakmuran baru yang dinamai Demak. Diangkatnyalah sebagai raja, anak ke-13 dari Prabu Brawijaya V. Sementara sebagai panglima perangnya, anak ke-2. Sejumlah 117 anak-anaknya yang lain dibagi ke seluruh Nusantara menjadi kepala tanah-tanah perdikan. Tanah perdikan ini sifatnya adalah kemakmuran dan kebudayaan, sehingga gelar kepalanya adalah Ki Ageng atau Ki Gede.

Meskipun sejarah kita adalah sejarah persemakmuran, ini bukan berarti Indonesia harus berubah total menjadi negara persemakmuran. Indonesia harus punya semangat persemakmuran, karena kalau tidak, daerah hanya akan dimain-mainin sama Jakarta. Orang-orang daerah akan semakin ingin ke Jakarta untuk menindas daerah.

OJK harus punya cita-cita nasional yang benar landasannya. Anda harus punya cita-cita kebangsaan, sebab kalau cita-citanya hanya sebatas mengerjakan sesuatu di wilayah tertentu saja, nggak akan kuat idealisme dan integralitas anda.
Emha Ainun Nadjib

Lebih detail, Cak Nun sampaikan, “Kita saat ini adalah negara kesatuan tanpa pengaturan yang tegas. Maka saya dulu sangat concern untuk menurunkan Soeharto dan menaikkan Gus Dur. Waktu itu saya kerja ekstra keras. Rencana awal dari rundingan kami waktu itu adalah membentuk Komite Reformasi yang terdiri dari tokoh-tokoh reformis. Komite Reformasi ini akan berperan sebagai MPRS yang tanggal 21 Mei akan bertugas mengangkat kepala negara, sementara untuk mengadakan Pemilu paling lambat dalam jangka waktu 1 tahun. Dengan begitu, kami harapkan tidak ada lagi kabinetnya Soeharto, tidak ada lagi kroni-kroni Soeharto. Tapi ternyata tidak bisa terwujud karena calon kepala negara kita justru menghalangi lahirnya Komite Reformasi. Tapi mungkin itu Tuhan sedang menolong kita. Dia sendiri yang menghalangi anak tangganya.

“Yang terjadi kemudian bukanlah seperti yang kami rundingkan. Waktu itu Soeharto bukan diturunkan, karena mahasiswa tidak mampu menurunkan Soeharto. Kalau mampu, tentu sangat mudah mereka menurunkan SBY. Pak Harto tidak takut kepada mahasiswa, TNI, LSM. Pak Harto takut kalau rakyat marah. Pasca penjarahan pada peristiwa Trisakti, Pak Harto menggigil badannya ketakutan.

“Pak Harto bersedia turun. Yang menyarankan ada lima orang: Cak Nur, Utomo Dananjaya, Malik Fajar, Mas Drajat, dan saya. Kami kasi surat ke Pak Harto lewat Saadilah Mursyid. Pak Harto setuju, malam harinya telepon Cak Nur, dan Cak Nur telepon saya. Pak Harto mau turun tapi minta ditemani dalam proses turunnya, jangan sampai ada keributan.

“Pak Harto setuju dengan rancangan Komite Reformasi supaya ada peralihan yang aman, tapi kemudian tanggal 20 siang Komite Reformasi digagalkan oleh Amien Rais. Yang membentuk kabinet kemudian justru Pak Ginanjar. Pak Habibie ditodong oleh teman-teman reformis yang kemarin ikut rundingan juga. Ternyata mereka nggak benar-benar berjuang. Mereka ingin jadi menteri, dan benar mereka kemudian menjadi menteri. Saya kaget, maka saya memutuskan untuk berhenti dari televisi dan koran, saya keliling Indonesia untuk melakukan kegiatan salawat.

“Ketika PDIP dan orang Islam mulai tegang —masing-masing merasa punya hak untuk memimpin Indonesia— dan situasinya saya lihat akan bentrok, saya korankan wacana mengenai pemimpin yang dibutuhkan Indonesia. Dia bukan politisi tapi orang tua, atau istilahnya panembahan, begawan, atau resi. Raden Patah sebelum menjadi raja dikawal oleh Sunan Ampel dan Sunan Kalijaga dalam administrasinya.”

Singkat cerita, Cak Nun lalu mengusahakan “naiknya” Gus Dur, keturunan Pangeran Benowo IX. Hancurnya Indonesia ketika itu karena Pajang sudah tidak dipimpin dengan baik sehingga peralihan kekuasaan tidak kepada orang yang semestinya, justru kepada anak sempalan bernama Jebeng Sutawijaya yang kemudian tidak meneruskan tradisi Majapahit, Demak, dan Pajang, tapi justru menciptakan Negara Kesatuan Mataram yang kelak akan pecah menjadi Jogja dan Solo. Antara ayah Pangeran Benowo yang sunni dan Arya Penangsang yang syiah terjadi konflik serius, sampai terbunuhnya Arya Penangsang hingga terburai ususnya. Pangeran Benowo lari, menyepi ke Banyumas menjadi seorang sufi. Di sana beliau mendirikan pesantren, kemudian kelak kawin dengan Mangir, sampai ke Kolopaking dan sebagainya. Mereka kemudian kembali ke Demak, lalu reimigrasi ke Jombang. Maka Gus Dur itu imigran di Jombang.

Gus Dur akhirnya bersedia, lalu Cak Nun mengatur bagaimana supaya Golkar dan PPP memilih Gus Dur. Dalam sehari Cak Nun menemui tiga orang: Akbar Tanjung, Hamzah Haz dan Pak Harto. Pak Harto harus menganggukkan kepala dulu soal ini. Setelah proses 2,5 jam, terjadi kesepakatan.

“Setelah Gus Dur naik, ya saya jadi menyesal sendiri. Waktu itu saya temui Gus Dur di Hotel Mulia, saya kemukakan dua syarat kepada beliau, pertama: Aceh harus beres, dan kedua: Gus Dur tidak boleh seperti raja-raja Jawa yang mengaitkan diri ke Nyi Roro Kidul. Karena mulai Panembahan Senopati itu raja-raja Jawa mengubah dasar politiknya, dari yang semula Hindu-Buddha, kemudian dialihkan ke Walisongo, lalu ke Nyi Roro Kidul,” terang Cak Nun.

Anda (OJK) sedang mengerjakan wilayah terpenting dari bangkitnya Republik Indonesia yang gagal bangkit pada 1998.
Emha Ainun Nadjib

Saya ceritakan dari awal sampai akhir ini untuk menunjukkan bahwa pekerjaan OJK tidak tergantung pada perubahan kenegaraan ini. Kalau sistem konstitusional tetap seperti ini tingkat kesulitan anda akan lebih tinggi dibanding kalau nanti ada perubahan konstitusi. Saya tidak membayangkan bahwa Indonesia akan melakukan revolusi, nggak juga, tapi saya ingin ingatkan bahwa anda bermain di lapangan yang sangat susah.

“Jangan sampai pekerjaan OJK ini menjadi pekerjaan yang parsial. OJK harus punya cita-cita nasional yang benar landasannya. Anda harus punya cita-cita kebangsaan, sebab kalau cita-citanya hanya sebatas mengerjakan sesuatu di wilayah tertentu saja, nggak akan kuat idealisme dan integralitas anda. Anda harus punya gairah kebangsaan. Anda sedang mengerjakan wilayah terpenting dari bangkitnya Republik Indonesia yang gagal bangkit pada 1998.

“Tolong ingat, salah satu psikologi dan budaya yang melatarbelakangi wilayah yang akan anda tangani. Orang Indonesia itu secara keseluruhan hatinya belum lega. Semua masih merasa hak-haknya belum dipenuhi oleh pemerintahan yang manapun, maka mereka masih nggak terima. Maka mereka susah diajak berbuat baik. Menaati lampu merah saja sulit sekali. Bayar pajak juga takut digayusi.

“Sebagai perbandingan, Maroko merupakan negara yang miskin sekali, tak punya sawah, tambang, atau minyak. Tapi formula kenegaraannya benar dan kerajaannya beriktikad baik. Semua infrastruktur berjalan dengan baik, bahkan di daerah padang pasir pun pohon-pohonnya luar biasa. Raja juga memutuskan, apapun yang terjadi di dunia muter, sembako harus murah untuk rakyat. Entah bagaimana cara mengatur subsidinya, di sana air minum, listrik, sekolah dari TK sampai S3, pengobatan dari flu sampai operasi kanker, semuanya gratis.

“Sangat jauh dengan keadaan kita. Pantura begitu-begitu saja selama 40 tahun. Sekarang di Jogja dibangun jalan layang, tapi justru di tempat yang tidak membutuhkan jalan layang. Harusnya kalau niatnya bener kan dibangun di Bulaksumur, bukan di Jalan Magelang. Di sini orang membangun semata-mata karena proyek. Semakin tidak bagus bangunannya justru semakin bagus karena prospektif untuk proyek berikutnya.

“Tapi saya tidak mau dibuat sedih oleh Indonesia, maka saya ke mana-mana untuk membesarkan hari orang-orang yang putus asa. Anda sendiri jangan salah sangka bahwa hidup itu enak. Hidup memang susah, maka jangan mengandalkan hasil. Andalkanlah keikhlasanmu dalam berjuang. Nikmatilah perjuangan. Sekarang orang sudah tidak bisa menikmati perjuangan. Orang tidak menikmati proses salat, misalnya.”

 

Cak Nun berpesan supaya OJK menciptakan corporate culture yang membuat seluruh karyawan menikmati pekerjaan mereka. Harus ada kreativitas budaya supaya tidak penuh dengan kemunafikan.

“Anda harus punya cita-cita kemuliaan dan kebangkitan bangsa. Anda harus menjadi prajurit sejati seperti Gajah Mada. Sumpah Palapa harus ada di dalam diri anda. Kalau tidak begitu, anda akan menggantungkan kegembiraan pada hal-hal di luar dirinya. Itulah sebodoh-bodohnya manusia. Kebahagiaan letaknya pada caramu memperlakukan apa saja yang datang kepadamu. Anda harus bisa menemukan gagasan pada apapun yang sedang anda alami sebagai bentuk kenikmatan hidupmu. Saya ke mana-mana tak punya tujuan kecuali menikmati perjalanan ini.”

Cak Nun kemudian mengakhiri uraiannya dengan mengajak semua peserta berdoa untuk kesehatan jiwa-raga, keselamatan keluarga, ketenteraman rumah tangga, dan kemudahan atas setiap urusan. “Mudah-mudahan OJK betul-betul menjadi detoksifikasi untuk begitu banyaknya racun yang sudah melanda bangsa Indonesia. Mungkin tidak banyak yang bisa dilakukan untuk sementara, tapi kalau suatu saat Allah memberi jalan, akan ada min haitsu la yahtasib, sesuatu yang tak terduga-duga,” Cak Nun menutup dengan doa.