Negara Hukum, Manusia Akhlak

Korupsi memang sudah sangat luar biasa di Indonesia, bahkan bukan hanya uang saja yang dikorupsi, berita juga dikorupsi. Rabu 30 November 2011, KPK mengadakan dialog kebudayaan dengan tajuk Negara Hukum, Manusia Akhlak. Bertempat di Pendopo Taman Siswo, Yogyakarta, KPK bersama Cak Nun dan Kiai Kanjeng menggelar event ini. Hadir dalam acara, Ketua KPK Busyro Muqoddas bersama Chandra M. Hamzah, Wakil Jaksa Agung Dharmono dan Kabareskrim Polri Sutarman. Selain itu, beberapa budayawan, seniman dan tokoh agama juga hadir, Sudjiwo Tedjo, M. Sobary dan Romo Sindhunata.

Seperti biasanya, dimana-mana, sebuah acara yang diselenggarakan oleh Cak Nun bersama Kiai Kanjeng memang diatur sedemikian rupa agar sedekat mungkin jarak antara pembicara dengan para hadirin yang menghadiri acara tersebut, sehingga saat acara dimulai, Cak Nun meminta para hadirin untuk mendekat ke arah panggung utama. Acara dibuka dengan lagu Sohibu Baiti, sebuah lagu yang menggambarkan kedekatan sang pencipta, Allah SWT dengan manusia, kemudian Sudjiwo Tedjo menyanyikan Titi Kolo Mongso diiringi oleh Kiai Kanjeng.

Cak Nun membuka acara dengan sebuah statement, bahwa Islam adalah rahmatan lil ‘aalamiin, bahwa Islam harus memberi kenyamanan dan kenyamanan kepada seluruh umat, memberi keamanan harta, nyawa dan martabat kepada seluruh manusia, sehingga mereka yang bukan Islam merasa nyaman ketika berkumpul dengan orang Islam. Cak Nun kemudian mempersilahkan pembicara satu persatu untuk menyampaikan poin-poin penting dari acara ini.

Busyro, Romo Sindhunata, Dharmono dan Sutarman bergantian berbicara di depan para hadirin. Busyro adalah sahabat Cak Nun ketika masih bersekolah di SMU Muhammadiyah 1 Yogyakarta, bahkan mereka adalah orang penting dalam IPM di zaman mereka, Cak Nun adalah Ketua IPM dan Busyro adalah Sekretaris IPM, walaupun menurut Cak Nun, kemudian beliau mundur dari Ketua IPM dan digantikan oleh Busyro. Acara mulai hangat, ketika Cak Nun dan Busyro bergantian saling serang, saling gojek mengingat masa lalu mereka saat masih sekolah. Bahkan Busyro memberi label “kiai mbeling” kepada Cak Nun. “Budayawan itu kalau disindir ndak boleh marah,” kata Busyro seraya disambut tawa para hadirin. Beliau melanjutkan, bahwa penegakkan hukum tidak boleh didasari atas kebencian, begitu juga menangani korupsi, maka acara dengan tajuk Negara Hukum, Manusia Akhlak direncanakan diselenggarakan di beberapa kota lain.

Pendekatan kepada masyarakat seperti demikain, memang sepertinya akan lebih memberikan banyak manfaat, dibandingkan pemberitaan lewat media, nyatanya, media saja sudah korupsi berita. Menurut Cak Nun, hukum itu letaknya berada di luar diri manusia, yang berada di dalam manusia adalah nurani dan akhlak. Jika nurani dan akhlak masih terjaga di dalam diri manusia, maka sudah tidak diperlukan aparat penegak hukum, sudah tidak perlu ada polisi di sekitar lampu merah. Ketika nurani dan akhlak sudah terbentuk, begitu lampu merah menyala, maka pengendara motor akan berhenti bukan karena ada pos polisi di dekat lampu merah, tapi karena nurani memberikan sinyal, bahwa lampu merah itu tandanya harus berhenti.

Romo Sindhunata kemudian menyampaikan, bahwa korupsi adalah perbuatan yang melawan nurani rakyat, korupsi adalah kejahatan kemanusiaan yang sudah sangat membahayakan di Indonesia, tiap hari bukan berkurang, malah bertambah banyak pelakunya. Menurut beliau, tanpa humanisme, maka Indonesia akan hancur. Selaras dengan judul acara malam ini, bahwa Manusia Akhlak akan membangun sebuah negara yang bersih, membuat Negara Hukum menjadi lebih kuat.

“Hukum itu letaknya di luar diri manusia, yang letaknya di dalam diri manusia adalah nurani dan akhlak.”

Kabareskrim Bapak Sutarman mengatakan, “KPK lahir, karena ketidakmampuan polisi dan jaksa dalam menangani korupsi. Saat ini Polri memiliki 44.000 penyidik di seluruh Indonesia, dan 97 penyidik di KPK.” Beliau menyadari, bahwa tidak mudah membuat mereka bersih, namun kita harus yakin pula, bahwa tidak semua polisi itu jelek, masih ada polisi yang benar-benar mnejalankan tugasnya dengan baik, sesuai amanah yang diberikan kepada mereka. Menurut Sutarman, manusia sekarang ini keblinger, karena menjadikan uang dan jabatan sebagai tujuan hidup mereka. Sejatinya, jabatan adalah amanah, namun justru dijadikan target. Beliau mengajak para hadirin untuk bersama-sama menegakkan hukum dengan adil, jujur dan benar.

Menurut Dharmono, setidaknya ada 3 penyebab sesorang melakukan tindak korupsi, karena terpaksa, karena kebutuhan dan karena mentalitas. Terpaksa karena saat itu ia sedang membutuhkan dana yang besar, untuk biaya kesehatan, pendidikan atau yang lainnya, karena kebutuhan hidup, istrinya minta sesuatu, anaknya minta dibelikan ini itu, dan yang paling membahayakan adalah karena memang mentalnya sudah terbentuk mental korupsi. Yang terjadi saat ini bukan ing ngarso sung tulodho, tapi justru ing ngarso mumpung kuoso. Menurut Dharmono, korupsi terjadi karena aji mumpung, mumpung berkuasa, mumpung sedang menjabat jabatan penting dan aji mumpung lainnya.

“Islam itu adalah input, output-nya adalah hubungan baik dengan sesama manusia,” Cak Nun mencoba meralat salah seorang penanya yang mengatakan bahwa kriteria pemimpin harus dilihat juga dari solatnya, ibadahnya dan lain sebagainya.

Acara semakin seru ketika Cak Nun, Busyro dan Sudjiwo Tedjo saling serang gojekan. Mungkin hanya dalam acara tadi malam, seorang Busyro Muqoddas di-pisuhi oleh Cak Nun. Menurut Busyro, faktor keluarga juga seharusnya menjadi pengawas seorang kepala keluarga dalam mencari nafkah, ketika seorang kepala keluarga pulang membawa sebuah mobil mewah atau uang yang banyak, seharusnya istri dan anak-anaknya menanyakan darimana asalnya, bukan justru mendorong untuk melakukan tindakan korupsi yang lebih besar lagi. Beliau menganalogikan, jika memiliki istri lebih dari 1, bisa jadi penyebab tindakan korupsi. Dari sektor migas, KPK baru saja menyelamatkan uang negara sebesar 156 Triliun yang sebelumnya sudah berada di luar negeri. Cak Nun mengatakan “Kita masih optimis bahwa kita akan menuju Indonesia yang lebih baik, saya akan pasang badan, ikut bertanggung jawab jika ada apa-apa terhadap Pak Busyro.”

Chandra M Hamzah melengkapi apa yang disampaikan oleh Busyro, “Yang kurang dari pemberantasan korupsi di Indonesia adalah niat.” Tidak hanya niat dari penegak hukumnya, namun juga niat dari presidennya, anggota DPR-nya, menterinya dan semua elemen bangsa ini.

Acara ditutup dengan lagu Kemesraan, seluruh narasumber bernyanyi bersama para hadirin, diiringi oleh Novia Kolopaking dan Kiai Kanjeng.

[Teks: Fahmi Agustian]