Mukadimah: RAKAAT PANJANG

MUKADIMAH KENDURI CINTA november 2016

LEBIH DARI dua dekade sudah Maiyah tumbuh membersamai masyarakat Indonesia, merangkul semua elemen masyarakat Indonesia, lintas agama, lintas suku, lintas generasi, lintas strata ekonomi, dan Maiyah menjahit itu semua dalam satu wadah. Ribuan orang berkumpul dalam sebuah forum yang egaliter, menyeluruh, istiqomah dan simultan. Maiyah menghadirkan pilihan diantara tawaran yang ada. Hari ini, lebih dari 31 Simpul dan Lingkar Maiyah tersebar di beberapa kota di Indonesia, bukan dalam rangka unjuk kekuatan atau bertujuan kepentingan politik praktis, tetapi Maiyah mengikrarkan diri untuk bersedekah kepada Indonesia melalui perjuangan yang kontinyu, karena Orang Maiyah menyadari bahwa Maiyah merupakan sebuah perjuangan panjang dengan irama dan nafas yang stabil dan istiqomah, bukan perjuangan jangka pendek dengan modal instant.

Sadarkah, bahwa batas-batas tugas dan fungsi sosial kontrol telah amburadul. Partai-partai Politik Islam danOrmas-ormas Islam yang semestinya menjadi wadah penyalur aspirasi Ummat Islam, kini menjadi bagian yang tindakannya abu-abu, tidak dapat dimengerti maksud dan efek dari pernyataan-pernyataan dan  sikap-sikapnya. Mengklaim merasa mewakili Ummat Islam tanpa bertanya dahulu, apakah pernyataan sikap-sikapmereka benar-benar mewakili amanah ummat atau justru malah mengkhianati amanah dari ummat. Dalam medio dua mingguan terakhir, Penguasa mendekat dan merapatkan diri kepada petinggi Organisasi Masyarakat Islam terbesar di Indonesia. Manufer politik ini justru menambah kecanggungan hubungan antar petinggi Ormas Islam dengan Ummat Islam sendiri. Sehingga, aspirasi sebagian masyakat Ummat Islam yangtidak tersalurkan tumpah dalam wujud aksi-damai unjuk rasa untuk mendapat perhatian Penguasa.

Inilah resiko hidup bernegara yang memaksakan diri untuk menganut Demokrasi. Reformasi yang digadang-gadang melahirkan perubahan yang signifikan, pada akhirnya justru hanya menjadi ajang perayaan kebebasan berpendapat. Dengan landasan Hak Asasi Manusia, orang saat ini merasa berhak untuk mendeklarasikan dirinya adalah pihak yang paling benar. Fenomena pemotongan kutipan-kutipan perkataanUlama dan beberapa tokoh semakin marak hanya untuk dijadikan sumber ledakan yang tidak begitu besar efeknya, namun hanya menambah perpecahan dalam internal Islam sendiri. Seolah-olah perpecahan akibat perbedaan khilafiyah dan furu’iyah belum cukup. Sementara itu serangan dan usaha penghancuran terhadap Islam terus terjadi dari luar Islam.

Pada Reformasi 1998, Cak Nun sendiri yang membuktikan bahwa kekuasaan Allah benar-benar hadir saat itu. Kesempatan untuk berdialog langsung dengan Pak Harto yang sebelumnya sudah memutuskan untuk bersedia mundur, diyakini oleh Cak Nun merupakan wujud dari kekuasaan Allah saat itu. Karena apabila saat itu tidak terjadi momentum untuk menyerahkan Ikrar Khusnul Khatimah, maka tidak akan pula terjadi pertemuan sebagian tokoh dengan Pak Harto, dan probabilitas terjadinya perang saudara antara TNI dengan Mahasiswa sangat terbuka lebar untuk terjadi. Hari ini, Indonesia harus benar-benar menyadari bahwa hanya kekuasaan Allah lah yang sanggup menyelamatkan Indonesia dari kehancuran yang sudah ada didepan mata. Indonesia tidak boleh sombong menyatakan diri bahwa ia mampu mengatasi semua ini.

Maiyah mengambil metode Jurus Jalan Panjang, Perjuangan panjang dengan nafas panjang, berfikir panjang, berhitung lengkap, energi simultan, stamina tangguh, tidak sumbu pendek, berstrategi komprehensif, presisi skala prioritas, cinta dan setia kepada firman Allah. Maiyah merintis lahirnya kekasih-kekasih Allah agar semakin banyak. Orang Maiyah menyadari benar dengan hati yang jernih bahwa turut campurnya Allah dalam membalas pengingkaran manusia adalah lebih karena kekasih-kekasih Allah tersakiti oleh pengingkaran dan kedzaliman yang terjadi. Sehingga Orang Maiyah berjuang untuk melamar kepada Allah agar dijadikan kekasihNya.

Orang Maiyah memahami bahwa; “inna nahnu nazzalna dzikra wa inna lahu lahafidzun”. Al Qur’an yang diturunkan oleh Allah kepada Rasulullah SAW tidak hanya sekedar diwahyukan kemudian tidak dijamin perlindungannya dari penistaan-penistaan. “Wa makaru wa makarallahu, wallahu khoirul maakiriin”, sekuat apapun manusia menyusun strategi pengingkaran, maka perlindungan Allah pun jauh lebih kuat dari yang mereka duga.

Perjuangan nilai-nilai Maiyah merupakan Rakaat Panjang, perjuangan nilai-nilai yang membutuhkan kontinyuitas dengan medan perang yang beragam. Pasukan perang yang siap untuk berjuang dalam peperangan yang berlangsung lama. Dengan kesiapan mental yang tangguh untuk menjalani pertempuran jangka panjang, setiap langkah sejak awal akan melecut semangat kekompakan pada langkah-langkah selanjutnya.

Ummat Islam di Indonesia hari ini menghadapi sebuah skenario besar perpecahan, skenario yang melibatkan persekongkolan internasional yang bekerja keras untuk menghancurkan Islam dan Indonesia. Mereka tidak menginginkan terwujudnya persatuan Ummat Islam di Indonesia, mereka sama sekali tidak mengharapkan Muslimin, orang-orang Islam menjadi Ummatan Wahidah di Indonesia. Bagi mereka, Islam tidak boleh merasuki Negara, bagi mereka Indonesia boleh maju dan berkembang, tetapi syaratnya harus menjadi Negara selain Islam.

Peristiwa unjuk rasa 4 November 2016 berlangsung damai. Kekhawatiran-kekhawatiran yang bermunculan akan terjadi huru-hara tidak terjadi. Meskipun ada lapisan-lapisan dan lipat-lipatan sekenario yang menginginkan terjadinya kerusuhan seperti 1998, dan pada moment itu tidak terjadi. Prosesi unjuk-rasa berjalan lancar dan damai. Tentu keberhasilan berlangsungnya peristiwa itu bukan semata-mata karena kemampuan aparat keamanan menjaga unjuk rasa ataupun kemampuan korlap aksi mengatur jalannya unjuk rasa. Hanya karena Allah Maha Besar aksi massa itu dapat berjalan dengan aman dan damai.

Rakaat panjang akan menjadi kuda-kuda kita semua. Bangunan dan syarat yang harus disiapkan, yaitu ketulusan untuk tidak memiliki peran apapun di negeri ini, selain peran-peran yang diberikan oleh Allah SWT kepada tiap-tiap orang. “innashalaatii wanusukii wamahyayaa wamamatii lillahi rabbil ‘alamin. Tidaklah mudah membuat kesimpulan dan mengambil sikap mengenai isu apapun ditengah kondisi masyarakat-demokrasi yang penuh siasat, belum tentu yang kita anggap benar adalah yang sebenarnya dan sebaliknya bisa saja apa yang kita anggap keliru ternyata adalah yang benar. Rakaat panjang akan senantiasa dipenuhi dengan Takbir dan “ihdinas shiratal mustaqim”.