Mukadimah POSTIMIS

Menggeliat sijabang bayi, terombang ambing ditengah permukaan kawah. Bunyi tangisnya tenggelam oleh gemulak lahar, namun pilu suaranya menembus ruang dan waktu, menggema menyelusuri relung-relung hati. Siapapun yang menyaksikan peristiwa itu pasti akan merasa iba, namun pertolongan apapun sia-sia. Berbagai makhluk dari penjuru semesta panik berdatangan, berusaha mengevakuasi, namun gagal. Garuda Jathayu sekalipun, akan terpanggang jika terbang di atas kawah Candradimuka. “Segeralah mati, segeralah mati” ratap tangis bidadari-bidadari ditepian mulut kawah, putus asa. Sementara ratusan kesatria kadewatan hilang harapan untuk menolong, akhirnya memutuskan untuk segera mengakhiri penderitaan sijabang bayi, menghujamkan berbagai senjata pusaka sekenanya. Namun bayi Wisageni tak kunjung menemui ajal.

Kawah Candradimuka hanyalah kuncup dari lautan lahar dalam perut bumi yang mulai mual menyaksikan berbagai adegan-adegan penuh kepalsuan yang dipertontonkan oleh umat manusia di muka bumi. Bumi pesimis kepada masa depan umat manusia, berpotensi memuntahkan lautan lahar dari perutnya, mampu melumat permukaan bumi sewaktu-waktu. Sedangkan bayi wisanggeni dipenuhi dengan harapan optimis untuk membongkar keadaaan ditengah kepalsuan-kepalsuan yang berserakan di muka bumi. Laire Wisageni (lahirnya Wisanggeni/Wisageni) bukan semata-mata mengenai sikap optimis atau pesimis, namun lebih kepada kreativitas untuk menyikapi keadaan. Berinisiatif membela yang benar, bertekad baik, berkarsa dan berkehendak untuk memperindah sepanjang laku kehidupan.

Sebelum kelahiran, keberadaan Wisageni diramalkan akan membawa petaka bagi kehidupan dunia pewayangan. Ironisnya, petaka itu diakibatkan karena Wisageni mengetahui pengetahuan yang sejati, terlampau pandai, selalu berkata jujur dan tidak tedeng aling-aling (tidak peduli lawan bicaranya). Tidak jarang Wisageni mbalelo (membangkang) terhadap Pandawa bahkan terhadap para Dewa.

Semenjak kebijakan pemerintah kadewatan banyak yang keliru, terjadilah huru-hara di dunia pewayangan. Anomali-anomali kejadian alam terjadi, lautan lahar dalam perut bumi mendidih, dan gejolak sosial bermunculan disana-sini. Ritual-ritual persembahan untuk kadewatan mulai ditinggalkan dikarenakan seringnya kebijakan pemerintah kadewatan tidak berpihak terhadap rakyat dunia pewayangan.

Aku tidak akan menyalahkan ayahku (Arjuna), ibuku (Dewi Dresanala) maupun kakekku (Bethara Brahma), bahkan aku berterimakasih dan memaklumi perlakuan mereka terhadapku. Aku juga tidak menyalahkan Lembaga Kadewatan yang tak mampu menyelamatkan aku, malah menginginkan kematianku. Namun, jika Lembaga Kadewatan tidak berjalan dengan semestinya dan hanya mementingkan eksistensi pribadi, maka jangan salahkan jika umat manusia meninggalkan ritual yang diselenggarakan Lembaga Kadewatan.

Bayi Wisageni tidak mati di Kawah Candradimuka berkat pertolongan dari Sang Hyang Wenang. Wisageni tumbuh menjadi pemuda pejuang pembela kebenaran bersama anak-anak Pandawa lainnya, seperti Gatutkaca, Antasena, Antareja, dan Abimanyu. Mereka tumbuh ditengah dinamika perebutan kekuasaan Negara Astina (Kurawa) oleh Amarta (Pandawa).

Meskipun sebagai anak Arjuna (satu diantara Pandawa lima), Wisageni senantiasa mengatakan bahwa hakikatnya bukanlah kemenangan Pandawa atas Kurawa, namun yang utama adalah terbentuknya pemerintahan Negara Astina yang mengutamakan kemakmuran rakyatnya. Sikap Wisageni yang tidak total membela Pandawa dan juga tidak memusuhi Astina seolah-olah nampak oportunis. Hal ini terbentuk karena pengalaman Wisageni yang paham bahwa Pandawa tidaklah 100% benar dan Kurawa tidak juga 100% salah. Wisageni bersama anak-anak Pandawa lainnya terus berjuang meskipun harus menjadi korban, mereka yakin bahwa Tuhan Semesta Alam tidak akan mensiasiakan perjuangan yang mereka lakukan, meskipun tidak ada satupun dari mereka yang kemudian menikmati zaman kemakmuran Astinapura.

Wisageni-wisageni zaman ini sudah dan akan terus bermunculan, berinisiatif menyuarakan benar yang sejati dari keadaan yang penuh kepalsuan. Bermunculan dari berbagai bidang, Wisageni Ekonomi, Wisageni Politik, Wisageni Hukum, Wisageni Budaya, Wisageni Pendidikan, Wisageni Teknologi, dan Wisageni-Wisageni lainnya. Wisageni postimis melakoni peran, semampu-mapu memperbaiki keadaan meskipun nyaris tanpa harapan, terus berjalan.

Seperti biasanya, Kenduri Cinta membebaskan anda semua untuk menafsirkan yang tersirat dari yang tersurat. Semoga banyak Wisageni yang hadir, Salam.

Jakarta, 10 Pebruari 2014 — Dapoer Kenduri Cinta