MELUKIS MASA DEPAN

reportase kenduri cinta juni 2012

Bertepatan dengan Milad Kenduri Cinta yang ke-12, malam itu hujan turun deras sejak sore. Panggung sudah didirikan, tapi karpet belum bisa digelar karena genangan air di mana-mana. Sesekali ketika hujan mereda, panitia Kenduri Cinta mengeringkannya. Sementara di tengah panggung, ayat-ayat juz 13 dibacakan. Menjelang pukul sepuluh malam karpet-karpet dibentangkan, jamaah memenuhi baris-baris terdepan, dan shalawat yang dilantunkan beriring dengan semakin merapatnya orang-orang yang datang.

Di samping Rusdianto dan Adi Pudjo, telah hadir beberapa kawan-kawan pengurus lainnya yang berperan dalam pembentukan Kenduri Cinta dua belas tahun silam. Ada Syahid Ibrahim, Andi Priuk, dan Pramono Abadi. Masing-masing bercerita mengenai perjalanan mereka ketika Kenduri Cinta dilaksanakan pada masa-masa awal.

Syahid Ibrahim, Ketua Kenduri Cinta yang pertama, yang juga membidani padhangmbulan.com, mengaku tak pernah menyangka Kenduri Cinta akan sampai sejauh ini. Waktu itu yang dipentingkan hanyalah nggelar kloso, kumpul-kumpul, berbagi ilmu. “Tahun 2000, sembilan ribu jamaah bergabung dalam forum pengajian tersebut. Tapi Cak Nun mengatakan pada waktu itu bahwa jumlah sembilan ribu itu hanyalah awan, karena tak pernah mereka datang di acara-acara darat. Panggung Kenduri Cinta pada masa awal berukuran kecil, sekitar seperempat dari yang ada sekarang, dan itupun berlokasi di sebelah timur TIM dengan menghadap ke dalam karena ketika itu pengurus nggak pede.”

Andi bercerita tentang persentuhan-persentuhan awalnya dengan Cak Nun. Ketika itu mereka kumpul-kumpul di posko Gang 6 Kelapa Gading, dekat dengan rumah Cak Nun di Gang 3. Ketika itu tak ada pikiran bakal terbentuk Kenduri Cinta seperti sekarang. Yang ada hanyalah bagaimana caranya agar Cak Nun bisa mengadakan pengajian seperti di Pandhangmbulan Jombang. Dulu awalnya yang ada adalah Himpunan Masyarakat Shalawat, yang seiring dengan perjalanan waktu muncul nama Kenduri Cinta dari Cak Nun sendiri.

“Atas instruksi beliau, secara rutin waktu itu kami ngasih makan anak-anak jalanan berupa 300 nasi bungkus. Kenangan lain adalah dikejar-kejar disangka teroris ketika hendak mengadakan pengajian di masjid MPR. Malamnya ada salawatan yang dilakukan oleh yang namanya Kiai Kanjeng Kecil yang hanya bermodal rebana.”

“Melukis bukan hanya sebatas merencanakan dan membayangkan, karena ia juga melibatkan sesuatu yang bernilai keindahan.”

Mbah Wasis

Adi Pujo yang sejak kuliah di Surabaya sudah sering membaca tulisan-tulisan Cak Nun melalui website maupun milis, memilih jalan “dagang” dalam rangka ikut ngipasi sate supaya semakin banyak orang yang mencium wanginya.

Pram menambahkan, “Saya sangat bersyukur bergabung dengan Kenduri Cinta yang sangat bermanfaat bagi kehidupan saya. Tak jadi soal berapa pun yang hadir, Kenduri Cinta menghasilkan dampak yang positif. Cak Nun sudah mengajarkan bagaimana kita harus mengubah 4 hal untuk menuju ke arah yang lebih baik. Fisik harus bersih, otak harus cerdas, hati harus lapang, dan jiwa harus bertauhid.”

Tentang tema, Adi Pujo mengatakan bahwa kita sudah mendapat lukisan itu. “Hujan deras juga merupakan lukisan. Bayangkan anda terbang ke atas saat hujan, lalu lihatlah ke bawah, maka anda akan mendapati tanah seperti sedang dilukis. Maka alhamdulillah, hujan yang turun sangat cocok dengan judul kita malam ini.

“Melukis bukan hanya sebatas merencanakan dan membayangkan, karena ia juga melibatkan sesuatu yang bernilai keindahan. Harapan yang diiringi unsur keindahan akan mencapai wujud yang nyata bila memang Allah mentakdirkan terwujudnya lukisan tadi. Mari menuangkan lukisan kita terhadap Kenduri Cinta sehingga dapat kita nikmati bersama.”

Mbah Wasis, seorang pelukis dari Jogja yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan, menganggap judul Kenduri Cinta malam ini sangat gila. Masa kini yang sedang kita jalani pun sangat mumet untuk melukisnya, apalagi masa depan yang nggak kelihatan.

“Saya akan mencoba melukis masa depan sebatas pengetahuan saya,” Mbah Wasis kemudian berjalan ke arah kanvasnya yang diletakkan di sebelah kiri panggung. Kanvas besar itu terbagi dalam tiga warna secara vertikal, putih menuju ke abu-abu, kemudian berakhir pada hitam pekat.

Mbah Wasis juga sedang menapaktilasi perjalanan Daendels, berjalan dari Jogja ke Jakarta, untuk kemudian akan dilanjutkan ke Anyer sampai Panarukan. “Dengan melukis, saya menemukan bahwa ciptaan Allah itu holistik adanya.” Sementara Mbah Wasis mulai melukis, acara terus berjalan. Iwan Ho menghangatkan malam itu dengan iringan lagu-lagunya.

“Jangan hanya belajar bermain gitar, pelajarilah musik. Kalau sudah dapat musiknya, jangan berhenti di situ. Pelajarilah kehidupan.”

Beben

Sebagai narasumber diskusi sesi pertama, telah hadir di panggung: Agung Pambudi, Andri Dwi Wiyono, dan Arya Palguna.

Jauh sebelum ada apa-apa, Allah mempunyai azali, alam hampa tanpa koordinat ibarat kanvas putih. Kemudian Allah menciptakan nur Muhammad dan nur tajalli. Yang pertama merupakan dumadining zat, titik pertama; sementara yang kedua adalah dumadining sifat, daya pancar. Satu titik awal, satu titik di bawah huruf ba, merupakan titik pusat semesta. Darinya tergelar bentangan magnetis ke seluruh penjuru. Allah meliputi setiap kahanan. Masa depan adalah kasuwungan, yakni dari mana kita berasal.

Arya Palguna mengatakan bahwa dalam frasa melukis masa depan, ada dua idiom: melukis dan masa depan. Dari perspektif manajemen ada istilah forecasting yang di dalamnya terkandung muatan science. Dalam meramalkan sesuatu di masa depan, kerangka pikir harus jelas untuk meminimalisasi penyimpangan-penyimpangan. Unsur penting di dalamnya adalah kejujuran dalam menilai kompetensi kita, agar pemroyeksian visi hidup tidak menjadi sekadar mimpi di siang bolong.

Tanggapan kemudian datang dari dua jamaah. Yang pertama mengatakan bahwa masa depan adalah khusnul khatimah. Masa depan bukan ada pada kita, melainkan pada Allah. Kita hanyalah kuasnya. Ahmat adalah ilmu yang diberikan Allah dan bisa diimplementasikan oleh yang bersangkutan. Jamaah kedua menanyakan bakal seperti apa kepemimpinan di masa depan—terkait dengan adanya hadits yang menyebutkan bahwa orang yang meninggal dunia tanpa mengenal imam jamannya merupakan orang jahil.

Tak lama Beben Jazz and Friends menghidangkan jam session bersama Kenduri Cinta. Girl From Ipanema dan Route 66 sukses membuat para yang telah hadir menjadi lebih bersemangat, menyanyi bahkan bersama gerimis yang sesekali masih menyapa.

“Jangan hanya belajar bermain gitar, pelajarilah musik. Kalau sudah dapat musiknya, jangan berhenti di situ. Pelajarilah kehidupan. Seharusnya musik membuat manusia menjadi lebih baik, menjadi lebih bersyukur. Setiap habis main gitar saya bersyukur atas jari-jari saya. Lewat musik pula kita bersilaturahmi. Jazz adalah musik yang bermain sambil mendengar. Merespon kalau memang bisa merespon; kalau tidak bisa, cukup menjadi pendengar yang baik. Jazz talks about attitude, talks about freedom, tentu saja freedom yang ada ilmunya,” tutur Beben.

533100_4169935416529_1631153403_n

“Agama harus punya peran positif dan aktif dalam mendorong anda untuk melukis masa depan yang anda inginkan. Agama yang tidak memberikan inspirasi untuk melakukan yang terbaik, yang hanya berupa klaim atas diri kita, percuma adanya.”

Nurshamad Kamba

“Kita sangat bersyukur pada malam ini hujan gerimis. Semoga Allah mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Walaupun tertimpa hujan, jelas bahwa pengajian dilindungi oleh sayap-sayap melaikat Allah karena hal itu dijanjikan pada setiap majelis yang di dalamnya nama Allah dan kasih-sayang-Nya diperkenalkan,” Nursamad Kamba membuka uraiannya.

“Jazz itu ngawur tapi benar. Dalam dunia persilatan, ibarat sudah mencapai tingkat Suhu, sudah tidak terikat pola dan teori tertentu. Kelas Jazz dalam tauhid sudah tidak lagi menghafal-hafal karena telah menyatu dalam dirinya. Refleksinya jelas, responnya cepat,” ungkap Syekh Kamba.

Hal yang paling prinsip dalam melukis masa depan adalah apakah acuan sudah tersedia – sehingga dengan begitu kita hanya sekadar mewarnai? Atau memang kita bisa menciptakan kanvas, pola, bahan, dan segala macamnya secara mandiri? Sejarah menunjukkan bahwa Nabi Muhammad sangat revolusioner, lalu mengapa orang Islam sekarang menjadi sangat statis?

Syekh Kamba menjelaskan, “Agama harus punya peran positif dan aktif dalam mendorong anda untuk melukis masa depan yang anda inginkan. Agama yang tidak memberikan inspirasi untuk melakukan yang terbaik, yang hanya berupa klaim atas diri kita, percuma adanya. Menurut saya, Indonesia tidak perlu beragama jika itu tidak membuat Indonesia menjadi mulia.”

Uraian dari Nursamad Kamba lalu disambung oleh Sabrang yang baru saja datang bergabung malam itu, “Melihat judulnya, yang saya cari adalah: masa depan apa yang kita inginkan? Kalau negara, pasti konsepnya macem-macem. Yang diinginkan semua orang adalah surga. Surga, bahasa Inggrisnya paradise. Kalau mau othak-athik-gathuk, dalam bahasa Jawa para mengandung makna: sesuatu yang tinggi. Contohnya dalam kata perempuan yang berasal dari para dan empu, artinya Empu yang ditinggikan.

Paradise bisa dipisahkan menjadi para dan dise atau desa. Maka paradise adalah desa yang tertinggi. Kira-kira desa seperti apakah itu? Desa sendiri merupakan gambaran atas kebersamaan; masih ada gugur gunung, bersama-sama membersihkan selokan, memperbaiki rumah warga yang ambruk, rembugan untuk mencari solusi. Sebelum masuk ke masa depan di surga, mari kita melukis surga di sini, melukis desa di sini. Mari bergandengan satu sama lain, bergotong royong. Jangan gampang tega dengan orang lain.”


Selanjutnya, Toto Rahardjo menyoroti istilah kata membela dan memperjuangkan. Bahwa pekerjaan membela merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh pihak lain. Pembela kasus adalah orang yang tidak terlibat kasus. Lalu bagaimana dengan “pembela islam”? Usaha terus-menerus yang dilakukan oleh orang Islam adalah perjuangan, bukan pembelaan.

Menyoal paradesa yang dipaparkan Sabrang sebelumnya, Toto Rahardjo mempertanyakan apakah desa itu masih ada? Desa sudah tidak lagi menjadi para. Desa hanya melakukan sesuatu sendiri-sendiri. Kepala desa urusannya hanya KTP, pajak dan semacamnya.

Ada kata dari desa yang sudah cukup lama dilupakan, yaitu merdesa; yang artinya bagaimana hidup sejahtera, bahagia, dan patut. Ternyata ada negara kecil yang target utamanya adalah menciptakan masyarakat yang bahagia, yang dengan demikian harus juga sejahtera. Dulu petani dikatakan sejahtera ketika dia tak menanggung utang. Tapi ketika ada modernisasi pertanian, justru para petani diperkenalkan pada kredit.

“Ada yang nyambung dengan tafsir Cak Fuad ketika di Padhangmbulan kemarin. Dalam ayat ke-142 surah Al-Baqarah, terkandung dua urusan, yakni perubahan kiblat dari Masjidil Aqsa ke Masjidil Haram dan keterangan bahwa umat Islam juga merupakan bagian dari penengah dari yang ekstrim kanan dan kiri.

“Perubahan kiblat itu—apakah Nabi Muhammad sudah punya sensitivitas politik atau apa? Bagi saya, orang perdesaan yang berusaha untuk selalu berjuang, perubahan kiblat merupakan peristiwa. Ini bisa juga menyangkut strategi, simbol, arah. Secara psikologis, Muhammad melihat 13 tahun perjuangannya sebagai perjuangan teologi, ideologi. Tapi ketika di Madinah, arah perjuangan Nabi Muhammad adalah pembangunan manusia, sehingga yang dibangun pertama adalah Masjid untuk menjadi pusat kegiatan, yang lokasinya berada di tengah. Di sepanjang jalannya para muslim membangun rumah-rumah mereka.”

Bahkan Abu Jahal, pemuda sebaya dengan Muhammad dan sudah dicalonkan untuk menjadi pemimpin Quraisy di masa depan, secara ideologis sebenarnya mengakui bahwa apa yang dibawa oleh pemuda Muhammad merupakan kebaikan, tapi dia bersama kaum Quraisy menentang karena masalah kekuasaan dan status sosial. Maka Muhammad merasa perlu memperlihatkan bahwa Islam bukan seperti yang dipikir mereka. Orientasi berubah ke orientasi ekonomi. Umat Islam harus kuat ekonominya. Yang menjadi pemicu perang Badar pun adalah perekonomian. Begitu pula dengan perang Khaybar.

Perubahan orientasi dari perjuangan ideologi sampai memberi contoh, seperti yang Allah firmankan sebagai umat yang wasath (pertengahan bukan moderat). Tidak mungkin seorang muslim menjadi terlalu kaya karena semakin kaya ia harus semakin banyak mengeluarkan; dan tidak mungkin pula menjadi terlalu miskin karena ada porsi-porsi untuk mereka.

“Tidak ada yang melarang seseorang menafsirkan Al-Quran selama penafsiran itu ditujukan untuk memahami dirinya sendiri. Bahwa nantinya ada yang menilainya bagus atau menolaknya, itu tak masalah. Saya mendukung setiap jamaah Maiyah memiliki tafsirnya sendiri.

“Kebijaksanaan adalah ilmu yang paripurna. Saya percaya bahwa ilmu tak bisa ditransfer, tetapi harus di-create oleh yang bersangkutan dengan stimulan dari lingkungan. Guru bukan mengajari, melainkan hanya menunjuki jalannya.”

Toto Rahardjo mengajak para jamaah untuk kagum kepada Nabi Muhammad karena kecerdasannya, bukan hanya karena kedekatannya dengan Allah dan malaikat Jibril. Seperti misalnya ketidakmauannya digambar, ada kecerdasan yang melandasinya. Termasuk pula keputusan beliau dalam membalik arah kiblat.

“Kebijaksanaan adalah ilmu yang paripurna.”

Toto Rahardjo

Uraian Pak Toto disambung dengan penjelasan Mbah Wasis mengenai lukisannya, “Lukisan ini menunjukkan bahwa segala sesuatunya diciptakan berpasangan: ada hitam dan ada putih, yang jika keduanya dibenturkan akan tercipta abu-abu. Warna putih merupakan suatu proses kerja dari mejikuhibiniu. Tugas kita adalah meminimalisasi hitam, yang dalam perjalanannya bertemu dengan tarikan-tarikan kuat Dajjal. Mulai besok anda dan kita semua mulai menjadikan Muhammad sebagai way of life. Pelajari segala aspek dari beliau, karena Muhammad adalah ilmu,” Mbah Wasis berujar sambil mencelupkan tangannya ke cat, lalu menarikan jari-jarinya ke kanvas membentuk lukisan abstrak dengan nama Muhammad dan Allah di dalamnya.

Seorang jamaah memberikan tanggapan bahwa yang penting bukanlah menjadi sejahtera, melainkan bagaimana menciptakan tatanan yang benar. Independensi, otonomi, merupakan racun dalam tatanan karena badan pun bisa bergerak dan berjalan karena adanya perintah otak kanan.

Sabrang menanggapi, “Saya sebagian besar setuju. Syarat utama adalah keikhlasan tangan, kaki, bahwa yang memerintah adalah otak. Kalau badan tidak berlaku sebagai satu badan, kita tidak akan bisa ke mana-mana. Kalau ada sel yang berpikir sendiri, malah menjadi tumor.”

“Tafsir bahwa Dajjal adalah memandang sebelah mata bisa diartikan sebagai simbol atas ketidakpercayaan, cibiran, atau ejekan, yang pasti tidak memiliki kedalaman, tidak mampu mengukur jarak. Ketika kita menafsir, ada hal-hal yang secara operasional bisa menjadi sikap atau bisa menjadi pandangan,” ujar Pak Toto.

“Tidak ada yang melarang seseorang menafsirkan Al-Quran selama penafsiran itu ditujukan untuk memahami dirinya sendiri.”

Nurshamad Kamba

Nursamad Kamba menyoroti harus adanya pemimpin dalam agenda perubahan. Kalau Indonesia dibiarkan masuk ke perdebatan nasional. Hanya akan menjadi debat kusir seperti yang terjadi pada para teolog abad pertengahan, asing dengan masalah yang sesungguhnya.

Pemimpin harus dipatuhi. Ada 4 sifat yang harus ada pada pemimpin seperti yang ada pada nabi, yaitu cerdas, amanah, jujur (harus ada track dari awal sampai akhir untuk bisa menyimpulkan), dan komunikatif (mampu menyapa rakyatnya, bukan membangun istana).

Menjelang ditutupnya acara, Beben Jazz memberikan sedikit ungkapan, “Semua bisa terjadi di dalam Jazz. Ini salah satu komunitas yang luar biasa, dan mudah-mudahan terus berkembang. Saya selalu sangat-sangat bersemangat, bahkan saya bisa bilang bahwa saya lebih semangat main di sini daripada di Java Jazz.” Sontak jamaah bertepuk tangan begitu meriah.

Kenduri Cinta bulan Juni disudahi dengan salawat dan doa yang dipimpin oleh Agung Pambudi.