Menata Jati Diri

Orang Indonesia (Oi) memperingati ulang tahunnya yang ke-empat belas dengan cara menggelar serangkaian kegiatan pada hari Jumat 16 Agustus 2013, bertempat di kediaman Iwan Fals di desa Leuwinanggung, Depok. Salah satu acaranya adalah diskusi umum bersama Cak Nun yang mengangkat tema Menata Jati Diri, berlangsung dari pukul 14.00 sampai 17.00 WIB.

Ketua Umum Oi, Rosana Listanto, memberikan sambutan dengan mengucap syukur dan sedikit kilas balik perjalanan panjang Oi yang ketika itu dimulai dengan pertemuan 300 orang pendiri. Ketua Sekjen Badan Pengurus Pusat Oi, Ainur Rofiq, berharap melalui diskusi hari ini tiap-tiap anggota Oi mampu mengidentifikasi tujuan masuk Oi. Dengan begitu, SOPAN (Seni, Sosial Budaya, Pendidikan dan Kepustakaan, Agama, dan Niaga) tidak hanya sebagai slogan yang diucapkan, tapi menjadi bentuk kerja nyata baik untuk diri sendiri maupun masyarakat luas.

“Saya datang ke sini untuk belajar,” Cak Nun membuka diskusi, “Saya mempelajari anda, saya menyerap, mendengarkan hati anda. Dan tidak baik orang datang ke tempat orang yang baru dikenalnya untuk ceramah. Sebab dengan menjadi penceramah, artinya anda sedang melakukan penipuan. Gelar ustaz, kyai, habib, gus, memancing kesimpulan umum bahwa orang tersebut lebih baik hidupnya daripada yang diceramahi, padahal kan belum tentu. Maka saya datang ke sini bukan untuk menceramahi anda, melainkan kita saling belajar. Oleh sebab itu, perkenankan nanti saya memakai metode-metode yang lebih langsung saja.”

LOGIKA IMAM-MAKMUM

Untuk membentuk kerangka berpikir mengenai “menata jati diri”, Cak Nun mengawali pokok diskusi dengan terminologi imam dan makmum. Dalam logika yang umum berlaku, dipahami bahwa posisi imam lebih tinggi daripada makmum. Padahal imam dipilih oleh makmum, bukan imam memilih siapa-siapa saja makmumnya. Maka makmum punya hak yang lebih tinggi.

Logika serupa berlaku juga untuk relasi pemerintah-rakyat. Presiden dan lembaga-lembaga pemerintah lain adalah bawahan yang digaji oleh rakyat untuk mengurusi tata pemerintahan Indonesia, maka tugas mereka adalah mengabdi kepada rakyat. Kalau terbalik cara berpikir Oi terhadap hal ini, tidak banyak yang bisa dia perbuat untuk Indonesia. Meskipun dalam kehidupan sehari-hari kesadaran ini belum bisa diterapkan karena masyarakat belum memiliki cara berpikir yang tepat, tapi manusia Oi harus menanamkan kesadaran ini dalam dirinya.

“Ketika dulu saya dengar kata Oi, yang terlintas dalam pikiran saya adalah Obor Illahi (red: sebuah komunitas Maiyah yang berkembang di sekitar kota Malang). Tapi memangnya Oi bukan obor Illahi? Meskipun resminya dia adalah orang Indonesia, tapi kenyataannya kan dia adalah obor Illahi. Lalu siapa yang punya niat, konsep, kehendak, dan gagasan menciptakan Iwan Fals lengkap dengan keistimewaan-keistimewaannya, karakter vokalnya, kemampuan menciptanya, caranya bernyanyi, kalau bukan Tuhan?

“Maka obor Illahimu adalah Iwan Fals, yang membuatmu berkumpul bersama bukan karena kepentingan untuk curang seperti yang dilakukan parpol-parpol. Iwan Fals tidak bisa diganti oleh siapapun di jagad raya ini.”

Agama itu letaknya di dapur. Tidak masalah mau pakai wajan merk apa di dapur, yang utama adalah makanan yang disajikan di warung sehat. Maka ukuran keberhasilan orang beragama bukan pada salat atau umrohnya, melainkan pada perilakunya.
Emha Ainun Nadjib

TUJUAN ATAU JALAN

Yang juga perlu dibereskan oleh setiap manusia Oi adalah kesadaran mengenai posisi Oi: sebagai tujuan atau alat perjuangan. Pertanyaan serupa juga berlaku dalam kehidupan beragama, politik, kebudayaan, maupun dalam persoalan sehari-hari. Terbalik-balik memandang mana tujuan mana jalan berakibat pada kerusakan hidup.

Dalam politik, pertanyaannya adalah apakah seseorang mencalonkan diri menjadi anggota DPR, bupati, presiden, itu merupakan tujuan kariernya atau sebagai jalan untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat banyak?

Dalam kehidupan sehari-hari, orang makan bukanlah untuk makan itu sendiri, melainkan untuk memelihara kesehatan. Kenyang hanya merupakan efek samping. Tapi sekarang ini banyak orang meletakkan makan sebagai tujuan.

Cak Nun: “Tadi saya tidak memulai dengan mengucapkan salam kepada anda, karena sekarang saya akan menjelaskan dulu apa maknanya. Assalamu’alaikum artinya saya berjanji kepadamu bahwa saya hanya akan melakukan dan mengatakan hal-hal yang membuatmu selamat. Selamat ini meliputi nyawa, martabat, dan hartamu. Maka saya tidak akan membunuhmu, tidak akan merendahkan atau menghina, dan tidak akan mencuri hartamu. Orang tidak dikenai kewajiban mengucapkan salam, tapi begitu ada orang yang mengucap salam kepadanya, wajib untuk menjawab dengan janji wa’alaikumsalaam.

“Rahmat adalah seluruh pemberian Allah kepada manusia. Barokah adalah hasil budidaya manusia terhadap rahmat Allah. Ketika manusia memperlakukan rahmat Allah yang berupa pohon dengan merawatnya, akan muncul buah-buah yang barokah. Ketika rahmat berupa kapas ditransformasi manusia dengan teknologi menjadi kaos, itu namanya barokah.

“Yang namanya salam adalah kita berjanji satu sama lain bikin Oi supaya rahmat Tuhan menjadi berkah bagi masyarakat. Maka sekarang saya ucapkan Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

“Yang dilakukan Oi bukanlah mencari laba, melainkan semata-mata mengurus nurani dengan pedoman yang terangkum dalam slogan SOPAN. Khusus dalam wilayah niaga, Oi harus berhati-hati karena meskipun niaga ini sangat penting, dia harus dilakukan pada tempat yang pantas. Ada hal-hal yang seharusnya tidak diperjualbelikan —atau hanya boleh diperjualbelikan dalam porsi tertentu— tapi sekarang justru dijadikan ladang bisnis, misalnya dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan politik.Tidak hanya untuk jadi Caleg, bahkan untuk jadi ketua takmir masjid juga ada yang berjual beli.

“Tidak setiap perpindahan uang merupakan jual beli. Misalnya ketika seorang suami memberi uang belanja kepada istrinya, itu bukan merupakan peristiwa jual-beli.”

MENGENAL JATI DIRI

Supaya bersifat dua arah, Cak Nun meminta beberapa dari yang hadir untuk mengemukakan pendapat mereka mengenai jati diri. Ada delapan pendapat, antara lain: melakukan yang kita mau, jiwa yang bermanfaat bagi orang lain, perbuatan, harga diri, menjadi apa adanya, dan hakikat manusia. Berangkat dari pendapat-pendapat ini, Cak Nun mengajak Oi untuk membenahi cara berpikir untuk sampai pada pengenalan kepada jati diri.

“Tolong dijawab jujur, anda aslinya suka puasa nggak? Kebanyakan orang tidak berani mengaku bahwa mereka sebenarnya tidak suka berpuasa, tidak suka salat. Padahal justru di situlah letak kemuliaan, ketika orang dengan ikhlas mau melakukan sesuatu yang tidak disukainya atau berani tidak melakukan sesuatu yang disukainya, demi cintanya kepada Tuhan. Sebab apa hebatnya orang yang mampu melakukan apa yang dia sukai?

“Kalau pertimbangan perbuatan manusia adalah suka atau tidak suka, berarti dia masih bayi. Yang tinggi derajatnya adalah ketika dia ikhlas melakukan apa yang memang dibutuhkan untuk manfaat bagi masyarakat banyak, seberat dan setidak enak apapun. Ini merupakan tanda dewasanya manusia.

“Mengenai hakikat atau fitrah manusia, ini saya tunda sebab kalau saya omongkan akan panjang sekali dan kita akan kerepotan karena kita sudah terlanjur terlalu banyak keliru dalam hal fitrah ini. Dan akan menjadi terlalu radikal kalau kita omongkan beneran, sebab kalau secara fitrah, kita nggak akan bikin negara. Nenek moyang kita tidak membentuk negara. Negara adalah bikinan orang Barat yang kemudian memaksa kita untuk tidak lagi menjadi orang Indonesia. Jadi ini kapan-kapan saja.

“Menurut anda, keadaan Indonesia ini baik atau buruk, jaya atau rusak, sehat atau sakit? Kalau sakit, seberapa parah sakitnya? Apakah tingkat keparahannya masih memungkinkan untuk diatasi manusia?

“Saya senang mendengar anda optimis ini bisa disembuhkan manusia, meskipun saya sendiri merasa ini sudah tidak bisa disembuhkan oleh manusia. Ini tinggal matinya. Tapi tidak apa-apa, karena Tuhan kan ikut bekerja juga. Dan anda berkumpul di sini dengan niat baik, murni, maka ini akan menjadi cahaya, menjadi setoran kepada Tuhan. Anda ke sini ikhlas dengan biaya anda sendiri bukan dalam rangka kejahatan atau keburukan apapun, maka anda akan dicerdaskan dan diberi formula-formula bentuk perjuangan anda supaya lebih luas.

“Kalau Indonesia sedang sakit, yang perlu dipertanyakan oleh Oi adalah: apakah Oi akan ikut menyembuhkannya atau tidak? Kalau iya, dalam skala seberapa? Apakah Oi akan menyumbang vitamin saja, akan ikut menyuntik dan memberi obat, atau ikut operasi? Untuk menentukannya, Oi mesti mampu mengukur dirinya.”

Orang tidak dikenai kewajiban mengucapkan salam, tapi begitu ada orang yang mengucap salam kepadanya, wajib untuk menjawab dengan janji wa’alaikumsalaam.
Emha Ainun Nadjib

TANYA – JAWAB

Setelah penampilan dari Proletarian, dibuka kesempatan bagi hadirin untuk bertanya. Penanya pertama bertanya: mengapa gotong-royong sudah hilang? Ia pun sekaligus berpendapat bahwa Indonesia sudah sakit sangat parah, saking parahnya sampai tak ada kemungkinan untuk diperbaiki. Satu-satunya jalan adalah perombakan total.

Penanya kedua menanyakan: bagaimana sikap pemuda yang seharusnya dalam menghadapi arus globalisasi supaya tetap konsisten berjuang untuk Indonesia? Penanya ketiga, datang dari Bogor, mengatakan bahwa dia telah mengenal ungkapan-ungkapan Cak Nun melalui Twitter beliau, dan mengajukan dua pertanyaan: bagaimana trik untuk menemukan dan membaca jati diri dalam pengertian organisasi dan bagaimana cara menjadikan Oi sebagai media untuk berdakwah?

Cak Nun dengan sangat runtung merespon, “Sebelum menjawab, saya ingin meralat bahwa saya tidak punya akun di Facebook dan Twitter. Kalau ada nama saya di sana —dan memang ada ratusan— itu bukanlah milik saya. Tapi saya tidak marah kepada mereka karena toh mereka berniat baik dan kalaupun saya dimanipulir, itu juga tidak masalah. Saya hanya ingin memberi tahu bahwa tidak satupun yang merupakan akun saya. Kalau website ada, tapi itupun yang bikin teman-teman di sekitar saya.

“Mengenai ide perombakan total, kita harus agak cool dulu. Menurut anda bagaimana caranya? Apa dengan membunuh seluruh manusianya, kemudian diganti dengan yang baru? Harus kita pilah dulu. Bedakan hardware dengan software. Kalau masalah hardware, ini tidak bisa diganti, hanya bisa diperbaiki. Tapi kalau software-nya, mungkin kita ganti.

“Konstitusi, bentuk negaranya, ini bisa kita rombak. Saya punya ide lengkap mengenai ini semua, tapi kita harus meneliti persis. Misalnya gini, ketika konstitusi, aturan-aturan dan mekanisme ketika mereka diterapkan sudah bagus tapi kalau pelakunya (manusia) masih rusak, tetap tidak akan jalan. Sekarang soal rusaknya manusia, juga harus diteliti apakah yang rusak itu pikirannya, hatinya, mentalnya, atau spiritualitasnya. Kalau sudah dianalisis, baru kita tentukan bangunannya. Ada sosial, ada kultural. Karena manusia itu ada urusan benar-salah (intelektualitas), baik-buruk (moral), pantas-tidak pantas (estetika), tangguh-lemah (mental).

“Sebab kalau kita mau ganti orangnya nggak mungkin. Mungkin untuk mengganti pemimpin, tapi kalau mau mengganti bangsa Indonesia kan tidak bisa. Kecuali Tuhan bikin banjir Nuh kemudian menggantinya dengan umat baru. Jadi kalau menurut saya, yang tidak benar adalah formula negaranya.

“Indonesia sudah tidak melihat perbedaan antara negara dan pemerintah. Presiden berstatus resmi sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. KPK, lembaga negara yang dibentuk terutama untuk mengawasi presiden, dilantik oleh presiden itu sendiri. Bagaimana mungkin orang mengawasi pihak yang melantiknya?

“Maka uang BUMN seharusnya ke kas negara. Soal ini nanti bisa kita rumuskan lebih detil. Saya sudah ada konsepnya sejak 1998, semua sudah lengkap tapi karena pada nggak jujur, saya mundur. Tapi kalau terjadi lagi tahun 2014 nanti, saya nggak akan ngalah seperti di tahun 98. Sebab kalau tahun 2014-2015 tidak terjadi perubahan yang sifatnya revolusioner, kita akan tertidur di gua selama 309 tahun seperti ashabul kahfi, dan akan butuh sepuluh generasi lagi untuk bisa disembuhkan. Ibarat batu sudah jadi akik.”

Cara berpikir anda diatur melalui media massa. Saya tidak melarang anda baca koran dan nonton TV, tapi minimum anda tahu kenapa saya tidak pernah masuk TV dan koran selama 13 sampai 15 tahun ini. Saya tak mau menjadi bagian dari itu semua.
Emha Ainun Nadjib

PhotoGrid_1376856389393

Maka Oi harus berpikir serius, harus bertemu sesering mungkin dalam setahun ke depan, sering diskusi, supaya tahu apa yang mesti dilakukan, supaya Tuhan kasih ilham. Kalau anda sudah mampu membentuk wadah yang murni, Tuhan akan menuangkan minumannya.

“Oi harus berjuang meskipun tidak harus lewat parpol. Oi bisa menjadi pionir, menjadi gelombang, energi, aura, yang mempengaruhi banyak yang lain di luar diri Oi supaya mereka lebih sehat dalam memilih pemimpin.”

Cak Nun kemudian membahas bahwa yang sedang terjadi saat ini adalah pengkhianatan kepada sejarah masa lampau kita. Dari dulu kita hidup dalam persemakmuran —dari Majapahit, Demak, dan seterusnya— Nusantara baru menjadi negara kesatuan pada masa Mataram. Pada sistem persemakmuran tidak ada mekanisme pengiriman upeti dari daerah ke pusat. Sementara itu, saat ini undang-undang nasional mengatur bahwa daerah yang memiliki kekayaan —tambang, uranium, minyak— daerah hanya mendapatkan 3,5%. Sisanya untuk para pengusaha yang dikontrak dan untuk Jakarta. Ini sudah bukan upeti lagi namanya.

“Contoh kecil kerusakan lagi adalah KTP. Anda butuh KTP nggak? Anda begitu lahir itu menurut undang-undang sudah merupakan orang Indonesia. Yang butuh KTP adalah pemerintah, untuk mendata rakyat yang harus diurusnya supaya jelas berapa anggaran yang perlu disiapkan, untuk siapa saja. Kita ditipu untuk percaya bahwa kita butuh KTP. Padahal itu mestinya tugas mereka sebagai pegawai pemerintahan. Harusnya mereka yang ke rumah kita, bukan kita yang disuruh mengurus ke kantor, bayar pula. Sebagai warga negara, anda sudah kehilangan jati diri.

“Kemudian di koran-koran muncul berita bahwa Jokowi membantu rakyat miskin, sementara uang yang digunakan adalah uang rakyat. Kalau pemerintah menggratiskan kesehatan, itu bukan jasa melainkan memang yang seharusnya mereka lakukan. Generasi kita diajari oleh televisi untuk menjadi generasi gumunan, semuanya dibilang “luar biasa” sehingga akhirnya tidak ada lagi yang luar biasa.

“Kalau bagaimana sikap kita sebaiknya, perlu diingat bahwa ada yang sifatnya padat, cair, gas, gelombang/frekuensi. Kita ambil yang paling inti saja. Pokoknya lakukan yang benar, baik. Kalau ini sudah anda lakukan, beres semua. Nggak perlu besar-besar.

“Sekarang orang banyak salah paham sehingga aliran gethuk membidahkan aliran combro atau memusyrikkan aliran kolak, padahal ketiganya sama-sama berasal dari ubi. Banyak ulama memperkenalkan gethuk, kolak, atau combro sebagai ubi sehingga masyarakat tertipu. Padahal tidak masalah kita ikut yang mana, yang penting kita sama-sama mencintai ubi.

“Jati diri bukanlah sesuatu yang pasti. Apa anda bisa lihat kentut? Apakah kentut harus tampak untuk punya jati diri? Jati diri bukanlah barang yang harus bisa dilihat, tapi kehadirannya bisa dirasakan. Kalau bisa, masing-masing anda punya kedirian yang kuat.”

Diceritakan, tiang ke-sembilan masjid Demak terlambat ditegakkan karena Sunan Kalijaga terlambat datang. Beliau lantas mengumpulkan potongan-potongan kayu menjadikannya tiang. Karena gugup, tidak sengaja ada seekor binatang yang terpenggal kepalanya. Sunan Kalijaga merasa bersalah, lalu menyambung kepala dan badan binatang itu, yang namanya orong-orong, dengan menggunakan serpihan kayu jati kecil. Orong-orong itu hidup kembali.

Ini cerita kiasan. Kayu yang digunakan untuk menyambung kepala dan badan adalah kayu jati, bukan kayu kelapa atau trembesi atau yang lain. Manusia yang mencari jati dirinya harus menyambung kepala dengan badan, menjaga akal dan hati dalam harmoni. Akal harus menemani hati.

“Mengenai gotong-royong, dia merupakan output dari masyarakat yang berkumpul secara murni. Kalau kumpulnya karena kepentingan seperti yang terjadi di Parpol, tidak akan tercipta gotong-royong karena mekanismenya adalah transaksi. Gotong-royong murni sifatnya, dan tidak bisa direkayasa.

“Saya boleh memberi saran sedikit-sedikit, tapi lokomotifnya tetap Oi. Perjalanan ini panjang dan akan banyak stasiun-stasiun. Oi harus punya target-target sekadarnya di stasiun A mencapai apa, di stasiun B mencapai apa. Harus ada program-program jangka pendek, menengah, dan panjang.Untuk itu, Oi harus mengerti seberapa jauh jangkauannya. Menurut saya Oi memiliki potensi yang sangat besar, tinggal kita olah dengan racikan yang bagaimana.

“Dan menurut saya harus ada intensifikasi elit. Pusatnya Oi harus lebih proaktif, minimum di dalam dirinya. Misalnya di dalam Oi ada nukleus Mas Iwan dan ada nukleus yang dipimpin Mbak Rosana, lalu ada lingkaran pertama yang merupakan pusat pemikiran atau laboratoriumnya. Lingkaran pertama ini menyuplai bermacam ide dan konsep, kemudian lingkaran kedua menjadi agen yang menjalankan ide-ide itu. Menurut saya ini ditata dulu organismenya. Oi ini bukan organisasi tapi organisme.”

Kalau pertimbangan perbuatan manusia adalah suka atau tidak suka, berarti dia masih bayi. Yang tinggi derajatnya adalah ketika dia ikhlas melakukan apa yang memang dibutuhkan untuk manfaat bagi masyarakat banyak, seberat dan setidak enak apapun. Ini merupakan tanda dewasanya manusia.
Emha Ainun Nadjib

Karena masih ada waktu, forum dibuka lagi kesempatan untuk bertanya.

“Saya tertarik pada apa yang disampaikan Cak Nun. Kesimpulannya kita perlu mengupayakan rekonstruksi pemikiran dan konsolidasi cita-cita. Ada persoalan besar sekarang yang menyangkut politik global dan nasional, misal yang terjadi di Mesir. Menurut informasi, undang-undang kita ditentukan oleh politik global melalui agen-agen yang duduk di parlemen, dengan kekuatan legislatif maupun eksekutif. Ini merupakan PR kita bersama. Berkaitan pemerintahan, termasuk Oi dalam menentukan presiden, kekuatan mana yang menentukan: OI atau “gedung putih”? Kenyataannya siapapun yang ingin jadi presiden harus atas persetujuan Gedung Putih. Bicara nasionalisme tidak tuntas pada persoalan kekinian. Kedua, berkaitan dengan ormas Oi, saya lebih sepakat kalau Oi melahirkan generasi-generasi potensi di lembaran parpol. Oi perlu masuk ke ranah hukum, politik, dan ekonomi, sehingga cita-cita bisa terealisasi,” Iwan Fals menyampaikan terima kasih kepada Cak Nun yang sudah bersedia hadir dan memberikan hal-hal mendasar dengan cara yang sederhana. Ini menjadi berkah bagi 14 tahun Oi.

Iwan Fals kemudian bertanya kepada Cak Nun, “Kalau soal gronjalan-gronjalan lain, kita beresin dulu yang ada di dalam diri kita sendiri. Kalau tidak, mustahil kita bisa mengurusi yang muluk-muluk. Saya juga ingin menanyakan kepada Cak Nun mengenai makna anarki. Dulu ketika saya menamai anak saya Anarki, itu atas pemahaman saya bahwa anarki adalah sebuah paham cinta damai, menolak perang. Tapi di TV dan di koran-koran artinya sangat negatif. Mungkin Cak Nun bisa bercerita mengenai ini secara lebih dalam, ini penting buat saya karena urusannya dengan pembangunan hati. Sekali lagi terima kasih banyak Cak Nun mau datang.”

Merespon Iwan Fals, Cak Nun sampaikan, “Kalau anda baca buku, nonton TV, dengar para politisi pidato, harus punya filter,” jawab Cak Nun, “Selalu ada istilah-istilah yang mereka lontarkan, dan istilah itu merupakan produk dari para penjajah. Kalau ada kata liberalisme, fundamentalisme, itu karangan mereka untuk mengatur cara berpikir kita. Ini panjang lebar, tapi intinya waspada saja. Kata terorisme juga produk mereka, untuk memberi stempel kepada orang-orang yang tidak setuju kepada mereka. Anarkisme dipakai oleh para penguasa modal dan politik untuk menyebut orang-orang yang tidak mau ikut dalam program globalnya. Yang anarkis itu siapa saja yang nggak ikut Amerika.

“Maka kata jihad dan syahid pun sekarang dimanipulasi maknanya. Hal yang sama juga terjadi pada kata anarki. Anarkisme itu kan karena polisi malas cari kata-kata, lalu dipakai terus sehingga Mas Iwan merasa bersalah. Padahal, saya waktu pengadilan tahun ’80-an di Jogja, ketika itu disuruh untuk melegitimasi seseorang sebagai tokoh komunis, saya bilang kalau dia komunis, Rasulullah Muhammad itu lebih komunis daripada dia. Jadi anda jangan terseret oleh istilah-istilah seperti itu dan Mas Iwan tenang-tenang saja.

“Dan umpamapun kata anarki salah, yang sampai di Tuhan kan bukan kata tapi niat anda, jadi jangan diubah, karena sudah sangat mulia niat anda sejak awal. Saya anarkis sekali, wong tidak setuju NKRI, tidak setuju SBY jadi presiden.

“Kalau saya boleh urun, daripada anda mempelajari nilai-nilai yang ruwet, anda bisa mengidentifikasi apa saja yang membuat Indonesia sakit, dan Oi bertekad atau berikrar untuk tidak melakukannya. Misalkan tidak nyolong, tidak bohong. Dan ini lahirnya dari kesadaran tiap anggota Oi.

“Anda memang jangan menghindar dari politik. Kalau anda tidak ingin masuk jebakan politik, anda harus paham politik supaya tidak terkontaminasi. Kalau menghindar, anda justru akan menjadi bodoh dan sangat mungkin terjebak di dalamnya. Untuk menang perang anda harus mengenal dan mempelajari musuh, persenjataannya, wataknya, medannya, cuacanya. Kalau anda menghindar dari musuh, anda akan kalah.

“Dan memang benar anda harus confirm Gedung Putih untuk menentukan presiden. Tapi jangan lupa, ada Tuhan juga. Amerika bikin program bersama dua saudaranya yang lain, yaitu arab Saudi dan Israel. Pemerintahan Arab Saudi adalah pemerintahan bonekanya Amerika Serikat. Tentara Arab Saudi adalah tentara-tentara AS yang disewa di Arab. Yang membiayai penyerbuan Iraq adalah Arab Saudi, dan di sanalah juga terdapat hulu ledak bom-bomnya. Maka anda jangan keliru, Israel itu bukan musuhnya Arab Saudi.

“Penyerbuan ke Gaza yang menggegerkan dunia itu merupakan eksperimen karena tanggal 28 (lusanya) menurut rencana serbuan akan dilangsungkan ke Iran. Tapi karena melihat reaksi dunia, rencana itu dibatalkan. Sekarang sedang dirancang kembali penyerbuan ke Iran, tapi mungkin akan gagal lagi karena kekuatan Iran tidak disangka-sangka lebih hebat dari yang mereka perhitungkan. Belum lagi Turki, Pakistan, dan negara-negara yang tidak pernah kita hitung.

Arab Spring merupakan program untuk membuat negara-negara Timur Tengah menjadi boneka Amerika. Dan treatment yang digunakan pun berbeda-beda. Kalau Afghanistan, karena merupakan negara yang rakyatnya tidak pernah kalah perang, maka dia harus dihajar dengan tentara infantri yang sebanyak-banyaknya dalam waktu yang lama. Tapi Afghanistan juga tidak hancur-hancur amat, suatu hari akan bangkit kembali. Kalau Iraq, karena dipimpin Saddam Husein, ya harus lewat militer. Libya juga diperlakukan seperti itu. Kalau Mesir, Syiria, Kuwait, Yordan, tidak perlu militer, cukup dengan mempengaruhi kelompok-kelompok di dalamnya. Sekarang ini masih ribut-ribut di Syiria.

“Untuk kasus Mesir, Amerika juga sedang bingung karena yang seharusnya menang adalah boneka Gedung Putih tapi malah Ikhwanul Muslimin. Karena tidak terima, Amerika membuat rekayasa menjatuhkan presidennya.

“Tapi kalau Indonesia tak perlu lewat militer karena mereka menjajah lewat undang-undang. Mereka mengundang anggota parlemen ke sana ke mari, dikasih apa supaya mengamandemen UUD, untuk bikin undang-undang ini itu, sampai ke aturan Perda. Selain lewat undang-undang, Indonesia juga dijajah melalui media massa.

“Cara berpikir anda diatur melalui media massa. Saya tidak melarang anda baca koran dan nonton TV, tapi minimum anda tahu kenapa saya tidak pernah masuk TV dan koran selama 13 sampai 15 tahun ini. Saya tak mau menjadi bagian dari itu semua.

“Ada pedoman bahwa barangsiapa menguasai informasi, dia menguasai dunia. Ini benar tapi dipahami secara terbalik. Orang-orang menyangka bahwa menguasai informasi itu dengan melahap semua informasi yang datang, padahal kalau begitu, kita sendang dijajah media massa. Yang menguasai informasi adalah mereka yang punya TV, yang bikin koran.

“Selamat melanjutkan perjuangan. Semoga ketulusan Oi cukup untuk membuat Tuhan membatalkan bencana.”

Pembawa acara kemudian meminta Cak Nun untuk salawatan sebelum menutup acara diskusi umum.

Comments

  1. 2 tokoh inilah yang memang berniat untuk “merubah Indonesia” menjadi lebih baik namun tanpa pamrih….

    saya termasuk “rugi” karena tak hadir melihat 2 Tokoh ini dalam satu Majlis… semoga bang Iwan dilain waktu “tukeran” bisa hadir menjadi bintang tamu di acara Maiyah Nusantara….. Salam Maiyah

Comments are closed.