DECODING INDONESIA RAYA

reportase kenduri cinta februari 2013

Adi Pujo mengawali forum Kenduri Cinta yang malam itu bertema: Decoding Indonesia Raya, “Seperti yang sudah-sudah, tema yang diangkat di Kenduri Cinta lebih semacam lontaran pertanyaan. Kali ini, pertanyaannya adalah, jika Indonesia diibaratkan sebagai suatu software, apakah Indonesia sudah merupakan bentuk yang sudah layak jalan ataukah masih berupa versi yang belum sempurna? Apakah sudah rilis program yang paling bagus atau masih beta. Indonesia tanah air beta, begitu kata lagu. Apakah sudah berupa final version atau masih perlu penyempurnaan-penyempurnaan untuk bisa stabil?”

Pramono menambahkan, “Gerakan perubahan, mustinya terlebih dulu mengubah komponen-komponen pembangunnya dulu, yaitu: keluarga masing-masing. Jalannya dengan selalu meng-upgrade fisik, otak, hati, dan jiwa berdasarkan nilai-nilai yang benar, baik, dan indah. Untuk perubahan besar, kita mulai dari mengubah fisik menjadi lebih bersih, sehat, dan wangi, lalu dibarengi dengan peningkatan pengetahuan secara terus-menerus, serta diimbangi dengan pembersihan hati dan penyehatan jiwa. Kenduri Cinta ini menemani Indonesia melewati jalannya sejarah melalui perubahan pada individu-individu.”

Ibrahim ikut menambahi dengan membahas bahwa forum Kenduri Cinta pertama kali diadakan tahun ini (2013) bukan pada Januari melainkan pada bulan Pebruari. “Yang pertama dalam hitungan itu bismillah, yang kedua baru alhamdulillah. Bismillah kita sudah sejak 12 tahun yang lalu, lalu kapan alhamdulillah-nya? Kadang kita tidak tahu kenapa diperjalankan di Pebruari – seperti halnya kenapa dipertemukan dengan taksi yang itu. Ini yang namanya perjodohan. Kita tidak lepas dari perjodohan ruang dan waktu.

Code disebut di dalam Al-Quran dengan menggunakan kata ayat. Kita bisa belajar dari dua sisi perjalanan panjang manusia. Ada simpul-simpul dalam sejarah di mana Tuhan menempatkan kejayaan-kejayaan di situ. Suatu waktu bendera kejayaan Tuhan ditaruh di Amerika, pada waktu yang lain di tempat yang lain. Kita pernah punya Sriwijaya, Majapahit, Kediri, dan masih banyak lagi.

“Di lingkar Kerajaan Kediri ada yang mencoba-coba berontak. Karena saking saktinya, diusirlah dia dengan cara diletakkan pada jabatan yang rendah (di bawah bupati). Dialah Tunggul Ametung yang berkuasa di Tumapel. Untuk mencapai hasratnya menjadi orang nomor satu, ditariknya pajak dalam jumlah yang melebihi jumlah seharusnya. Kelebihan bagian pajak itu digunakan untuk membangun Tumapel sampai-sampai menyaingi kerajaan Kediri itu sendiri. Rakyat tersiksa. Pada masa-masa gelap itu, dihadirkan dalam sejarah seseorang yang juga gelap, Ken Arok. Pemuda itu mengajak pemuda-pemuda Tumapel untuk memutus kiriman-kiriman dari Tumapel ke Kediri dengan cara merampoknya. Hasil rampokan itu dikembalikan lagi kepada rakyat. Jajaran intelijen Kediri saat itu tak mampu membendung pergerakan rakyat ini.

“Di jalur Islam, kita melihat Maiyah ini selama 12 tahun perjalanannya tidak pernah dinilai apapun, tak pernah masuk koran atau dianggap. Jangan-jangan kita adalah generasi yang di dalam doa Nabi Zakariya disebut sebagai generasi yang warisannya hilang? Lalu karena kekhawatirannya itu beliau berdoa: Robbi latadzarni wa Anta khoirul-warisin (QS Al-Anbiya: 89). Warisan yang dimaksud bisa berupa warisan ilmu, kebudayaan, kesenian, peradaban, etika, dan sebagainya.”

“Kenduri Cinta telah menemani Indonesia melewati jalannya sejarah melalui perubahan pada individu-individu.”

Pramono Abadi

537140_10200633993402116_1958221341_n

DECODING REBOAN

Karna, seorang jamaah kemudian spontan maju dan bertanya, “Saya pernah diberi tahu tentang forum Reboan Kenduri Cinta. Bagaimana formatnya dan apa saja yang dilakukan di sana dan bagaimana sejarah perjalanannya?”

“Kenduri Cinta juga melakukan decoding,” jawab Pram. “Pada tahun 2000 awal kami berdiri, dulu yang tidak bisa berteriak di Istana tempatnya di sini. Pada masa saya dulu tidak ada Reboan, hanya ada Kenduri Cinta (red: acara setiap bulan pada jumat kedua) untuk mereposisi Indonesia menjadi lebih baik. Waktu itu muncul tagline Menegakkan Cinta Menuju Indonesia Mulia. Pada masa itu gerakan bersifat progresif revolusioner, sangat berbeda nuansanya dengan saat ini. Dulu penuh sesak sampai ke jalan-jalan; entah yang 90% itu BIN atau benar-benar jamaah.

“Dulu Kenduri Cinta ada untuk mengimbangi ‘macan-macan’ di istana. Nah, setelah kemudian ‘macan’nya hilang, masih perlu nggak kita menjadi ‘macan’? Tidak. Yang kemudian diperlukan adalah masyarakat yang kembali lahir untuk men-decode nilai yang sesuai dengan prinsip benar-baik-indah. Perkembangan tiga prinsip ini tidak mungkin hanya dilakukan sebulan sekali, maka ditransisikanlah menjadi sekali setiap pekan dan diadakan pada hari Rabu. Inti dari aktivitas ini adalah saling belajar untuk setiap harinya berubah menjadi lebih baik.

“Akibat dari melaksanakan nilai-nilai tadi adalah anda harus siap sendirian. Yang lain korupsi, anda enggak. Semua datang ke Cak Nun hanya untuk kepentingan mereka – setelah mendapat apa yang dicari, mereka tinggalkan Cak Nun. Pejalan Maiyah adalah pejalan sunyi; tapi sunyi yang damai. Anda akan memberi manis dunia sekitar dengan nilai-nilai yang anda pegang.

“Reboan adalah sarana untuk silaturahmi. Reboan merupakan komitmen kita sebagai individu-individu yang sungguh-sungguh bersaudara. Dari Reboan pula tema Kenduri Cinta dirembug dan dirumuskan. Di Reboan kita bicarakan Kenduri Cinta secara teknis, kita bicarakan ilmu secara lebih mendalam, kita mempererat pertemanan yang ikhlas. Siapa saja boleh merapat di Reboan, dipersilahkan.”

Rusdianto menambahkan, “Jangan lari sprint karena anda akan mengalami kelelahan dan kekecewaan yang sangat fatal. Kalau marathon, anda akan petik hikmah-hikmahnya. Kenduri Cinta pada 2 bulan terakhir memang agak melamban. Kita kemarin memberikan sedikit metode baru. Juga karena ada perbedaan dalam kultur masyarakat Jakarta, Jogja dan Surabaya. maka Reboan tidak seragam diadakan di semua komunitas Maiyah.”

Sebagai pengisi musik, secara spontan salah satu jamaah bernama Yovie membawakan dua nomor lagu, masing-masing berjudul Juragan Politik dan Jangan Jadikan Aku Presiden. Dilanjutkan dengan penampilan Beben Jazz dan kawan-kawan yang membawakan lagu Night and Day dari Cole Porter.

“Orang Jazz bukan orang yang ngapalin, melainkan seorang salikin, pencari kemungkinan-kemungkinan baru. Jazz bukan cuma musik, melainkan prinsip hidup. Jazz adalah manifestasi atas kebebasan,” ujar Beben sebelum memainkan lagu keduanya, Just The Two Of Us menyusul Fly Me To The Moon.

“Decoding harus menyangkut setiap aspek. Al-aqil yakfi bil isyaroh. Orang pandai cukup dengan isyarat. Simbol diperlukan, tapi di atasnya ada nilai.”

Widjayanto

31891_10200633994322139_1848642113_n

Hadir pada malam itu Teuku Chandra dan Nanang Hape. Teuku Chandra sejak tahun 1981 giat menekuni kegiatan penelitian terhadap simbol-simbol, 17 tahun kemudian ia menemukan pola yang lalu dituangkannya dalam buku 9 Hipotesis Selamat Tinggal Indonesia, terbit pada 2003. Beberapa catatan yang disampaikan oleh Teuku Chandra adalah sebagai berikut: Hal pertama; tambahan imbuhan ke-an menjadikan kata dasar yang diimbuhinya menjadi rusak maknanya. Contoh: menteri ketika diimbuhi ke-an menjadi kementerian. Tuhan, ketika diimbuhi ke-an menjadi ketuhanan. Hal kedua; sebuah kata jika ditambah dengan kata raya akan menjadi kata yang hebat. Dan hal ketiga; Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 atau 9 Ramadhan, tapi kita tak pernah berdoa pada tanggal 9 Ramadhan.

Nanang Hape membuka uraiannya malam itu dengan mengatakan bahwa dunia pewayangan, juga sebagaimana pesantren, adalah warisan; melanjutkan pewarisan cerita-cerita ke generasi berikutnya. Mungkin masa lalu kita punya banyak cacat, tapi jangan-jangan kita belum cukup mengenalnya. Sejarah sering dihidangkan dalam bentuk satu sisi mata uang tanpa kita pernah tahu seperti apa sisi sebaliknya. Di wayang dicontohkan ketika pandawa masih punya musuh bersama, yaitu kurawa, mereka bersatu. Pada generasi keduanya, amarta pernah bergabung (melalui jalan perkawinan) negeri para raksasa, Pringgondani. Di negeri ini setiap raksasanya bisa terbang. Ini melambangkan kekuasaan. Perkawinan antara Bima dengan Arimbi seperti wujud bahwa pandawa sudah meramalkan terjadinya bharatayuda.

“Ada rahasia-rahasia yang tidak diwariskan. Kita agak kantu ketika mewariskan. Gatotkaca bukan hanya pendekar yang gagah perkasa, tapi ia juga setengah raksasa dari darah ibunya. Tak pernah diceritakan bahwa Gatotkaca punya taring dan pernah membalas raksasa dengan menggigit. Saya kira mesti dibuka sejarahnya dan disebarkan. Di setiap jaman ada chaos-nya.

“Tentang jangka, yang selama ini diartikan sebagai ramalan, menjangka adalah menjangkau. Ini bukan soal klenik, tetapi seperti kita membuat lingkaran. Kalau kita mau menengok sejarah ke belakang, seluas itulah jangkauan.”

Nanang kemudian bercerita, “Di tataran makrifat, baik-buruk, kejam-tak kejam, itu tak ada bedanya. Bicara kedalaman itu untuk diri sendiri, tapi kalau pas nyembul itu untuk orang lain. Saya anggap pembicaraan ini sebagai mimpi. Boleh bermimpi, tapi harus berani bangun. Kalau nggak kerja, nggak akan terjadi riilnya.”

Nanang Hape lalu membacakan sebuah puisi yang dibuat dan dikirim langsung oleh Cak Nun untuk Kenduri Cinta malam itu.


Kenduri Cintaku

Sudah terbunuh beribu kali

Habilku oleh Qabil Indonesiaku

Sudah karam beribu kali

Kapal Nuhku oleh bandang banjir Indonesiaku

Sunyi sepi jiwa Yunusku

Tak kunjung lepas dari panas perut Indonesiaku

Lunglai baja besi kapak Ibrahimku

Di sela reruntuhan berhala-berhala Indonesiaku

Putus leher beribu-ribu Ismailku

Oleh gigir pedang jahiliyah Indonesiaku

Terbelah laut dan tenggelam Firaun oleh tongkat Musaku

Tongkatku patah, lahir Firaun demi Firaun berwajah Musa

Kuthariqati seribu puasa pada setiap hari Daudku

Yang lahir bukan Sulaimanku, melainkan Bulqis klenik Indonesiaku

Tetapi ketika merapuh tulang belulang Zakariaku

Allah mengirim Yahya di pancaran wajahmu

Cahaya menyebar wangi bayi Isa

Puncak adegan segera dikuakkan tabirnya

Menuju penjelmaan kedua Nur Muhammad

Kenduri cintaku menerangi semesta jagat

[Yogya, 8 Februari 2013. 22:25 WIB]

ICON DAN SIMBOL

Wijayanto yang malam itu mampir di Kenduri Cinta sebelum bertolak ke Yogya, ikut sumbangkan ilmunya, “Tidak mudah membangun Indonesia, harus ada decoding serius. Decoding berasal dari kata code. Dalam terminologi bahasa ada tiga macam kode, yakni indeks, icon, dan simbol. Indeks adalah tanda yang hanya berfungsi sebagai pembeda, tidak memiliki konsekuensi. Icon sudah memiliki makna. Kalau ada gambar kuda laut, itu berarti menunjukkan Pertamina, dan sebagainya. Sementara simbol sarat dengan makna dan memiliki konsekuensi. Kalau lampu merah menyala, anda harus berhenti. Itu simbol.

“Dalam semua aspek diperlukan simbol. Decoding harus menyangkut setiap aspek. Al-aqil yakfi bil isyaroh. Orang pandai cukup dengan isyarat. Simbol diperlukan, tapi di atasnya ada nilai (value). Dalam hal makan, simbol orang Islam adalah menggunakan tangan kanan dan mengambil makanannya dengan menggunakan tiga jari. Tapi nilai terletak bukan pada tiga jarinya, melainkan pada doanya. Doa juga merupakan simbol tapi sayang sekarang dimaknai berbeda menjadi mantra.

“Nabi berkata bahwa tidak akan terkabul doa dari yang hatinya kosong. Kalau fisik tidak dibarengi pikiran, tak ada artinya. Simbol punya pengaruh pada perilaku, apalagi kalau si pelaku bisa menangkap nilai-nya. Nilai membutuhkan simbol, tapi sayangnya seringkali penyampaian simbol tidak sempat dijelaskan ‘mengapa’nya.

“Apa yang dipuisikan Cak Nun tadi penuh dengan nilai. Kita bisa belajar pada perjalanan para Nabi. Kisah Nabi Nuh beserta keluarganya telah menjadi contoh di dalam Al-Quran. Nabi Nuh berdakwah selama 950 tahun dan dalam rentang waktu itu ‘hanya’ mendapatkan 80 orang. Tak tahu apa yang harus dilakukan lagi, kemudian Allah memberikan perintah untuk membuat perahu. Di mata orang-orang kebanyakan, ini menambah penyakit gilanya Nabi Nuh. Sebagai bentuk cemoohan, berbondong-bondong orang membuang kotoran di perahu Nuh. Dia yang mengotori, dia yang membersihkan, begitu janji Tuhan kepada Nabi-Nya.

“Sesudah kembali bersih perahu Nuh, datanglah banjir besar. Istri dan anak Nabi Nuh tak termasuk dalam rombongan yang diselamatkan. Turunlah Surat Asy-Syuara. Bahwa, keluarga tak terbatas pada hubungan darah, melainkan mereka yang memiliki ikatan batin.”

529403_10200633996442192_1094801342_n

“Orang Jazz bukan orang yang ngapalin, melainkan seorang salikin, pencari kemungkinan-kemungkinan baru. Jazz bukan cuma musik, melainkan prinsip hidup. Jazz adalah manifestasi atas kebebasan.”

Beben

Salah satu kelompok musik dari Komunitas Jazz Kemayoran bernama First of December (FOD) mengisi acara malam itu dengan format dua gitar dan satu vokal, FOD menyuguhkan lagu-lagu Jazz dengan unsur etnik, A Song for Mr. Jazz, dan persembahan sebuah lagu khusus untuk Beben, My Favorite Things dari The Sound of Music dan Round Midnight.

Tiga orang jamaah lalu menyampaikan pertanyaan; Susunan nama Indonesia mana yang salah? Siapa yang pertama kali mengusulkannya? Apakah berarti logo-logo yang tertera dalam perisai yang dibawa Garuda juga tidak tepat? Adakah rumus sederhana dalam membuat nama?

555944_10200633992922104_1145620181_n

Teuku Chandra menjawab pertanyaan yang dilontarkan satu demi satu. Menurutnya, yang terpenting dari sebuah nama adalah sisi hoki-nya, atau keberuntungan. Nama Indonesia pertama kali ditemukan oleh seorang ahli etnologi Inggris bernama James Richardson Logan. Nama ini kemudian digunakan untuk menggantikan nama Hindia-Belanda agar penjajahan terkesan lebih santun. Nama ini belum punya arti sampai sekarang. Tapi kalau dilihat nuansanya, bisa dilihat bahwa indo berarti keturunan dan nesia berarti lupa ingatan. Tak heran kalau sekarang menjadi seperti ini, banyak yang lupa.

Ketidaktepatan juga menyangkut simbol-simbol dalam perisai garuda yang melambangkan setiap sila dalam pancasila. Bintangnya satu, kurang bersinar. Hal yang beradab disimbolkan dengan rantai yang membelenggu, persatuan dilambangkan dengan pohon beringin yang terkenal angker, musyawarah dilambangkan dengan kepala banteng di mana binatang banteng tak punya karakter musyawarah, dan keadilan sosial dilambangkan dengan sedikit padi (rejekinya sedikit) dan banyak kapas (banyak tidur).

“Setiap menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya sebenarnya anda sedang marah pada Indonesia, tercermin dalam lirik tanah tumpah darahku. Kemudian ada ajakan untuk marilah kita berseru yang menunjukkan bahwa pencapaian tertinggi kita hanya sampai pada berseru. Dan lagi, yang didoakan agar bangun jiwa dan badannya bukanlah Indonesia, melainkan Indonesia Raya.”

Pukul dua dini hari, Kenduri Cinta disudahi. Ustad Rusdianto selanjutnya mengajak semua jamaah untuk berdiri dan berdoa bersama. [FA]