Belajar Mengorganisir Melalui Emha Ainun Nadjib

BANYAK ORANG menulis tentang Emha Ainun Nadjib, yang akrab dipanggil Cak Nun, memberi label sosok seperti apa, supaya enak di bibir untuk disebut. Sekarang ini, wajah youtube di halaman utamanya tak lepas dari beragam tema tentang konsep beliau. Mulai dari satu video yang diunggah berbeda akun dengan judul yang berbeda dan provokatif. Ada juga diberi judul yang dipakai melakukan counter pandangan tokoh lain. Saya kunjungi toko buku terbesar sampai penjual buku loakan, buku-buku Cak Nun selalu best seller, entah kadang saya guyon dengan kawan, darimana ‘pesugihan’ ide Cak Nun ini.

Kira-kira saya mengenal Cak Nun dan Kiai Kanjeng di era-1999 saat di Blitar dan semua radio di daerah matraman (jawa timur barat) pada malam hari dan subuh memutar sholawat suluk “ilir-ilir dan Tombo ati”. Kemudian di Tahun 2006 saat kuliah di Malang, aktif pulang pergi ke Jombang, pada saat itu istilah kita “Ngaji padhang Mbulan”. Hingga pada saat tahun 2010, mulai aktif di Komunitas Kenduri Cinta. Jika dihitung baru 10 tahun perjalanan nyari ilmu di komunitas yang saat ini dikenal secara umum, Maiyah.

LAHIRNYA KOMUNITAS

TITIK-TITIK menggeliatnya komunitas ini semakin berkembang signifikan. Sistem dan tokoh-tokoh baru bermunculan dengan latar belakang serta pengalaman masing-masing. Perkembangan antara kurun waktu 2000-2010 melahirkan komunitas di jantung provinsi dan kota-kota besar di Indonesia. Mulai Jombang, Yogyakarta, Semarang, Jakarta, Surabaya hingga perkembangan 2010-2016 di kota-kota sentral utama seperti Malang, Madiun, Bandung, Pekalongan, Purwokerto, Metro Lampung, Mandar. Skala bibit kecil masih tumbuh di berbagai kota lain.

Semua lini memiliki kemampuan managerial gerakan yang mengakar, tumbuh dan bebas dalam menentukan diskusinya, melakukan kritisisme pada pemerintah dan negara. Sifat dan sistem pendekatan sejarah dan kultural membuat simpul-simpul di daerah berkembang secara simultan.

Apa yang membedakan nafas gerakan antara dekade pertama dan kedua. Pada masa dekade kedua, tiap simpul memiliki energi baru yang di isi oleh rata-rata kaum Muda. Kaum muda antara usia 25-35 tahun.  Dimana kaum muda ini banyak yang mengenyam pendidikan perkuliahan hingga yang tak kuliah namun benar-benar memiliki keinginan kuat berbuat. Merupakan antitesa terhadap kejumudan terhadap jaman kepemimpinan pasca reformasi. Generasi ini sering disebut Cak Nun sebagai generasi otentik karena memiliki pengalaman dan latar belakang yang kuat di wilayah masing-masing. Mantan aktivis, pekerja profesional hingga mereka yang menjadi pengusaha kecil-kecilan. Semua kumpul karena konsep, pemikiran yang sangat merdeka hingga bangunan kemasyarakatan serta kenegaraan yang oleh Cak Nun selalu ditawarkan untuk dikaji.

CITRA? SILAHKAN NAMAI

SAAT BANYAK kawan menyebut Cak Nun sebagai budayawan, disisi yang lain disebut penulis. Di kelompok musisi, sebut saja ketika bersama KiaiKanjeng pentas dipusat musik klasik dunia di Napoli, orang mengatakan sebagai maestro, ada juga yang menyebut sastrawan karena puisi dan karya sastranya ada di semua etalase karya sastra. Disebut seniman, toh sering jadi Kyai yang ngisi Pengajian di pelosok daerah-daerah dengan Judul “Ngaji bareng, lalu Sinau Bareng hingga Tadaburan”. Terserah apa yang mau kita sematkan untuk beliau, pilih saja sesuai acaranya supaya bibir anda tidak kelu.

Bagi saya, Cak Nun ya Cak Nun. Sosok yang sangat ahli mengorganisir perubahan. Wajar saja, mulai dari konsep kenegaraan pernah mengatur strategi supaya Pak Harto legowo turun tanpa pertumpahan darah. Kemudian menjemput Gus Dur saat dilengserkan MPR RI. Semua itu kan konsep Kenegaraan. Belum lagi masa pasca reformasi, dukungan baik kelembagaan seperti KPK dengan pembekalan ratusan penyidik dan pegawai baru KPK. Kemudian dukungan pada Kopasus sebagai simbol kekuatan ketentaraan NKRI. Banyak sekali bangunan dukungan beliau pada Negara.

Lalu anda jangan lupa, bagaimana merajut persaudaraan pada grup Kiai Kanjeng. Rata-rata di isi seniman asli Jogja dan Jatim. Namanya seniman sudan pasti punya pendirian, ide dan gagasan serta ego yang kuat. Menurut anda, dengan kesibukan masing-masing personal, Rumah berjauhan antar kota dan propinsi mirip bus AKAP-AKDP. Bagaimana sulitnya mengatur rutinitas dan kontinuitas untuk mengabdi agar memberikan pendidikan kepada umat, supaya tetap menemani masyarakat yang sumpek pada negara. Setidaknya masyarakat punya teman, punya hiburan dan sambil belajar apa yang sedang terjadi di negeri ini. Hampir 4 dekade KiaiKanjeng hadir dengan ribuan pentas panggung baik di Indonesia, Asia, timur tengah, Eropa, bahkan Amerika Serikat.

MENGORGANISIR

ADALAH PROGRESS, bagian tim kecil yang mengatur segala aktivitas Cak Nun dan KiaiKanjeng. Tim yang juga mengatur distribusi tulisan Cak Nun. Dari pentas ke pentas panggung KiaiKanjeng. Tapi tak sekedar itu, banyak sekali tugasnya. Ya produksi, ya media. Pada pokoknya ini dibentuk untuk urusan taktis, gerak cepat, tepat sasaran. Setiap hari bekerja di Kadipiro, Yogya. Setiap bulan secara keseluruhan bekerja pada porsi dan tempatnya masing-masing. Setiap hari secara menyeluruh, seluruh personal yang kisaran sepuluhan orang, melakukan dengan rutin dan simultan yang menjadi mau masyarakat untuk Cak Nun. Kemampuan mengorganisir inilah yang banyak orang tidak tahu dan jarang orang mempelajari dengan seksama.

Bagaimana menghadapi masyarakat kecil, melalui metode pengajian, tanpa campur tangan pemerintah daerah. Perlu cara berbeda dengan bahasa yang beda. Kemudian besoknya harus bertemu dengan birokrat pada level tertinggi di daerah seperti Bupati atau Walikota. Dilanjutkan minggu berikutnya harus menghadapi pengusaha ternama negeri ini, pemegang 1% hingga 5% kekayaan negeri ini. Minggu selanjutnya mesti menghadapi ketua partai atau tokoh politik besar di Indonesia, bahkan jendral dibalik terpilihnya presiden. Semua nyampur minta perhatian dan waktu Cak Nun.

Cak Nun mampu menempatkan posisinya dengan ideal dan tetap menjaga tanpa pamrih untuk Negara ini. Disisi lain tetap menjalankan tugas dan fungsinya, tetap kritis mengingatkan, jika pemerintah keblinger lalu dholim pada rakyatnya. Disisi lain memberikan solusi agar pemimpin tetap eling pada rakyatnya.

Lalu, bagaimana orang tidak bisa membaca dan belajar dari gaya mengorganisir yang dilakukan Cak Nun. Belum lagi ilmu yang bisa dicuri dari beliau, kemampuan waspada dan mengetahui apa yang akan terjadi pada satu masa, baik negara atau masyarakat ke depan. Tentu bukan sekedar ramalan atau prediksi. Semua dibaca dan diamati dari perubahan budaya kepemimpinan, alam hingga kultur masyarakat.

Kemampuan mengorganisir ini yang sangat mendominasi berjalannya semua bagian penting simpul Maiyah baik di Ibukota propinsi dan kota besar lainnya, Kiai Kanjeng hingga Progrees, dalam Karya bahkan Menjaga Aqidah Umat. Serta membangun konsep kepemimpinan dan tata kelola pemerintahan juga kenegaraan yang baik (good governance).

Irfan Bimantoro
Pegiat Kenduri Cinta
Mahasiswa S2 Hukum
Universitas Brawijaya, Malang.