BANGBANG ISIM

UNTUK MULKU-NUSANTARA
(Tidak mungkin dibaca sekilas-sekilas, per-kata maupun rangkaian)

Al-Baqarah 31:

“Dan Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama kemudian Adam menuturkannya kepada para Malaikat”

Al-Baqarah 102:

“Dan mereka mengikuti apa yang dibacakan oleh syaithan pada masa Mulku-Sulaiman…syaithan ini mengajarkan sihir…”

“Dan Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama (al-asma-a) (semua) kullaha (setiap dari semua) kemudian Adam menuturkan (menginformasikan, menginstruksikan, men-SOP-kan) kepada para Malaikat (rentangan tangan pengelolaan fungsi Khalifah).”

ASMA’ jamak dari ISIM. Sesudah beberapa tahap KHULUQ (penciptaan), eksekusi (aktivasi) Lauhul Mahfudh diawali dengan Allah mengajarkan ASMA segala sesuatu kepada Khalifah-Induk atau Adam (new, last and least hybrid of human kind).

ASMA’ segala sesuatu itu meliputi Alam Semesta dan Diri Manusia sendiri. Ini awal pembelajaran karena kelak ujian akhirnya adalah “Siapa mengenal dirinya maka ia mengenal Aku” (lahan, cakrawala tak terhingga, untuk bahan riset para calon Doktor Kehidupan).

Kalau gagal “mengenal Aku”, manusia tidak punya bekal masuk Ruang “Liqo-u Rabb” (perjumpaan pasti dan absolut dengan “Ku”, satu-satunya kemungkinan jalan hidup manusia). Istilah Universitas dalam Peradaban Persekolahan sudah benar, tetapi belum pernah memahami tujuan Ujian Akhirnya, apalagi mengkurikulumkannya, karena tenggelam di belantara Sihir.

Interupsi: Di dalam wacana dunia Thariqat baku dipakai struktur “Dzat Sifat Isim Af’al”. Di dalam Maiyah digunakan penglihatan yang berbeda: “Dzat Sifat Isim Jasad/Jisim”. Tanpa Af’al? Semua yang ada dalam struktur itu adalah Af’al. Semua itu adalah Af’alullah (perilaku, kerja Allah). Allah memperkenalkan inti Diri-Nya sebagai Dzat bukan karena diri-Nya melainkan karena memberi jalan pengetahuan dan intimitas kepada manusia. Merendahkan diri-Nya ke Sifat, untuk lebih mempermudah perjuangan dan pencapaian manusia kepada-Nya. Bahkan dituturkan Isim-Asma (ilmu-ilmu sosialitas manusia bersama alam), dan dihamparkan Jasad Jisim (materi, fisika, biologi, dengan Ilmu Murni atau Ilmu Sejati misalnya Matematika, dst).

Af’alullah itu diaktivasi menjadi perilaku dan kerja Manusia, dengan Malaikat (>> Muluk, Malik, Malakut, Malaikat >> rentangan /tools of authority pengerjaan birokrasi Alam Semesta) diperbantukan kepada dan bekerja untuk kepemimpinan Khalifah /Manusia). (Lihat point-1).

Di awal masa transisi dengan empat tahun rahasia (1398-1402) para Sesepuh dan Pemimpin Nusantara melakukan pekerjaan besar-besaran dan rahasia untuk menyelamatkan (yang masih mungkin disembunyikan) harta kekayaan berlimpah-limpah jasmani-rohani dengan berbagai cara. Ada yang disamarkan fisiknya. Ada yang ditimbun menjadi seakan-akan bukit atau dilembahkan atau dihutan-belantarakan. Ada yang di-lock dengan coding di semua bahan-bahan, Kitab, Manuskrip, Prasasti. Ada informasi yang sengaja diterbitkan untuk menjebak penerima atau pembacanya. Ada fakta sejarah atau nilai-nilai yang disembunyikan di balik Rajah, ada yang dititipkan ke Folklore, lagu kanak-kanak dst.

Karena mulai 1511 seluruh fakta sejarah Nusantara akan resmi ditenggelamkan di dalam kegelapan sejarah. Bumi hanya mencatat Peradaban Mesir Kuno, Yunani Kuno, Cina Kuno, dan generasi sesudah abad 15-16 akan dibutakan sebuta-butanya dan dibikin tidak percaya kepada Peradaban Nusantara dengan segala pencapaian materiil maupun spiritualnya. Bangsa-bangsa di hamparan Nusantara dipimpin oleh embrio-Zionisme (yang mematang di abad 17 dan sempurna di era 2000-an). Lahir menjadi Bangsa Indonesia yang hidup dalam Animasi-Sihir Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bangsa yang namanya diberikan oleh penjajahnya, Bangsa yang tidak percaya kepada orang-orang tuanya, leluhurnya, Mbah-Mbahnya, dan karena itu pasti menjadi Bangsa yang tidak pernah percaya kepada dirinya sendiri. Bangsa yang dijajah dan diperbudak oleh orang-orang dari Kerajaan dan diajari untuk menghina Kerajaan, membuang Pusaka dan Kasepuhan. Bangsa yang kagum kepada takhayul dan produk-produk sihir, dan kekaguman itu dibiayai sangat-sangat mahal dengan membangun gudung-gedung tinggi dan luas untuk kurikulum dan budaya ketertindasan dan kebodohan. Bangsa yang bangga atas apa yang seharusnya mereka merasa malu. Bangsa yang membungkuk-bungkuk kepada kehinaan dan kerendahan. Karena mereka (dimobilisasikan untuk) tidak mengerti di mana rumahnya, tidak paham “sangkan-paran”nya, tidak bertanya dari mana asalnya dan ke mana tujuannya. Bangsa yang merasa nikmat menghina dirinya sendiri dan bangga menjunjung orang lain yang mengajarinya kehinaan. Bangsa yang kalau berkebun, buah terbaiknya disebut “Jambu Bangkok”, dan kalau beternak lele terbaiknya disebut “Lele Jumbo”.

Wali Songo dan utamanya ujung tombak Peradaban Nusantara Kanjeng Sunan Kalijogo yang mangejowentah hingga hari ini dengan ‘format/extension’ yang berbeda serta dengan batas perkenan aktualisasi yang tidak persis sama karena formula peradabaannya juga sudah berbeda — hanya terbatas bisa melakukan pewarisan-pewarisan Coding di berbagai wilayah kehidupan dan kebudayaan, membuat dan menyebarkan kunci-kunci zaman yang diperlukan oleh anak-anak cucunya untuk membuka Gembok Gerbang Nusantara Raya kembali.

Penenggelaman Nusantara dan abad-abad jahiliyah buta tuli bodoh dungu bebal pekok kemprung itu sudah hampir sampai ke puncaknya, sudah tiba pada kepemimpinan yang paling pah-poh yah-yoh hah-hoh, paling tidak mandireng, paling tidak pantes, paling tidak memenuhi syarat dari parameter apapun. Bahkan suku-suku primitifpun tidak memilih Kepala Suku seperti itu. Kenapa belum puncak? Karena puncak bebendhu bukan orang bodoh pelakunya, melainkan orang culas, licik, nyinyir, hipokrit, komunikatif karena serakah, dan Anda semua sebaiknya menyiapkan diri mengalami puncak ini, bahkan bisa tahun ini.

Rakyat pemeluk Agama Sihir masih berprasangka ini adalah era “Petruk Dadi Ratu”. Bahkan Bangsa yang merasa mencintai Wayang ini tidak mengenal apa siapa Petruk, karena mereka akan men-deeksistensialisasi Sunan Kalijogo dan Walisongo. Kanjeng Sunan menghadirkan Petruk sebagai Zahid, Filosof, Intelektual, Pandito, bersenjata Arit dan bukan Pedang, dlsb, bersama Kiai Semar Karang Kedempel ‘Bapak’nya dan Gareng Bagong ‘saudaranya’ diperintah menyamar untuk menjadi warga RT-RW di lapisan terbawah. Dan rakyat korban sihir hingga abad 21 menyangka Semar dan ‘anak-anak’nya itu benar-benar bukan siapa-siapa. Meskipun Sunan Kalijogo jauh-jauh hari menginformasikan “maqamat” di mana Bhatara Guru dihajar oleh Petruk dan dikejar-kejar sampai bersembunyi di Jumbleng.

Jangka dari 5011 hari ini sudah lewat, kita memasuki Satu Dekade Transisi diperhitungkan dari 2015 saat ini. Bisakah puing-puing ini dihimpun kembali menjadi kehidupan kembali yang baru? Bisakah dari Nusantara yang tidak dikenali dan Indonesia yang tidak kenal diri lahir sebuah zaman dan peradaban baru? Bisakah Jawa yang bukan Jawa beserta semua yang lain yang kediriannya tinggal serpihan-serpihan “ngasak” menemukan bebuahan sejati dari masa silamnya? Bisakah Negeri (nasi terlanjur jadi) “Bubur” ini bercocok tanam menuju Panen Nusantara? Bisakah Himpunan Persemakmuran Bangsa-bangsa Besar yang telah “membuburkan” diri di mangkok kecil sempit “Jong Java Jong Ambon…” ini terbangun dari tidurnya, menemukan dirinya, dan secara bertahap membangun “Mercusuar di Timur” untuk kepemimpinan “Rahmatan Lil’alamin” dalam skala lebih separo Dunia? Melebihi prestasi kakek-moyangnya yang dihapus oleh Sejarah?

Bisakah Bangsa Ajhalul-Jahiliyah korban sihir 500-700 tahun ini menemukan kembali Muluk, dengan terlebih dahulu mengenali Muluk-Malaka-Maluku-Maliki dan Islam-Salam-Salaman-Sleman-Sulaiman? Apakah informasi mutakhir “allama Adama al-asma” yang berupa Al-Quran pernah menyebut bangunan kekuasaan selain “Mulk”? Siapakah yang, atas tuntunan Kanjeng Nabi Andhap Asor Muhammad SAW, diperjalankan untuk menjalani, bertariqat dan lelaku, sebagaimana yang dilakukan oleh Malik Sulaiman? Kumpulan manusia yang mana yang melakukan Ijtihad, Perombakan, Pendobrakan dan Dekonstruksi atas sangat banyak bidang perilaku ummat manusia: Cara (sudut, sisi, jarak, lingkar) Pandang yang baru, innovatif, kreatif, bahkan inventif, dengan pencakrawalaan baru, perspektif baru, kasyaf baru dan bermacam buah lelaku lainnya – atas nilai-nilai kemanusiaan, kebudayaan, politik, perekonomian, regulasi, keamanan, ilmu, bumi dan langit, pola komunikasi, pembelajaran, pengajian, demokrasi, kampus, kebatinan, managemen, dunia, akhirat, pembangunan, negara, kerajaan, ummat-masyarakat-rakyat, siklus managemen waktu, hukum-akhlaq-taqwa, bahkan filosofi bunyi dan suara, serta apa saja yang tak habis dideretkan di sini? Siapakah Kaum Mujtahidin Fatihin Kasyifin ‘Amilin Muthahharin Munawwarinun-Nur Nashirin dan berbagai macam gelar lain untuk kerja keras kerja setia kerja ikhlas? Siapakah di seantero muka Bumi ini yang berkumpul mencari Kesejatian Hidup dari sore hingga pagi dengan fokus jiwa raga dan tidak bergeming oleh deras hujan atau oleh kegelapan malam, yang tulus dan sabar di antara mereka, yang tidak sedebupun kandungan pikiran negatif atau hati jahat? Siapakah di muka Bumi ini yang berhimpun tidak berangkat dari kepentingan diri (ananiyah, egosentrisme), tidak karena mencari laba dunia, tidak didorong oleh kepentingan hina dan rendah materialisme – ketika seluruh penghuni Bumi melakukan yang sebaliknya? Siapakah yang duduk lesehan dengan keyakinan dan kesabaran selama waktu yang tak bisa dipahami oleh ilmu, kebudayaan dan industri, untuk “mencari sesuatu yang sejati yang mereka belum tahu” – ketika seluruh penduduk Dunia menggenggam “time is money”, “tidak ada makan malam gratis”, “yufsiduna fil ardli wa yusfiqud-dima’”, menyebarkan kerusakan di Bumi dan menumpahkan darah? Di titik mana dari permukaan Bumi cahaya langit yang tidak kasat mata memancar dan meng-install jiwa semua yang berkumpul di situ, sehingga titik-titik itu memantulkan pancaran cahaya ke langit dan ke sekelilingnya? Sehingga para Leluhur yang “lulus rohaniyah” di keharibaan Allah beterbangan dari berbagai penjuru angin dan berkumpul di sekeliling titik itu?

Siapa? Maiyah. Titik-titik apa itu? Maiyah. Di mana? Maiyah. Orang-orang Maiyah lahirlah kembali, melangkah di jalan urutan 14 Asmaul Husna di Surat Al-Hasyr 22 sampai akhir, dengan bekal ayat-ayat sebelumnya terutama “jangan menjadi orang yang lupa Tuhannya sehingga kehilangan dirinya”. Orang Maiyah mengarungi “Muhammadun Yaqut bainal-hajar”, mengais mana mutiara mana intan berlian mana batu kerakal kerikil – karena Bangsanya ditipu habis disuguhi Kerakal yang dihias-hias dan dicitrakan sebagai Intan Berlian. FGD-2 mengacukan tema apa saja ke jalanan itu. Orang Maiyah mandi besarlah dari kepalsuan zaman dan kegelapan abad-abad. Dari Timur arahkan bangbang cahayamu ke Barat. Orang Maiyah ragukan dan pertanyakan kembali setiap kata /idiom /term /isim /asma yang berasal dari Abad-abad Pemalsuan. Kalau di seluruh dunia ada 30 juta (kosa)kata, jangan menyangka realitas atau fakta kehidupan hanya sejumlah 30 juta. Apalagi nilai kehidupan, tak terhingga kali 30 juta. Maka Orang Maiyah terus tekun mengeksplorasi dan mencakrawalakan pemahaman. Pada saat yang sama, pegang erat-erat setiap (kosa)kata dari Allah di Al-Quran. Orang Maiyah temukan syaithan dan Malaikat dalam diri dan bangsamu, stop aktivasi syaithan dan mulai aktivasi Malaikat, dengan terus mengingat bukan orang Maiyah Allah-nya, bukan orang Maiyah Muhammad bin Abdullahnya, tetapi Maiyah pengakses Nur-nya. Dengan kata lain, bukan Maiyah penulis Lauhul Mahfudh. Allah pemegang otoritas mutlak blueprint dan time-line zaman. Itulah sebabnya Orang Maiyah diperingatkan Allah “jangan menghardik waktu”. Orang Maiyah terus lelaku, menanam, menabur, menyebar dan menyebarkan.

Muhammad Ainun Nadjib, Shadaqllahul’adhim 
23 Maret 2015