Tagged mukadimah

Mukadimah: NEITHER NOR

Berpihak kepada siapa kita sebaiknya? Kurawa atau Pandhawa? Apakah sudah pasti Pandhawa itu baik dan Kurawa itu buruk? Siapa yang lebih baik, Kresna atau Sengkuni? Dan hari ini, manakah yang lebih baik? Kiri atau Kanan? Sosialis atau Kapitalis? Radikal atau Liberal? Moderat atau Konservatif? Bahkan dulu, Bung Karno pernah menyatakan bahwa Sosialisme di Indonesia itu tidak sama dengan Sosialisme Uni Soviet, Cina, bahkan Yugoslavia. Kemana sebenarnya arah Negara ini akan dibawa? Kapitalis atau Sosialis? Nyatanya, Negara dan Pemerintah saja, kita masih gagap membedakan. Indonesia ini sebenarnya Republik atau Kerajaan? De jure-nya adalah Republik. De facto?

Mukadimah: “NABI DHOLIM”

Maukah kita menyadari bersama-sama bahwa diri kita ini pun sebenarnya belum lulus menjadi manusia? Manusia yang sejati adalah manusia yang tidak memerlukan aturan-aturan hukum untuk melakukan kebaikan dan meninggalkan perilaku yang buruk. Manusia yang sejati tidak membutuhkan ayat-ayat Al Qur’an, apalagi pasal-pasal hukum dalam Undang-undang hukum pidana, perdata atau apapun saja untuk memahami bahwa mencuri itu perbuatan yang tidak baik. Manusia yang sejati menemukan kesejatian hidup bahwa tugas utama hidup di dunia adalah berbuat baik kepada sesama makhluk ciptaan Tuhan.

Mukadimah: INDONESYARIAH

Seperti halnya kata Syariah ini. Dalam khasanah Bahasa Arab, kata Syariah berakar dari kata Syari’. Sebuah kata yang juga memilki arti kata yang sama dengan kata; Sabiil, Thoriq, dan juga Shiroth. Namun, meskipun semua kata itu memiliki makna yang sama, namun dalam Bahasa Arab setiap kata digunakan sesuai dengan peruntukannya. Tentu kita pernah mendengar ayat; Ud’u ilaa sabiili rabbika bi-l-hikmah wa jaadilhum billatii hiya ahsan. Dalam ayat tersebut, Allah tidak menggunakan kata Syari’, apalagi Thoriq, lebih-lebih Shiroth, tetapi yang digunakan adalah kata Sabiil.

Mukadimah: WARAS-ATUL ANBIYA

Masyarakat saat ini sedang sakit. Pendidikan generasi seolah hanya dibebankan pada institusi sekolah, tetapi para pendidiknya dibayar murah. Sebaliknya media massa menyajikan suguhan yang tidak mendidik. Hiburannya bukan untuk menggembirakan masyarakat, justru menghipnotis penonton untuk larut dalam fantasi-fantasi. Informasi yang disuguhkan bukan berdasarkan kebutuhan untuk menyampaikan informasi yang baik dan sehat. Rumusan bad news is a good news semakin nyata adanya. Kebudayaan tidak mengakar pada masyarakat, tapi sekadar menjadikan masyarakat sebagai konsumen pemuja sensasi-sensasi selebriti.

Mukadimah: BELAJAR MEMILIH PRESEDEN

Kita semakin terbiasa untuk hanya memperhatikan satu jengkal yang ada di depan mata. Jangankan untuk melihat cakrawala yang sedemikian luasnya, bahkan untuk memutar arah penglihatan, dan melatih daya pandang agar jarak pandang semakin jauh dan luas, kita enggan. Juga untuk memandang sebuah peristiwa dengan menggunakan metode thawaf, kita sama sekali kehilangan kepekaan itu. Apa yang dilihat di depan mata, itulah kebenaran yang diyakini. Kita sama sekali tidak terlatih untuk mampu membaca dan memahami ayat-ayat Tuhan yang tidak difirmankan.

Mukadimah: MAIYAH BUMI DAN MANUSIA

Apakah peristiwa alam di bagian bumi tertentu di Indonesia adalah efek dari para pelaku kezaliman di daerah terdampak atau sebagai piweling pada manusia Indonesia lain yang saat ini berlaku zalim? Atau juga fenomena alam itu merupakan bagian dari sunnatullah memang dalam rangka manusia harus membayar “ongkos” agar tunainya kepasrahan kepada Tuhan? Masing-masing dari kita merdeka untuk menemukan jawabannya.

Mukadimah: INDOAUTONESIA

Sebuah negara bisa mendapat predikat sebagai negara autopilot. Ini bukan berarti negara tanpa presiden, menteri, dan aparatur negara, lantas tetap dapat berjalan baik-baik saja. Yang terjadi, operasional negara sekedar menjalankan rute-rute rutinitas saja. Kebijakan pemerintah diprogram dan bergerak sekedar merespon situasional kondisi masyarakat dan perekonomian dunia. Pembangunan mengandalkan hutang luar negeri, bukan sebagai wujud pertumbuhan ekonomi yang benar-benar tumbuh dan mengakar dari rakyat. Negara sekedar sebagai alat transportasi untuk meraih tujuan-tujuan jangka pendek. Okelah kalau memang pesawat itu yang dikehendaki para pemangku pelaksana negara dan masyarakat saat ini.

Mukadimah: SERIGALA BERHATI DOMBA

Bangsa ini tidak benar-benar sedang membangun persatuan dan kesatuan, karena pada setiap individu para stake holder politik di Indonesia mengutamakan kepentingan individu dan kelompok masing-masing, yang tidak bermuara pada terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa. Perpecahan justru semakin disuburkan dengan pembagian faksi-faksi dalam masyarakat. Cebong dan Kampret, Bani Taplak dan Bani Serbet, Kaum Bumi Datar dan Kaum Bumi Bulat, Toleran dan Intoleran, Radikal, Moderat, dan Konservatif serta masih banyak lagi label-label yang mengantarkan masyarakat pada perpecahan yang semakin nyata.

Mukadimah: TAK KUNJUNG NEGARA

Proklamasi kemerdekaan lebih menyerupai sebuah klimaks perjuangan kemerdekaan untuk segera melepaskan diri dari penjajahan negara lain ketimbang lahirnya sebuah negara-bangsa. Setelah proklamasi pun tidak serta merta Republik Indonesia langsung diakui dan diterima oleh negara-negara tetangga dan mata dunia. Luas teritorial geografis Negara Indonesia pun berubah. Dengan dinamika politik nasional dan internasional, bentuk negara Indonesia pernah berubah bebeberapa kali bentuk kenegaraan dan konstitusinya. Republik Indonesia yang diproklamasikan tahun 1945, pada tahun 1949 pernah menjadi Republik Indonesia Serikat sebelum akhirnya kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lepasnya Timor Leste di tahun 1999 berpengaruh terhadap luas teritorial georafis NKRI. Begitupun dengan perubahan UUD’45 di tahun 2002 yang juga sebenarnya telah merubah konstitusi negara. Selanjutnya, praktek demokrasi dengan pemilihan umum langsung nyata-nyata sangat berpengaruh terhadap legitimasi kekuasan pemerintahan lima tahunan terhadap negara.

Mukadimah: FASTABIQUL HAIBAT

Keinginan supaya dinilai hebat sering kali menjadi beban. Padahal, asalkan konsisten yang dilakukan benar dan dijalankan sebaik mungkin, pengakuan kehebatan bakal menjadi efek dari yang diusahakan. Justru manakala pengakuan kehebatan dijadikan tujuan perbuatan, ketika yang dilakukan tidak mendapat tanggapan positif dari orang lain akan muncul kekecewaan. Alih-alih meneruskan kebaikan yang sudah jalan, bisa jadi berhenti dan enggan untuk melanjutkan.