Mukadimah: FASTABIQUL HAIBAT

mukadimah kenduri cinta edisi juni 2018

DI DAERAH pedesaan yang memproduksi gula merah tradisional, masih ada kakek-kakek yang setiap pagi dan sore memanjat pohon kelapa untuk menyadap Nira. Dalam sehari mereka bisa turun-naik puluhan pohon kelapa yang tingginya berkisar 15-20 meter untuk mengganti porong yang sudah berisi getah bunga kelapa dengan yang masih kosong. Usia mereka ada yang diatas enam puluh tahun, tapi fisik mereka masih nampak prima. Hebat? Ya itu menurut kita. Tapi bagi mereka, hal itu biasa saja.

Menjadi hebat atau tidak hebat merupakan penilaian orang. Kehebatan seseorang diakui karena kemampuan yang dimilikinya lebih dibandingkan dengan liyan pada umumnya. Kemampuan ini diperoleh berkat anugerah dari Tuhan atau pun karena usaha berlatih untuk meningkatkan kemampuan. Otomatis, seorang Ibu adalah orang hebat yang telah mengandung dan mampu menahan sakit saat melahirkan anaknya. Sedangkan seorang ujung tombak tim sepak bola baru dikatakan hebat jika dengan latihannya mampu menghasilkan banyak gol di setiap pertandingan.

Menjadi hebat bukanlah keharusan. Tetapi keinginan menjadi hebat seringkali menggiurkan, terutama di masa muda. Dengan kemampuan lebih ketimbang orang umum, seseorang dapat terkenal dan dikagumi banyak penggemar. Budaya populer semakin mendukung upaya meraih pengakuan, bahkan dengan cara-cara instant kemampuan yang sedikit di atas rata-rata dapat dipoles dan dipublikasikan sehingga nampak lebih hebat.

Kehebatan terkait banyak hal dan tidak soal benar-salah atau pun baik-buruk. Bisa soal kekuatan, keahlian, kepandaian, daya tahan, kecepatan, ketelitian dan hal lainnya dalam mengoptimalkan batasan. Seseorang yang mampu bertahan pada cuaca dingin di lingkungan ekstrim dengan perbekalan minim hingga berhari-hari dapat disebut hebat karena orang pada umumnya tidak dapat bertahan pada kondisi serupa. Namun, seorang pengacara yang mampu membebaskan terdakwa padahal berbagai bukti jelas memberatkan dakwaan juga bisa disebut hebat. Begitu pula seorang yang mampu mencopet di tengah orang berdesakan tanpa ketahuan bisa dikatakan hebat.

Kehebatan kolektif dari sekumpulan orang yang bekerjasama jauh lebih rumit ketimbang kehebatan perorangan. Grup band misalnya. Selain keahlian setiap anggota memainkan alat musik, diantara mereka harus terjadi keselarasan ketika menyajikan nomor lagu secara bersama. Setiap personil mesti benar dan baik dalam memainkan alat musiknya, perpaduan pertunjukan mereka juga diusahakan seindah mungkin. Satu saja personil bermain buruk apalagi salah dalam memainkan alat musik, maka permainan musik sebaik apapun dari rekan lainnya akan menjadi tidak menarik.

Keinginan supaya dinilai hebat sering kali menjadi beban. Padahal, asalkan konsisten yang dilakukan benar dan dijalankan sebaik mungkin, pengakuan kehebatan bakal menjadi efek dari yang diusahakan. Justru manakala pengakuan kehebatan dijadikan tujuan perbuatan, ketika yang dilakukan tidak mendapat tanggapan positif dari orang lain akan muncul kekecewaan. Alih-alih meneruskan kebaikan yang sudah jalan, bisa jadi berhenti dan enggan untuk melanjutkan.

Kecenderungan anti terhadap kritik tanpa disadari muncul dari orang-orang yang sedang memburu kehebatan dirinya. Merasa selalu benar atas setiap yang dilakukannya.  Bisa jadi pada kondisi ekstrim akan menuhankan kemampuan dirinya dan pencapaian-pencapaian yang dihasilkan dari usahanya. Puncak evolusi hari ke empat akan dipenuhi orang-orang yang merasa hebat. Manusia-manusia yang mengakui dirinya sebagai pusat peradaban. Tidak cukup berlomba-lomba untuk berbuat baik, namun usahanya itu semata-mata ditujukan supaya mendapat pengakuan hebat dari orang-orang di sekitarnya.

Untuk mendapatkan perolehan suara, kampanye politik tentu berisikan visi-misi hebat supaya mendapat dukungan dari rakyat peserta pemungutan suara. Kampanye tentu akan berisikan janji-janji dan program-program kerja yang menonjolkan keberpihakan mereka terhadap kepentingan rakyat banyak. Yang terjadi bukan musyawarah untuk mufakat, tetapi debat publik untuk menjatuhkan lawan politik supaya nampak dirinya lebih hebat di mata masyarakat.

Memasuki usia ke-18, Kenduri Cinta berproses bukan dalam rangka membuktikan bahwa perjalanan selama delapan belas tahun ini merupakan bukti dari kehebatan Komunitas Kenduri Cinta. Sama sekali bukan. Justru dengan mensyukuri perjalanan ke-18 tahun ini, kita semua menyadari bahwa memang tidak ada yang lebih hebat di antara kita. Kita satu dengan yang lainnya memiliki keunggulan, tetapi dengan keunggulan itu bukan digunakan untuk mengungguli yang lainnya.

“Fastabiqul Haibat” menjadi tema yang diangkat Kenduri Cinta pada edisi Juni 2018 kali ini. Awam mengetahui dalam Al-Quran ada anjuran untuk berlomba-lomba berbuat kebaikan, fastabiqul khairat. Namun dengan fenomena yang berlangsung saat ini yang marak malahan perlombaan-perlombaan kehebatan. Kata Haibat sementara ini diartikan sebagai hebat yang umum digunakan dalam Bahasa Indonesia. Kata hebat bukan dalam konotasi negatif atau positif, bisa keduanya. Menyambut perayaan 18 tahun Kenduri Cinta, tema ini diangkat untuk bersama-sama menyadari bahwa sebuah keindahan terbangun atas pondasi kebenaran dan kebaikan yang dikelola dengan tepat. Kalaupun nanti pada gelaran acara muncul tafsir lain, itu sangat mungkin terjadi. Dan di sinilah asyiknya sinau bareng.