Suatu Saat Saya Akan Ke Indonesia

Catatan Perjalanan Maiyah Maroko 2013 – Bagian XI

Pementasan musik Kiai Kanjeng di Amphitheatre 17 Universitas Al Akhawayn kota Ifrane Maroko dimulai pukul 21.00 waktu setempat. Membuka performance kali ini, Kiai Kanjeng menyuguhkan nomor Evenou yang dibawakan oleh Imam Fatawi. Menyusul tepuk tangan yang sangat meriah begitu lagu ini selesai, Cak Fuad langsung naik ke panggung untuk terlebih dahulu menyapa dan mengucapkan salam kepada seluruh hadirin, dan kemudian segera dilanjutkan dengan nomor medley Maroko yang diaransemen secara khusus oleh Kiai Kanjeng sebagai persembahan bagi masyarakat Maroko.

Medley Maroko ini mengantarkan Cak Fuad memberikan sambutan. Di dalam sambutannya itu, Cak Fuad memuji Maroko yang dalam sejarahnya telah melahirkan banyak tokoh penting bagi peradaban umat manusia maupun peradaban umat Islam. Cak Fuad menyebut nama Ibnu Batutah yang masyhur sebagai penjelajah dunia pada abad ke-14, yang melakukan perjalanan ke pelbagai penjuru dunia dengan ragam penemuan dan pengetahuan yang luar biasa yang diwariskannya. Kemudian Ibnu ‘Arabi yang tak ada satu pun orang yang mempelajari tasawuf atau mistisisme Islam yang tak mengenalnya. Seorang sufi besar yang dikenal dengan konsepsi wihdatul wujud-nya. Imam Al-Jazuli, penulis kitab Dalailul Khoirot, sebuah kitab yang sangat terkenal di kalangan pesantren. Begitu juga Imam as-Sonhaji, penulis kitab Jurumiyah, kitab tata bahasa Arab dasar yang merupakan kitab wajib di pondok pesantren salafiyah, khususnya di wilayah Indonesia. Semua nama itu adalah orang-orang besar yang dilahirkan oleh Maroko.

“Kami orang Indonesia sangat menghormati tokoh-tokoh Maroko tersebut. Kami mempersembahkan lagu-lagu ini untuk menghormati beliau-beliau,” tutur Cak Fuad dalam bahasa Arab yang fasih dan sastrawi. Cak Fuad juga menegaskan bahwa Maroko adalah pintu gerbang masuknya Islam ke Eropa.

Pada penampilan untuk turut serta membuka Seminar Internasional “Islam in Asia” itu, dengan sangat menarik Cak Nun dan Kiai Kanjeng membawa audiens menyusuri luasnya jenis-jenis lagu yang dapat dimainkan oleh gamelan Kiai Kanjeng, laksana penjelajahan Ibnu Batutah, dari Timur Tengah, Barat, Jawa, Turki, Cina, dan lain sebagainya. “Gamelan Kiai Kanjeng bisa mengembara ke mana-mana,” tegas Cak Nun.

Berdua dengan Zainul Arifin, Cak Nun lantas membawakan nomor yang oleh Kiai Kanjeng dibakukan dengan judul Aba Bakrin dikarenakan diawali dengan suluk Zainul Arifin yang menyatakan kecintaan kepada empat sahabat Nabi yang merupakan khulafaurrosyidun dimana yang pertama adalah Abu Bakar. Nomor Aba Bakrin ini sangat khusyuk dan sakral, dengan tempo yang agak cepat. Nomor ini berisikan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW yang dibaca berulang-berulang secara bersama-sama: shallallahu ‘ala Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di dalam bait-bait lirik Aba Bakrin ini terkandung pesan-pesan persaudaraan serta pesan bahwa manusia bukanlah hamba harta benda. Itulah sebabnya, Cak Nun juga menjelaskan, ”Yang dipertengkarkan di antara umat Islam bukanlah tentang agama melainkan soal ekonomi. Kiai Kanjeng hadir di mana-mana untuk merukunkan orang-orang atau pihak-pihak yang bertengkar.” Pernyataan Cak Nun ini benar-benar mengundang applause yang membahana dari para audiens. Lebih jauh Cak Nun menguraikan dimensi filosofi-sosial gamelan Kiai Kanjeng, “Gamelan Kiai Kanjeng diciptakan untuk supaya bisa mensilaturahmikan semua lagu dari berbagai unsur. Itulah sesungguhnya aktivitas kami sehari-hari di mana-mana.”

Serangkaian lagu selanjutnya dibawakan oleh Kiai Kanjeng. Di antaranya, Wild World-nya Cat Stevens, Someone Like You-nya Adele, lagu Maroko Allah ya Moulana, lagu Turki Yansin Geceler yang kembali dipersembahkan oleh ananda Haya, Shalawatan Jawa, Dangdut, dan Kalimah-nya Fairuz yang dibawakan kembali oleh Mbak Via. Menariknya, Haya tidak hanya menyanyi dan mendapatkan sambutan yang baik dari penonton, melainkan ikut membantu Cak Nun menerjemahkan ke dalam bahasa Inggris kalimat-kalimat yang disampaikan Cak Nun kepada hadirin. Cak Fuad menerangkan, “Haya ini masih duduk di madrosah. Pada usia yang masih sangat belia ini, dia sudah pintar nyanyi dan lihai men-translate.”

Lagu Maroko Allah ya Moulana adalah nomor yang penuh kemesraan. Saat Kiai Kanjeng membawakan lagu ini, para mahasiswa Al Akhawayn University ini beranjak menapak ke panggung dan ikut menyanyi. Itulah sebabnya Kiai Kanjeng sendiri merasa bahwa pementasan di Ifrane ini lebih komunikatif dan interaktif, dengan keikutsertaan para mahasiswa mau bergabung di panggung bernyanyi bersama, sehingga tercipta keakraban. Applause pun terjadi berkali-kali, menandakan apresiasi mereka yang tinggi terhadap musik Kiai Kanjeng. Maka, Pak Nevi Budianto dan Mas Giyanto mengungkapkan bahwa para mahasiswa ini khususnya sangat senang karena bertemu dengan jenis kelompok musik yang sama sekali belum pernah mereka jumpai sebelumnya.

Di penghujung acara, Cak Nun membaca doa yang telah dialihbahasakan ke dalam bahasa Arab oleh Cak Fuad: Kami bangsa Indonesia memohon doa kepada saudara-saudara kami bangsa Maroko agar Allah menganugerahkan hidayah dan kekuatan untuk sanggup memenangkan pertempuran-pertempuran yang bangsa Maroko Insya-Allah sudah memenangkannya, yakni pertempuran melawan diri kami sendiri, pertempuran melawan kelalaian, pertempuran melawan butanya hati, pertempuran melawan tersesatnya fikiran, pertempuran melawan kebodohan dan kesombongan, melawan keserakahan dan watak khianat, melawan kemunafikan dan kelaliman, melawan rasa dengki dan kebencian.

Tepat pukul 23.38, Cak Nun dan Kiai Kanjeng mengakhiri persembahannya. Rektor Al Akhawayn University, Driss Ouaouicha, bergegas naik ke panggung dan mengatakan, “Saya akan datang ke Indonesia suatu saat. Sepanjang saya melihat musik, belum pernah melihat grup musik sehebat ini.” Rektor juga menyampaikan kekagumannya kepada Cak Fuad atas kepiawaiannya dalam berbahasa Arab. Bahkan bersama Ketua Lembaga Bahasa, Rektor meminta dipanggilkan Zainul Arifin, karena keduanya benar-benar kagum dengan suara Zainul dalam membawakan suluk atau lagu-lagu berbahasa Arab. Tak hanya itu, Rektor juga menuturkan, berkat penampilan Kiai Kanjeng malam ini, banyak mahasiswa yang berkeinginan hadir ke Indonesia khusus untuk belajar bahasa Arab.

Sementara itu, di tempat instrumen Bonang yang dimainkan oleh Bayu Kuncoro, dua orang mahasiswi tak sabar ingin merasakan bagaimana membunyikan alat musik yang barangkali baru kali ini dilihatnya, dan mereka pun segera mencoba nuthuk bonang.