Maiyahan Universitas Jember

Dalam rangka memperingati Dies Natalis ke-49, Universitas Jember (Unej) menyelenggarakan Gebyar Festival Tegalboto. Salah satu bagian dari rangkaian acara tersebut adalah Maiyahan bersama Cak Nun dan Kiai Kanjeng yang berlangsung pada hari Selasa malam tanggal 5 November 2013 di lapangan timur kampus UNEJ.

Dalam iringan nomor-nomor musik yang dibawakan Kiaikanjeng, Cak Nun mengajak semua yang hadir belajar mengenai apa saja demi kemajuan Unej di masa yang akan datang. Jangan dipikir Jember tetap Jember yang pinggiran. Dengan kreativitas terus-menerus, suatu hari Indonesia akan mengalami perubahan ke arah yang lebih baik.

SEMANGAT IJTIHAD

Dalam tiga ribu lebih penampilan Kiai Kanjeng sampai hari ini, sudah sangat banyak lagu yang dibawakan, baik dari segi jumlah maupun jenisnya. Ada bermacam versi shalawat, ada lagu Melayu lama, dangdut, pop, jazz, dan masih banyak lagi, yang semuanya disesuaikan dengan di dalam masyarakat mana mereka tampil. Dengan jenis penampilan musik seperti ini, susah mengidentifikasikan Kiai Kanjeng dalam fakultas-fakultas. Fakultas qasidah iya, fakultas keroncong juga masuk, fakultas salawatan, fakultas jazz, fakultas Arab Klasik.

Perjalanan Kiai Kanjeng memberikan pelajaran bahwa lulusan Unej pun bisa melakukan banyak hal tergantung pada seberapa besar semangat ijtihad yang dimilikinya. Dalam Islam ada tiga macam keputusan sikap, yakni: ijtihad, ittiba’, dan taqlid.

Ijtihad adalah terus-menerus mencari dan menciptakan sesuatu yang baru. Kalau memang tak mampu ber-ijtihad, kita bisa ber-ittiba’, mengikuti apa yang sudah ada dengan pemahaman akan apa yang diikutinya. Taqlid, yang subyeknya disebut muqalidin, adalah semata-mata anut grubyuk – mengikuti tanpa mengerti apa yang sedang diikutinya.

Unej perlu mengidentifikasi berapa kadar ijtihad, ittiba’ dan taqlid di dalam dirinya. Kalau kita lihat yang terjadi di masyarakat secara keseluruhan, tingkat taqlid sudah lebih dari 90%. Bahkan upaya-upaya ijtihad dicurigai dan dihambat untuk tumbuh.

Membentuk negara pun kita taqlid tanpa lebih dulu melihat pengalaman-pengalaman masa lalu dan seperti apa jenis masyarakat kita. Model demokrasi kita impor dari Amerika, padahal kita punya sejarah Majapahit yang meskipun bentuknya terlihat sebagai kerajaan tapi sudah memiliki manajemen pemisahan antara negara dengan pemerintah. Gajah Mada sebagai kepala pemerintahan dan Hayam Wuruk sebagai kepala negara memiliki perbedaan secara institusional.

Negara ibarat keluarga, sedangkan pemerintah ibarat rumah tangga. KPK adalah lembaga negara yang pada awalnya dibentuk terutama untuk mengawasi kinerja pemerintah, tapi di Indonesia dia justru dilantik oleh presiden yang adalah kepala pemerintahan. Jangankan soal negara dan pemerintah, di Indonesia ketua dewan kehormatan saja bisa merangkap sebagai ketua umum partai.

ILMU SANGKAN PARAN

Untuk bergerak ke depan, yang pertama kali harus dirumuskan oleh UNEJ adalah siapa sebenarnya dirinya, siapa nenek moyangnya, seperti apa tatanan budayanya. Dengan bekal pengetahuan ini barulah UNEJ bisa memiliki pertumbuhan yang kontinyu dari setting awalnya.

Kita harus mengerti ilmu sangkan paran, kita harus paham siapakah asal-usul kita, kita harus menjadi orang sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah. Jangan sampai habis seluruh hidup kita berusaha menjadi anjing padahal Allah memaksudkan kita untuk menjadi kucing.

Gamelan Kiai Kanjeng memangku dunia dengan mampu memainkan nomor-nomor musik dari seluruh benua. Kiai Kanjeng berusaha memberi cerminan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang unggul. Di Napoli mereka tampil bersama musik klasik dunia, di Teramo mereka dinobatkan sebagai musisi country, di Mesir mereka dicatat sebagai pemusik Arab Klasik. Kiaikanjeng menunjukkan bahwa dengan ijtihad kita bisa mengeksplorasi bermacam-macam hal.

Nabi Adam alaihissalaam diciptakan oleh Allah dengan seluruh kelengkapan potensi. Malaikat Izrail (yang dikenal oleh orang Jawa sebagai Hojorolo) diperintah untuk mendesain jasad Nabi Adam sedekat mungkin dengan impresinya akan Allah. Setelah jadi, ditiuplah jasad itu oleh-Nya sehingga hiduplah ia. Orang Jawa, yang oleh Nabi Adam diwarisi kelengkapan itu, harus mensyukuri Jawanya dan menggunakannya untuk memperindah Islam.

Dalam Islam ada tiga macam keputusan sikap, yakni: ijtihad, ittiba’, dan taqlid. Unej perlu mengidentifikasi berapa kadar ijtihad, ittiba’ dan taqlid di dalam dirinya.

Emha Ainun Nadjib

BUKAN NEGARA DUNIA KETIGA

Salah satu penyakit ganas bangsa Indonesia ada di dalam konsep hidupnya, yaitu inferioritas. Padahal tiap kali Kiai Kanjeng pentas di Prancis, Jerman, Itali, Belanda, Maroko, dan di negara-negara lainnya, mereka berikan applause luar biasa. Mereka kagum pada gamelan.

Indonesia bukanlah negara dunia ketiga. Kalau memang mau unggul-unggulan perekonomian, ukuran mana yang lebih mencerminkan: pendapatan per kapita atau daya beli? Orang Indonesia jelas tak punya pekerjaan tapi bisa beli ponsel terbaru, berani menikah, berani punya anak, berani kredit sepeda motor.

“Orang Jember itu campuran antara Majapahit dengan Blambangan, tidak boleh minder. Biarkan Majapahit dan Banyuwangi bertengkar tentang Damar Wulan dan Minak Jinggo. Orang Jember cukup memupuk kreativitas terus-menerus. Perkara pertarungan kekuasaan di Jakarta, Departemen A dikuasai ITB, Departemen B dikuasai UGM, menurut saya itu bukan tantangan. Untuk apa kolusi-kolusi seperti itu? Yang penting adalah kreativitas seluruh alumni Unej bermanfaat di mana-mana. Tantangan Unej adalah bagaimana bisa ikut menyembuhkan Jember yang merupakan tempat korupsi terbesar di Indonesia.”

Kalau ada semut yang diumumkan sebagai bukan semut, apakah batal semutnya? Kalau kita dituduh kafir, apakah lantas kita menjadi kafir? Kalau masuk kandang kambing, apakah lalu kita menjadi kambing? Kita harus punya keyakinan diri. Berprestasi adalah berprestasi saja, pandai adalah pandai, hebat adalah hebat – tak usah minta pengakuan dari mana-mana.

“Kalau saya menuntut apa-apa, buat apa saya ada di sini sementara saya punya hak di Jakarta. Saya berada di sana ketika berlangsung proses peralihan kekuasaan dari Seoharto ke Habibie, dari Habibie ke Gus Dur. Saya bikin konsepnya dan saya punya hak, tapi saya sama sekali tidak mengambilnya,” tutur Cak Nun.

Kiai Kanjeng kemudian membawakan lagu dangdut, sebuah jenis musik yang hanya ada di Indonesia. Dangdut merupakan inovasi dari musik Melayu yang dinyanyikan dengan irama rock. Lagu Perdamaian baru dikenal dan diakui setelah dibawakan oleh grup band Gigi, padahal jauh sebelumnya sudah dibawakan oleh Nasida Ria. Karena orang Indonesia sekarang minder, musik yang diakui adalah yang sudah keluar di televisi.

Musik reggae dari Jamaika, pedalaman Afrika, bisa mendunia karena mereka percaya diri. Sementara kita, semakin hari semakin menghancurkan dangdut. Pada awalnya musik dangdut bagus, tapi kemudian bergeser – yang penting adalah apakah penyanyinya cantik atau tidak, musiknya sekunder. Pada langkah berikutnya, wajah cantik tak lagi penting karena yang terutama adalah apakah goyangnya seksi atau tidak. Akhirnya hancurlah musik dangdut. Musik dangdut hancur oleh dunia dangdut, oleh budayanya sendiri. Padahal kalau kita mampu menghormati kebudayaan kita sendiri, kita tidak akan bisa dikalahkan oleh kebudayaan manapun di dunia. Kenapa kita tinggalkan kebudayaan kita padahal Allah memerintahkan kita menjadi orang Indonesia? Bangsa Indonesia harus bangkit martabatnya, harus bangkit harga dirinya.

Kita harus punya keyakinan diri. Berprestasi adalah berprestasi saja, pandai adalah pandai, hebat adalah hebat – tak usah minta pengakuan dari mana-mana.

Emha Ainun Nadjib

IMG-20131106-04546

Setelah nomor No Woman No Cry dilanjutkan dengan salawatan dalam irama reggae dan Lir-Ilir dalam irama slendro, pelog, dan dalam aransemen Kiaikanjeng, beberapa petinggi Unej diminta Cak Nun untuk naik ke panggung dan menyampaikan apapun.

Pak Ayip yang juga adalah teman lama Cak Nun bernostalgia mengingat-ingat pertemanan mereka di Malioboro pada tahun ’70-an. Ketika itu Cak Nun mengawal majalah kebudayaan Masa Kini, Linus Suryadi di Berita Nasional, Yudistiro Adhinugroho di Berita Karya, Umbu Landu Paranggi di Pelopor, dan Pak Ayip sendiri di Eksponen. Cak Nun adalah profesor kehidupan untuk Indonesia, begitu ujar Pak Ayip.Beberapa dosen yang lain turut bercerita mengenai pertemuan mereka dengan Cak Nun. Banyak pesan-pesan Cak Nun yang masih membekas pada kesadaran mereka.

Cak Nun kemudian berpesan, “Kalian jangan kebanyakan makan. Semakin sedikit makan, semakin sehat. Jangan mudah minum obat kalau penyakit masih ringan. Jadikan sel-selmu, mentalmu, jasad rohanimu, menjadi kuat oleh sakit itu. Jadikan penderitaan dan kebingunganmu untuk memperkuat dirimu. Saya ingin kalian berumur panjang karena setelah ini Indonesia akan sangat menggairahkan. Tahun 2014 – 2015 adalah satu momentum di mana gerbang perubahan harus terjadi, baik secara bumi maupun secara langit. Kita harus mengupayakan agar pada 2014 tidak terjadi pengulangan kesalahan seperti yang sebelumnya.”

“Saya mohon anda mempersehat diri anda. Anda harus menantang keadaan, tapi jangan memaksakan diri. Kalau anda orang baik, anda akan dipilih oleh Tuhan untuk menjadi pemimpin di masa yang akan datang. Saya sejak puluhan tahun lalu sudah menemani mahasiswa Indonesia di mana-mana, di antaranya Chicago, California, Berkeley. Saya sudah mengalami perubahan-perubahan mahasiswa di mana-mana.”

KEPEMIMPINAN PAWANG

Ada tiga jurus yang bisa dikeluarkan untuk melawan musuh. Jurus pertama mengandalkan kekuatan. Kita kerahkan seluruh kekuatan fisik kita untuk menumbangkan lawan. Jurus kedua dengan ilmu. Musuh yang akan kita lawan, kita pelajari sifatnya, hatinya, pikirannya, kecenderungan-kecenderungannya, sehingga kita tahu di mana letak kelemahannya. Jurus ketiga hanya ada di Indonesia, yakni metode pawang. Kalau sudah mampu jadi pawang, musuh akan tunduk begitu bertemu dengan kita.

“Kakekmu bukan hanya mawangi macan, tapi juga hujan dan gunung. Ini bukan perkara klenik dan syirik.Ini harus Anda pelajari. Di Amerika saja sudah mulai ada jurusan santet, jurusan kebatinan.

“Malam hari ini, 1 Muharram, sedang ada rapat besar nenek moyang kita. Besok akan ada keputusan apakah 9 gunung akan meletus, apakah akhir tahun akan ada gempa. Jogja pasti kena, tapi dalam jangka panjang akan menjadi tempat berkumpulnya nenek moyang dalam memandu kebangkitan kembali manusia di bumi agar muncul kepemimpinan yang baik.”

“Jangan mudah memberi label klenik. Anda percaya pada Saturday, Sunday, dan seterusnya, tapi begitu bertemu dengan Pon, Wage, Kliwon, anda bilang itu klenik. Kalau untuk jadi sarjana itu gampang. Anda harus punya takaran yang lebih tinggi, lebih besar, dan lebih panjang ke depan. Saya ingin anda menjadi pemimpin yang benar-benar mampu membangkitkan seluruh kehidupan.”

Rasa sakit itu penting dan harus kita syukuri. Dengan merasakan sakit kita mengenal cinta yang sejati.

Emha Ainun Nadjib

MANUSIA MEMUAI

Penemuan-penemuan di dunia musik, inovasi pertanian, terobosan teknologi, merupakan tanda bahwa memang pemuaian tubuh manusia dibatasi, tapi tidak dengan pikirannya. Oleh karena, manajemen pikiran tidak boleh salah.

Yang diketahui dan dilaksanakan oleh otak manusia masih di bawah 5%, masih banyak potensi yang belum tergali. Tapi karena pendidikan di Indonesia kurang mengolah pengelolaan pikiran sebagai alat produksi tapi hanya sebatas sebagai memori, maka kita menjadi kurang berkembang.

Dalam melihat musik, jangan sebatas soal senang atau tidak senang, tapi juga soal musik sebagai karya manusia. Notasi jazz berbeda dengan notasi musik biasanya, notasi blues menolak 2 dari 7 tangga nada yang ada. Jazz Indonesia juga pasti berbeda dengan jazz Barat karena Indonesia adalah negeri dengan berjuta nada.

Cat Stevens begitu masuk Islam berganti nama menjadi Yusuf Islam dan berhenti bermain musik karena alirannya, Wahabi, berkeyakinan bahwa musik itu bid’ah. Setelah bertemu dan ngobrol-ngobrol dengan Cak Nun yang ketika itu berada di London bersama Kiai Kanjeng, Yusuf Islam kembali bermusik.Bahwa bid’ah itu letaknya di dalam rukun Islam, di dalam ibadah-ibadah mahdlah. Di luar itu, yang ada adalah larangan melanggar syariat. Untuk mengenang karya beliau, Cak Nun meminta Kiai Kanjeng membawakan Wild World dan Morning Has Broken.

MENYAPA-NYA

Satu dari hadirin bertanya, apa yang menjadi alasan bagi Cak Nun untuk berkeliling dakwah ke berbagai tempat sampai hari ini.

“Saya seperti ini karena diperintah oleh Allah. Saya tidak punya karier, tidak punya motivasi, tidak punya cita-cita. Saya pergi ke manapun karena saya yakin diperintah Allah.Saya ke UNEJ karena tujuan saya ke UNEJ, motivasi saya ke UNEJ. Semua saya lakukan sebagai investasi kepada Allah dengan harapan Allah menyelamatkan Indonesia. Ini adalah bentuk negosiasi kepada Allah. Perkara dikabulkan atau tidak, tidak masalah. Saya tidak akan berhitung kepada Allah,” jawab Cak Nun.

Asal bahasa doa, du’a, artinya bukanlah meminta melainkan menyapa. Ana athlubu ilallah, aku meminta kepada Allah. Ana ad’u ilallah, aku menyapa Allah. Misalkan ada dua teman kita. Teman yang pertama setiap bertemu selalu meminta, sedangkan teman yang kedua selalu menyapa. Ketika suatu hari kita ingin menitipkan barang, teman yang manakah yang kita percayai?

Allah tentu akan menitipkan sesuatu kepada hamba yang selalu menyapa-Nya, bukan kepada yang selalu meminta. Meskipun kita bukan Allah, tapi sifat kita mewarisi sifat Allah dan Allah mensifati manusia dengan sifat Allah.

Ada saat-saat darurat di mana kita meminta kepada Allah, tapi yang harus rutin kita lakukan adalah menyapa-Nya. Kalau kesadaran berdoa kita adalah kesadaran menyapa, maka kita akan menjadi kekasih Allah.

RASA SAKIT ADALAH PINTUNYA

Otak manusia sangat besar kapasitasnya, dan sampai saat ini yang telah dipakai masih kurang dari 4%. Begitu luasnya kapasitas orak manusia, tapi pintu untuk masuk ke dalamnya sangat sempit. Satu yang paling mudah masuk ke otak adalah rasa sakit. Dengan memperbanyak rasa sakit, otak akan menjadi lebih aktif.

Orang menjalani ngrowot, prihatin, itu dalam rangka merasakan sakit. Orang modern tidak mengerti konsep ini maka khitan dan melahirkan tanpa rasa sakit ditempatkan sebagai penemuan hebat dalam bidang kedokteran.

Rasa sakit itu penting dan harus kita syukuri. Dengan merasakan sakit kita mengenal cinta yang sejati. Rasa rindu itu sakit dan terus-menerus kita rasakan kepada Allah dan Rasulullah.

“Misalkan ada sebuah lagu yang diaransemen Kiai Kanjeng berjudul Ya Thayibah, kemudian di Jakarta diubah liriknya dengan judul Bang Toyib. Awalnya saya marah, tapi kemudian ini saya jadikan sebagai rasa sakit. Rasa sakit itu tidak saya kembalikan kepada dia yang menyakiti, tapi saya setorkan kepada Allah agar Dia memberikan makna atas sakit yang saya rasakan.”

Ketika Perang Badar, pasukan Nabi Muhammad yang hanya 300 orang harus melawan pasukan musuh yang terdiri dari 3000 orang. Mereka berjalan 200 kilometer dari Madinah ke Lembah Badar, kemudian Nabi Muhammad berpidato: Ya ayyuhannaas, innama tunshoruuna, wa turhamuuna, wa turzaquuna bidhu’afaikum. Wahai pasukan Perang Badar, kalian insya Allah akan diberi kemenangan oleh Allah, akan diberi kemurahan oleh Allah, dan akan diberi rizqi oleh Allah. Tapi tolong ingat, kemenangan kalian bukanlah karena kalian hebat, melainkan karena kalian berperang untuk membela orang-orang lemah yang kalian tinggalkan di kampung-kampung itu.

Kemudian Rasulullah mengatakan kepada Allah: In lam takun alayya ghodobun fa laa ubali. Ya Allah aku dan pasukanku mati tidak masalah, Islam hancur tidak masalah, kami semua musnah tidak masalah, aku tak peduli asalkan Engkau tidak marah kepadaku.

Kalau niatmu adalah niat membela orang-orang lemah, Insya Allah akan diberikan-Nya kekuatan berlipat-lipat.

Emha Ainun Nadjib

Lain lagi dengan kejadian di Fatkhu Makkah. Terhadap pasukan Abu Jahal yang menjadi tawanan, Rasulullah berpidato: Ya ayyuhannaas, inna hadzal yaum laisa yaum malhamah, walakinna hadzal yaum yaumul marhamah, wa antumu-t-tulaqoo. Wahai manusia, hari ini bukanlah hari pembantaian melainkan hari kasih sayang maka kalian aku bebaskan.

Maka dilepaskanlah para tawanan, dibekali dengan harta rampasan perang yang seharusnya menjadi hak pasukan Islam. Ketika diprotes oleh pasukan Islam, Rasulullah balik bertanya: Kalian pilih cintaku atau harta rampasan perang itu?

“Anda punya peluang-peluang luar biasa besar dalam kehidupan asalkan anda pelajari benar watak Allah, firman-firman-Nya, dan kebiasaan Rasulullah. Menjadi mahasiswa adalah sebuah jalan. Kalau engkau perkaya dengan pengetahuan dan ilmu yang bermacam-macam, Insya Allah engkau temukan manfaat semaksimal mungkin dalam hidupmu yang akan datang.”

“Suatu hari kalau anda mengalami rasa sakit, jadikan ia sebagai alat untuk memperkuat batin dan jasadmu. Setiap disakiti orang, saya langsung memanfaatkannya sebagai sumber energi dan kebaikan saya. Dibenci dan dicelakai orang saya syukuri karena dengan begitu saya punya kesempatan untuk memaafkan dan menyayanginya.”

KESEIMBANGAN AKAL-HATI-SYAHWAT

Dua butir pertanyaan lagi dari hadirin. Pertama, apa yang perlu dipelajari supaya bisa meniru Cak Nun untuk memperbaiki Indonesia ke depan. Kedua, mana dari calon presiden 2014 yang dipilih oleh Cak Nun.

“Mudah-mudahan ini adalah percintaan. Allah menciptakan kita semua ini karena cinta.Dia ciptakan Nur Muhammad, lalu terciptalah alam semesta dan seluruh manusia. Maka jangan pernah kita lupakan mekanisme-mekanisme spiritual. Sadari bahwa berpuasa itu lebih baik daripada tidak berpuasa, dan berpuasa itu tidak hanya di bulan Ramadhan.

“Misalkan biasanya Anda makan satu piring, cobalah makan setengahnya saja. Jika biasanya tidur 6 jam, cobalah tidur 4 jam saja. Semakin kamu menawar, badanmu semakin sehat, jiwamu semakin kuat, mentalmu semakin tangguh.

“Yang saya lakukan sebenarnya adalah rajin. Sejak kecil saya punya thariqat sendiri tanpa harus bergabung dengan kelompok thariqat. Ketika kecil saya sudah tidur di atap rumah, jalan kaki di rel kereta api sampai 70 kilometer. Orang tua tidak mendidik saya, tapi saya tirakat sejak kecil. Saya tidak heran kepada semua orang yang anda anggap sebagai waliyullah. Kalau mereka salat bersama Kanjeng Nabi, saya yang menjaga masjidnya.

“Tidak ada yang bisa ditiru dari saya. Yang penting adalah sungguh-sungguh. Saya meladeni teman-teman seniman main remi dari malam sampai pagi, lalu ketika mereka tidur saya lanjut mengetik dari pagi sampai sore. Jangan mengandalkan kehebatan, tapi teruslah rajin.

“Anda jangan menjadi seperti saya. Anda harus menjadi diri anda sendiri. Setiap orang harus mengenali dirinya sendiri. Ingatlah perjanjian antara dirimu dengan Allah sebelum kamu lahir di dunia. Maka itulah gunanya hidup bersama orang tua: agar menemanimu untuk menemukan siapa dirimu yang sesuai dengan perjanjian dengan Allah.”

Dibenci dan dicelakai orang saya syukuri karena dengan begitu saya punya kesempatan untuk memaafkan dan menyayanginya.
Emha Ainun Nadjib

Dalam perjalanan mencari kesejatian itu, ada pelajaran mendasar yang bisa dipegang sebagai pedoman. Ketika jasad Nabi Adam selesai dibentuk oleh Malaikat Izrail, Allah meniupnya sebanyak tiga kali. Ketika kepalanya ditiup, hiduplah akal pikirannya. Ketika dadanya ditiup, hiduplah hatinya. Yang terakhir ditiup adalah bagian syahwatnya. Tiga faktor ini harus kita tentukan manajemennya secara tepat. Kita harus menentukan di antara tiga itu, manakah yang menjadi panglima dalam hidup kita.

“Coba lihat yang terjadi di masyarakat, menurut anda pemimpin sekarang mendasarkan tindakannya pada akal, hati, atau syahwat? Syahwat adalah segala sesuatu yang tidak pernah puas yang mampu membakar seluruh alam semesta,” tutup Cak Nun.

Pukul 01.00 dini hari, Cak Nun mengakhiri pengajian sekaligus pengkajian pada malam hari itu dengan mengajak seluruh hadirin berdoa untuk kebaikan bersama.