Tagged Emha

Pemimpin Tanpa Rasa Bersalah

“Talbis itu apa to Pak?”

“Talbis adalah Iblis menemui Adam di sorga dengan kostum dan make up Malaikat, sehingga Adam menyangka ia adalah Malaikat. Maka Adam tertipu. Rakyat adalah korban talbis di berbagai lapisan. Mereka dibohongi sehingga menyangka bahwa yang dipilihnya adalah pemimpin, padahal boneka. Boneka yang diberhalakan melalui pencitraan”

Pecah Kepala Khalifah

Bapak kami cukup cerdas untuk mengerti bahwa publik mulai menghirup atmosfer demokrasi. Kelurahan jangan bersifat monarki, jangan selalu pemimpin desa dari keluarga yang itu-itu saja. Bapak juga cukup peka bahwa sejumlah keluarga memiliki aspirasi untuk menyongsong era demokratisasi kepemimpinan desa. Jangan simpulkan bahwa sejumlah tokoh desa berambisi untuk mendirikan monarki baru. Ini adalah awal dari keindahan demokrasi.

Bapak mengemukakan kepada 15 putra-putrinya bahwa tidak indah kalau keluarga kita terus-menerus menjadi petinggi desa. Generasi kita harus mulai belajar menjadi rakyat. Di samping itu, secara khusus Bapak kami juga mengemukakan dengan suara pelan bahwa ia tidak mampu menjadi Lurah.

Pilgub, Pilpres, Pilnab, Piltu

Kita selenggarakan lelang jabatan, kemudian kita tayangkan dengan judul Pilbup, Pilgub atau Pilpres. Kita dirikan perusahaan raksasa, kita kasih merk Negara. Di dalamnya masing-masing petugas perusahaan bikin perusahaan sendiri-sendiri, berkoloni-koloni, berkelompok-kelompok, atau sendiri kecil-kecilan menggerogoti dinding perusahaan besar.

Seluruh perniagaan itu menghasilkan komoditas unggul hasil multi-transaksi keuangan. Komoditas itu kita perkenalkan sebagai pemimpin. Barang dagangan itu kita tanda tangani bernama pemimpin lokal, pemimpin regional dan pemimpin nasional. Dan para pemimpin berbagai level itu juga tidak sudi hanya menjadi komoditas, mereka sendiri pedagang.

Mantapkan Hati Menginjakku

Ada empat opsi tindakan Tuhan kepada manusia, berdasarkan fakta perilaku manusia itu sendiri. Pertama, hidayah: memberi petunjuk. Kedua, istidraj: mbombong, nglulu. Ketiga, idhlal: menyesatkan. Dan keempat, tark: meninggalkan.

Hal hidayah dan penyesatan. ”Engkau tidak bisa memberi petunjuk kepada siapapun saja meskipun engkau mencintainya, Allah yang memberi petunjuk kepada siapapun yang dikehendaki-Nya”.

Hinalah Aku, Jangan Islam, Please

Aku banyak dicampakkan ke dalam situasi konflik seperti itu yang tak mungkin kuceritakan satu per satu. Di Tulang Bawang, Mempawah, Rassau Jaya, Sidoarjo, Magetan, Tinambung dan Majene bersama Mara`dia Raja, pecinan Kelapa Gading dan lain-lain, dengan tema pertengkaran yang berbeda-beda. Perang Sampit Dayak-Madura membuatku harus menyisir 4 Kabupaten untuk mengupayakan api tidak melebar. Di sebuah lapangan di Sanggau aku mengumpulkan masyarakat Dayak dan Madura sekaligus.

Ilmu Aurat Dan Peradaban Kebijaksanaan

Kenapa semakin banyak jumlah manusia Ahmaq? Yang tak bisa menerima kata-kata apapun dari orang lain. Yang tidak bisa diajak berdialog. Yang tidak mengenal perundingan dan musyawarah. Yang kebenarannya mandeg dan final. Yang akalnya gumpalan daging, dan bukan susunan urat syaraf dengan gelombang elektromagnetik pengolah nilai. Kenapa semakin merebak di seantero permukaan bumi ini orang yang “tidak mengerti dan tidak mengerti bahwa ia tidak mengerti”?

Memutar Arah Istana

Saya ini diakui sebagai Muslim atau belum, sedang saya tunggu dan lacak petunjuk (hidayah) berupa tanda-tanda (ayat) dari satu-satunya pihak yang tahu siapa dan bagaimana sebenarnya saya, baik yang jahr (tampak) maupun yang sir (tersembunyi). Kepada “pihak” inilah saya patuh, ia yang memperjalankan hidup saya, karena ia pula yang berhak atas mati saya sewaktu-waktu.

Andaikan Tuhan mengakui bahwa saya Muslim yang tidak terlalu buruk, sehingga lumayan boleh mendekat kepada-Nya, maka saya akan nekad memohon agar Allah berkenan menghadirkan kembali Nabi Muhammad Saw, kekasih utamaNya, ke bumi. Satu dua bulan saja, atau seminggu lumayan lah. Kalau tidak ya beberapa jam saja cukup. “Wa kaana dzalika ‘alallahi yasiira”, hal itu mudah belaka bagi-Nya. Atas apapun saja Ia berkuasa.

Tampar Mukaku, Ludahi Mulutku

Semua ini peristiwa kasih sayang, saling percaya dan kemesraan. Di antrean itu saudara dan anak-cucuku ada yang mencium tangan saja. Ada yang cium tangan kemudian memeluk tubuh. Ada yang tak tahan menangis sebelum bersentuhan. Ada yang minta tanganku mengusap bagian atas kepalanya dan menjambak rambutnya. Ada yang kedua tangannya mengusap kepalaku badanku hingga kakiku lantas dia usap-usapkan ke pipinya. Ada yang menyodorkan ubun-ubunnya minta ditiup. Ada yang menyodorkan pipinya minta ditampar, dan kutampar demi pemenuhan cinta. Ada yang membuka mulutnya dan meminta kuludahi, dan kuludahi dalam kemesraan. Ada yang mengantarkan perut hamil istrinya untuk kuusap-usap. Ada yang belum hamil minta diusap siapa tahu Allah terharu kemudian dikasih janin. Ada yang pakai kursi roda dan aku melompat memeluknya. Ada yang digendong dan kuambil untuk kuganti-gendong. Ada yang dari jauh menggapai-gapaikan tangannya dan aku pun menggapainya meskipun hanya menyentuh ujung satu jarinya.

Manusia, Negara, dan Celana

Seluruh proses melibatkan anak-anak itu menyerap perhatian semua hadirin dan menggelembungkan rasa kasih sayang dari dalam diri kaum dewasa dan tua itu dua kali lipat dibanding kalau fokus interaksinya adalah antara saya dengan mereka sendiri. Anak-anak yang tampil spontan biasanya antara kelas 2-6 SD atau 1-2 SMP. Tentu kami berkenalan, saya bertanya kepada sejumlah anak secara berurutan, dan setiap jawaban mereka selalu menggembirakan seluruh hadirin, karena selalu lucu, segar dan mengharukan.

Banyak anak yang tidak tahu nama lengkap Ibunya atau apa pekerjaan Bapaknya. Rata-rata tidak tahu nama Kakek Neneknya, apalagi Buyut atau Canggahnya. Padahal misalnya dalam budaya Jawa ada sebutan nasab ke belakang dan ke depan sampai 18 tingkat: ada Mbah Wareng, Galih Asem, Debog Bosok, Gantung Siwur, Goprak Sente – yang semua sangat mencerminkan konsep kesadaran sejarah peradaban masyarakatnya, keluasan dan kedalamannya.

Indonesia Makam Pancasila

Di Negara Pancasila, Pemerintah menentukan haluan Negara berdasarkan pembelajaran tentang bagaimana Tuhan mengkonsep manusia dan dunia. Setiap rapat pucuk pimpinan dan sidang kabinet, tidak mengambil keputusan apapun sebelum mengkonfirmasikan program-programnya dengan policy Tuhan. Vox dei vox populi. Kemauan Tuhan adalah kemauan rakyat. Negara dan Pemerintah mematuhinya. Presiden dan para Menteri beristikharah menanyakan kepada Tuhan tentang apa saja yang mereka rencanakan: menggali tambang, mengolah darat dan laut, menarik pajak, menaikkan harga, berhutang, mengurut skala prioritas atau wajib sunnah pembangunannya.