Tagged EAN

Cucu Garuda

Ada apa sebenarnya kok Indonesia tidak memproklamasikan kemerdekaan tanggal 15 Agustus 1945, sebagaimana Korea, karena Hiroshima Nagasaki dibom masing-masing pada 6 dan 9 Agustus, tapi Indonesia mengulur waktu kemerdekaannya sampai 17 Agustus 1945? Apakah ada di antara Anda yang punya data tentang anaknya siapa Pak Harto itu sebenarnya? “Seberapa bersaudara” ia dengan Pak Probosutejo dan Pak Sudwikatmono? Apa hubungan antara Suharto kanak-kanak dengan arit dan rumput?

Tuhan Sebagai Pelengkap Penderita

Apakah Presiden dan para Menteri perlu tahu Kerajaan besar Sriwijaya atau Majapahit dulu sistemnya Kesatuan ataukah Persemakmuran? Apakah Tanjung Puri, Mandar, Gowa, Dipa dan Daha adalah Kerajaan Otoriter, Pemerintahan Monarki, ataukah Koalisi Perdikan-perdikan? Apa Mensos dan Mendiknas perlu tahu apa itu Selapanan Kendi Emas yang diminum bergiliran di Trowulan? Kalau ada yang berpikir tentang Negara Persemakmuran Indonesia, kita tegur: Negara Kesatuan saja berhasil dipecah belah, apalagi kita memecah belah diri kita sendiri dengan Persemakmuran. Kita tidak semakin tahu akan melangkah ke mana dalam sejarah.

Santrinya Tuhan dan Pusar Nabi Adam

Di hadapan mereka, saya menjadi orang tua dungu yang tidak efektif, sakit-sakitan sehingga sering muntah-muntah. Sementara mereka tegak berdiri dan berjalan dengan kewaspadaan terhadap masa depan. Ittaqullah waltandhur nafsun ma qaddamat lighod wattaqullah. Anak-anak muda pentaqwa Allah dengan mewaspadai kehidupan, kemudian berjalan mengarungi masa kini hingga ke depannya, tetap dengan kewaspadaan terus di setiap langkahnya.

Wayang Indonesia

“Kamu pikir yang begini ini kita? Kamu pikir Indonesia sekonyol ini? Serendah diri ini? Sepengemis ini? Se-tak-cerdas ini? Selemah ini? Semiskin ini? Sehina ini? Segampang ini ditipu daya? Dikooptasi, dikolonisasi, dimobilisasi? Kamu pikir Indonesia lebih memilih makanan daripada pakaian? Kamu pikir Indonesia berkata: “Biarlah aku tak pakai cawat dan celana, asalkan pakai jas. Biarlah aku tak berpakaian, asalkan bisa makan? Biarlah aku tak punya martabat, asal makmur sejahtera?”

Wajah Gadjah Mada

Ibarat Bedhol Negoro adalah kelapa, mohon izin saya merasa perlu nyicil menelusuri secara bertahap dan pelan-pelan kulit halus luarnya, sabutnya, batoknya, kerambilnya, isi cairannya, bahkan mungkin manggar, glugu dan blaraknya.
Gara-gara di tulisan saya menyebut Sunan Kalijaga, sejumlah orang menyangka saya mengerti tentang beliau. Padahal tidak ada apapun dalam hidup ini yang saya benar-benar tahu. Saya hanya merasa tahu. Dan sering sok tahu.

Kenapa Tidak Kudeta

Kenapa Kalijaga hanya meletakkan diri di pinggiran. Memandu proses transformasi. Bedhol negoro. Transmigrasi atau Imigrasi massal. Membagi wilayah-wilayah martabat semua pihak secara bijaksana. Mengkader kepemimpinan sebagian dari 117 putra Brawijaya V untuk mengayomi penduduk-penduduk Jawa dan Nusantara. Mengalihkan secara strategis wilayah pijak pemerintahan baru. Termasuk mengayomi dan menyiapkan Pesanggrahan proses “mendita”nya Brawijaya V di tlatah Gunung Lawu. Karena Raja terakhir Majapahit ini tidak mau memotong rambut panjangnya, sebagai sanepan bahwa ia tidak mau begitu saja “ditelan” atau “menelan” Islam. Melepas secara demokratis mobilitas bedhol negoro ke arah barat maupun ke timur hingga wilayah Kerajaan Klungkung, yang memang merupakan imigran perintis dari Majapahit.

KODE “SIRNA ILANG”

Surat Sunan Kalijaga yang disampaikan oleh Sunan Kudus kepada Brawijaya V mengubah segala-galanya. Itu bukan sekadar kematangan diplomasi, tapi juga kebijaksanaan kemanusiaan dan karamah dari langit. Surat itu memenggal dendam sejarah, meskipun tidak seluruhnya, karena masih menyisakan ratusan tahun bara api Sabdopalon Noyogenggong, yang mewacana sampai ke Keraton Yogyakarta ketika erupsi Merapi 2006 dan 2010, bahkan sampai hari ini.

Terjadilah Bedhol Negoro. Semacam transmigrasi besar-besaran dari Trowulan ke Demak. Majapahit sendiri sedang dalam keadaan krisis ekonomi dan mengalami labilitas politik karena bencana besar semburan lumpur di Canggu dekat Delta Brantas yang beranak Porong dan Kalimas. Semua pihak berpikir perlu recovery dan mungkin transformasi.

Bedhol Negoro (1)

Proses verifikasi sejarah yang kemudian dicampuri oleh program kekuasaan, proyek politik, persaingan antar Agama, dalam skala nasional maupun global – bahkan sudah sampai pada “hawa” wacana di mana Walisongo bisa dianggap tidak ada, atau sekadar dongeng rakyat. Karena sumbernya adalah Babat dan informasi turun-temurun. Yang sama sekali tidak bisa dibenarkan oleh metode akademik yang berlaku resmi di Sekolah dan Universitas. Bagi metode sejarah resmi, Walisongo bisa secara kuat dihipotesiskan sebagai mitologi.

Di era 1970-80-an peneliti Kirdjomuljo bahkan, dengan metoda “Honocoroko” untuk meneliti sejarah, menghasilkan konklusi bahwa lokasi Kerajaan Majapahit tidak di Trowulan Mojokerto, melainkan sekitar Bogor. Majapahit secara keseluruhan bukanlah Kerajaan yang didirikan oleh Raden Wijaya pada 1293 dan berakhir pada 1498 M. Yang dicatat resmi oleh buku-buku sejarah sebagai Majapahit sebenarnya adalah ujung dari rentang panjang Dinasti “Hit”, sesudah Dinasti “Ma” kemudian “Ja” lantas “Pa”.

Asalkan Engkau Tak Marah Kepadaku

“Kalau pendapat saya tugas Ulama itu Dakwah Khoir. Khoir itu kebaikan yang masih cair, bersifat universal, benih, serbuk, energi, glepung. Kebenaran dan kebaikan yang masih umum, hanya bisa disampaikan, dianjurkan atau direkomendasikan. Itulah posisi tugas Ulama, Kiai, Ustadz. Beliau-beliau ini tidak memerintahkan atau melarang, melainkan menyampaikan dan merekomendasikan. Jadi, dakwah khoir. Kalau Pemerintah, jangan menghimbau, tetapi memerintahkan, melarang, menindak tegas”

“Kalau Nahi Munkar?”
“Itu tugas bersama. Setiap manusia harus menghindarkan dirinya dan orang lain untuk tidak melakukan destruksi, penggerogotan nilai kebenaran dan kebaikan, penghancuran kemanusiaan, kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan”

Lima Tantangan Perubahan

Hanya delapan puluh orang ikut naik kapal Nuh. Hanya 80 orang, sesudah berdakwah hampir semilenium. Jutaan lainnya tidak percaya, tidak menemukan gejala-gejala akan datangnya banjir bah yang menenggelamkan hampir dua pertiga permukaan bumi. Tidak ada peringatan ilmiah untuk itu. Tidak ada pengumuman untuk waspada atau siaga bencana. Apalagi Mbah Rono belum lahir waktu itu, dan Badan Meteorologi Klimatogi dan Geofisika belum didirikan.

Tetapi andaikanpun ada yang percaya akan ada banjir besar, belum tentu nanti di dalam kapal mereka memberikan persaksian atas nilai yang disosialisasikan oleh Nabi Nuh. Andaikan peristiwa banjir Nuh terjadi sekarang, kapal akan penuh penumpang. Bukan karena percaya kepada Nuh, bukan karena beriman, melainkan demi keselamatan pragmatis. Siapa yang kira-kira menang, didukung. Siapapun saja yang berkuasa, baik Nuh ataupun Iblis, banyak orang bergabung. Kemudian bersama-sama mereka merajut dan menerapkan kebenaran versi mereka sendiri, untuk dijadikan kebenaran tunggal nasional.