From Kolom Emha Ainun Nadjib

Simpan Dulu Sila Pertama

Setoran saya hari ini: Seandainya untuk sementara kita anggap tidak ada Sila Pertama, insyaallah (lho kok pakai insyaallah, katanya Sila Pertama dianggap tidak ada): Indonesia bisa tetap bercahaya dan (entah di dunia atau akhirat) menjadi mercusuar dunia.

Asalkan bangsa Indonesia, terutama Pemerintahnya, adalah manusia beneran. Manusia sungguh-sungguh. Sungguh-sungguh manusia. Bukan ayam dan musang berakal, karena meskipun berakal tapi tetap ayam dan musang. Bukan pula lintah penghisap darah, atau heyna predator, atau tikus pemakan apa saja, dari roti, besi, karat, hingga kepala dan nasib manusia.

Pancasila Buat Anak-anakku

“Apakah Pancasila itu gagasan, inspirasi dan wacana dari Bapak-Bapak pendiri Republik ini, yang diwariskan kepada kita? Ataukah beliau membaca, menghayati dan menemukan Pancasila itu di dalam jiwa bangsanya serta jiwa Bapak-Bapak itu sendiri, kemudian merumuskannya untuk diwariskan kepada anak cucunya?”

Kami sekeluarga sangat serius terhadap Pancasila. Ia bukan alat bermain kekuasaan dan komoditas politik. Bagi saya sendiri Pancasila adalah Kitab Ilmu dan Manajemen Roh. Sebab yang dibaringkan di kuburan bukanlah manusia, melainkan casing jasadnya. Itu salah satu bahan untuk menimbang Pancasila, perjanjian sakral kebangsaan di mana saya juga berada di dalamnya.

Karena Saya Manusia

“Karena saya manusia. Manusia memiliki rasa sakit dan menyadari perbedaan dan jarak antara sakit dengan sehat. Kalau saya menyakiti manusia, maka yang saya sakiti adalah juga diri saya sendiri, sebab saya juga manusia. Saya manusia yang bukan manusia lain, tetapi muatan jiwa kami hanya satu, yakni kemanusiaan, rasa sebagai manusia”

“Andaikan kamu tahu bahwa dulu Qabil membunuh Habil saudaranya sendiri, kemudian tidak ada pernah kamu dengar larangan membunuh, apakah kalian pernah akan membunuh?”

Catur Sila

Pancasila adalah jalan tol menuju gerbang sorga, karena Tuhan Yang Maha Esa sendiri yang merentangkan jalan itu sejak awal di Sila Pertama. Kalau sampai gara-gara Pancasila saya malah masuk neraka, saya akan mati nelangsa, dihabisi di neraka dengan hati diaduk duka derita, serta dengan memekik-mekik oleh rasa sakit dan penyesalan sepanjang masa.

Mudah-mudahan neraka menerapkan satuan waktu, sehingga ada batas tertentu untuk berada di sana. Dengan demikian ada harapan untuk pada akhirnya bergabung dengan bangsa Indonesia di sorga yang tak ada batas waktunya. Kholidina fiha abada. Kekal plus abadi. Menurut almarhum legenda tinju Muhammad Ali kekekalan itu setara dengan jumlah debu di padang pasir dikalikan seribu tahun. Keabadian mungkin lebih panjang: per-debu bernilai sejuta tahun. Entahlah, besok-besok kita bawa kalkulator untuk menghitung bersama.

Fitnah Ja’dal

Ja`dal membuat manusia yakin bahwa kemakmuran duniawi itulah sorga. Kemakmuran adalah khittah. Tidak penting adil atau tidak, yang penting makmur. Tidak masalah kemakmuran diperoleh dengan hutang dan ketergantungan hidup. Bagi kambing, asalkan ada rumput dan rambanan dedaunan, itulah sukses dan kemajuan. Sila kelima kambing bukan keadilan sosial, melainkan bisa makan. Terserah yang menyediakan makanan adalah Tuhan beneran atau Ja`dal yang mengaku sebagai tuhan. Kambing tidak perlu pakai celana, yang penting makan. Pakaian, martabat hidup, harga diri sebagai manusia dan bangsa, rasa malu, Negeri Lautan impor garam, tidaklah utama bagi kambing. Yang penting makan banyak. Yang penting materialisme tercapai.

Balada Wedus

Berapa kurun waktu diperlukan oleh proses peradaban manusia untuk membumikan Taurat, Zabur, Injil dan Qur`an. Untuk mensosialisasikan dan menginkulturisasikannya. Dan sampai abad 21 sekarang ini sejarah ummat manusia lebih banyak menghasilkan kekuasaan dibanding keberbagian. Lebih melimpah kepandaian dan kehebatan, tetapi sangat minimal kearifan dan kebijaksanaan. Amat tinggi frekuensi kebencian dan kedalaman dendam, sementara amat tipis penyebaran kasih sayang dan pengayoman.

Cucu Garuda

Ada apa sebenarnya kok Indonesia tidak memproklamasikan kemerdekaan tanggal 15 Agustus 1945, sebagaimana Korea, karena Hiroshima Nagasaki dibom masing-masing pada 6 dan 9 Agustus, tapi Indonesia mengulur waktu kemerdekaannya sampai 17 Agustus 1945? Apakah ada di antara Anda yang punya data tentang anaknya siapa Pak Harto itu sebenarnya? “Seberapa bersaudara” ia dengan Pak Probosutejo dan Pak Sudwikatmono? Apa hubungan antara Suharto kanak-kanak dengan arit dan rumput?

Tuhan Sebagai Pelengkap Penderita

Apakah Presiden dan para Menteri perlu tahu Kerajaan besar Sriwijaya atau Majapahit dulu sistemnya Kesatuan ataukah Persemakmuran? Apakah Tanjung Puri, Mandar, Gowa, Dipa dan Daha adalah Kerajaan Otoriter, Pemerintahan Monarki, ataukah Koalisi Perdikan-perdikan? Apa Mensos dan Mendiknas perlu tahu apa itu Selapanan Kendi Emas yang diminum bergiliran di Trowulan? Kalau ada yang berpikir tentang Negara Persemakmuran Indonesia, kita tegur: Negara Kesatuan saja berhasil dipecah belah, apalagi kita memecah belah diri kita sendiri dengan Persemakmuran. Kita tidak semakin tahu akan melangkah ke mana dalam sejarah.

Santrinya Tuhan dan Pusar Nabi Adam

Di hadapan mereka, saya menjadi orang tua dungu yang tidak efektif, sakit-sakitan sehingga sering muntah-muntah. Sementara mereka tegak berdiri dan berjalan dengan kewaspadaan terhadap masa depan. Ittaqullah waltandhur nafsun ma qaddamat lighod wattaqullah. Anak-anak muda pentaqwa Allah dengan mewaspadai kehidupan, kemudian berjalan mengarungi masa kini hingga ke depannya, tetap dengan kewaspadaan terus di setiap langkahnya.

Wayang Indonesia

“Kamu pikir yang begini ini kita? Kamu pikir Indonesia sekonyol ini? Serendah diri ini? Sepengemis ini? Se-tak-cerdas ini? Selemah ini? Semiskin ini? Sehina ini? Segampang ini ditipu daya? Dikooptasi, dikolonisasi, dimobilisasi? Kamu pikir Indonesia lebih memilih makanan daripada pakaian? Kamu pikir Indonesia berkata: “Biarlah aku tak pakai cawat dan celana, asalkan pakai jas. Biarlah aku tak berpakaian, asalkan bisa makan? Biarlah aku tak punya martabat, asal makmur sejahtera?”