Banawa Sekar

Saat ini kami mulai bekerja untuk Isra Mi’raj bangsa Indonesia, kecuali bangsa kita memilih sebaliknya: tertimbun Bumi.Masih proses dan istikharoh. Bahasa ‘pertobatan’ sementara rasanya tidak beresonansi ke kalbu Kaum Maghdlubin wa Addhollin :

Teman-teman dan saya berhajat menyelenggarakan upacara di Pendopo Agung Trowulan Majapahit pada hari Isra’ Mi’raj 27 Rajab bertepatan dengan 27 Mei 2014.

Ishari (Ikatan Seni Hadrah Indonesia, yang sudah lahir sejak 1950-an) menggelar Terbangan Barzanjen dengan 100 Perodad.

Intinya semacam Doa Nasional Keselamatan Bangsa Indonesia. Background-nya ‘Mahasraddha’: kesadaran asal usul, sangkan paran. Kalau dalam Islam kesadaran innalillahi wainna ilaihi roji’un, kita berasal dari Allah dan kembali ke Allah. Tetapi Ummat Islam berfikir ini shortcut, di antara “dari” menuju “ke” tidak ada interval kebudayaan, peradaban, sejarah, manajemen dan lain sebagainya.

Mahasraddha adalah pengetahuan dan kesadaran detail mengenai seluruh dimensi Sejarah, termasuk gelombang salah benarnya kekuasaan, metamorfose nasab atau genekologi, fadhilah-fadhilah per-manusia, dan semua detail dalam alur sejarah manusia.

Jamaah Maiyah dan kami semua bermaksud memberi pesan kepada bangsa Indonesia bahwa pergantian keIndonesiaan 2014 tidak bisa dilalui tanpa kesadaran mendasar ini. Ada banyak dimensi nilai yang terangkum di sini, tetapi fokus acara ini adalah “Banawa Sekar”, di samping hal-hal yang menyangkut kepemimpinan (Pemimpin harus Satria, Satria harus Pandita, Pandita harus sinisihan wahyu…)

Banawa = Perahu. Sekar = Kembang.

Kalau ada perahu, tak ada kembang. Kalau ada kembang, tak ada perahu. Maka Perahu Kembang adalah suatu konsep pembangunan peradaban Nusantara yang menggabungkan kekuatan maritim (perahu) dan kekuatan agraris (kembang).

Acara Banawa Sekar yang disusun secara fisik dengan menggunakan berbagai macam bunga atau kembang Pesisir dan Pedalaman. Banawa Sekar adalah konsep Gadjah Mada yang mendasari pembangunan Majapahit dengan memprimerkan sekaligus Kekuatan Maritim dan Kekuatan Agraris. Indonesia modern sampai hari ini keduanya terbengkalai, sehingga kita tidak punya kepribadian di bidang apapun.

Secara spesifik pisowanan di Pendopo Agung Majapahit itu mungkin lanjutan dari pisowanan sebelumnya di Makam Kraton Purno maupun di Kotagede Panembahan Senopati.

Seluruh komponen yang berkaitan dengan ini, utamanya sekian kelompok “Masyarakat Majapahit” di Jawa Timur dan Bali, adalah yang paling awal kami sapa.

Sampai 27 Rajab nanti kami semua tetap membuka diri untuk ditaburi hidayah Allah, diingatkan, diizinkan atau dibatalkan. Tetapi secara teknis kami harus bergerak menempuh segala persiapannya, karena ini acara besar, memerlukan berbagai fasilitas tidak sederhana.

Kami memohon kritik, pangeling, perkenan, restu dan apa saja yang kami nantikan dan terima dengan keikhlasan untuk kecemasan masa depan bangsa kita ini.

Salam, Muhammad Ainun Nadjib. 12 Pebruari 2014