Jum’at kedua menjadi jadwal reguler gelaran Kenduri Cinta, segala sesuatu yang sudah dipersiapkan di forum Reboan, digelar di Jumat kedua. Bulan Juni selalu menjadi edisi spesial bagi Kenduri Cinta. Jika bulan Mei adalah momen spesial kelahiran Cak Nun, maka untuk bulan Juni adalah momen spesial kelahiran Komunitas Kenduri Cinta. Juni kali ini Kenduri Cinta berusia 24 tahun. Usia perjalanan yang panjang. Jika dibandingkan dengan usia manusia, 24 tahun adalah usia yang sangat matang sebagai manusia dewasa. Usia yang menentukan akan bagaimana langkah selanjutnya.
Begitu pula dengan Kenduri Cinta, 24 tahun berproses melewati berbagai dinamika perjalanan. Turn over jamaah yang hadir sangat tinggi. Jika kita tengok ke belakang, saat Kenduri Cinta digelar di Plaza Halaman Depan Taman Ismail Marzuki, jamaah memenuhi halaman saat itu. Membludak, bahkan area yang tersedia tidak mencukupi untuk menampung jamaah yang hadir pada setiap gelaran Kenduri Cinta. Ada yang sampai duduk menaiki kios ATM, pagar TIM, bahkan menaiki Blambir, Mobil Pemadam Kebakaran yang terparkir di area tersebut. Revitalisasi Taman Ismail Marzuki memaksa gelaran Kenduri Cinta bergeser ke bagian dalam TIM, di depan Plaza Teater Besar. Jeda pandemi Covid-19 pun memberi pengaruh tersendiri, turn over jamaah yang hadir pun terjadi. Beberapa edisi Kenduri Cinta digelar diluar Taman Ismail Marzuki saat itu, karena TIM belum bisa digunakan.
Ketika pada akhirnya Kenduri Cinta dapat kembali digelar di Taman Ismail Marzuki pada bulan Juli 2022 lalu, kita mendapati suasana yang baru. Pun begitu juga dengan jamaah yang hadir. Ada sebuah fenomena yang sangat berbeda dari sebelumnya. Jika pada era tahun 2000-an, mereka yang datang ke Kenduri Cinta sebagian karena mengenal sosok Cak Nun dari karya-karyanya. Ada sebagian lagi yang datang ke Kenduri Cinta karena awalnya penasaran, forum apa ini? Digelar di pinggir jalan Cikini Raya, di halaman depan Taman Ismail Marzuki. Apalagi di era itu internet dan media sosial adalah barang mewah. Media baliho dan getok tular menjadi media penyambung informasi saat itu. Jika teman-teman masih ingat, di halaman depan TIM saat itu ada etalase baliho yang cukup besar, dan Kenduri Cinta memanfaatkan etalase tersebut untuk media informasi. Menggunakan kain hitam yang besar, digambar menggunakan cat minyak, sekadar ilustrasi sederhana untuk menginformasikan gelaran Kenduri Cinta. Dan setelah forum usai, kain besar itu diturunkan, kemudian ilustrasi tulisan dan gambar dihapus kembali menggunakan minyak cat agar kainnya bisa digunakan lagi di bulan selanjutnya.
Hingga akhirnya era media sosial hadir di Indonesia dan digunakan oleh banyak orang. Media informasi Kenduri Cinta pun berkembang. Inovasi poster digital mulai digunakan pada awal 2013. Kenduri Cinta memanfaatkan momentum perkembangan media sosial saat itu untuk dimanfaatkan sebagai corong informasi. Sedikit-banyak jamaah yang hadir saat itu mengenal Kenduri Cinta melalui informasi di media sosial, karena video Kenduri Cinta di Youtube saat itu pun belum sebanyak hari ini. Ada proses panjang hingga akhirnya saat ini teman-teman jamaah Maiyah bisa menikmati video-video Kenduri Cinta di Youtube, baik di channel CakNun.com maupun di channel Komunitas Kenduri Cinta.
Pandemi Covid-19 dan sebaran informasi yang dirasakan oleh jamaah berpengaruh pada tingkat kehadiran jamaah Maiyah pada setiap gelaran forumnya. Tidak terkecuali dengan Kenduri Cinta. Saat pandemi, kita dibuat terbiasa untuk menikmati informasi dari rumah, memanfaatkan akses internet, untuk mengunyah informasi yang begitu banyak. Sebagian besar dari kita hanya menjadi konsumen informasi. Pada posisi yang lain, sebagian dari kita pun harus mengambil peran untuk menjadi produsen informasi. Penggiat Kenduri Cinta memilih untuk menjadi produsen informasi itu. Maka, salah satu impact yang paling terlihat adalah banyak jamaah Kenduri Cinta hari ini yang benar-benar baru. Mereka mungkin tidak mengenal siapa itu Cak Nun, siapa itu Emha Ainun Nadjib, siapa itu Mbah Nun. Mereka menemukan Kenduri Cinta sebagai sebuah forum yang memang mereka cari selama ini.
Kenduri Cinta menjadi sebuah forum yang egaliter, yang menerima dan diterima oleh siapa saja, tentu atas inisasi Cak Nun. Sudah sejak lama bahkan Cak Nun sendiri menghendaki bahwa Kenduri Cinta harus menjadi forum yang mandiri, yang tidak bergantung pada sosok-sosok tertentu. Tidak terjebak pada kultus individu. Dan itu sudah dibuktikan oleh Kenduri Cinta sejak lama. Jika kita ingat, ada momen di tahun 2012-2015, dimana Cak Nun datang ke Kenduri Cinta dan menikmati gayengnya forum dari pojok warung angkringan di belakang, bersama beberapa jamaah. Cak Nun baru kemudian bergabung di panggung pada jam 2 dinihari, bahkan menjelang jam 3 dinihari.
Apa yang melatarbelakangi kita datang ke Kenduri Cinta ini akan sangat beragam. Ada yang memang datang karena mengenal Cak Nun. Ada yang datang karena merasa bahagia, karena anaknya diberi nama oleh Cak Nun. Ada yang datang karena memang mengenal Cak Nun sejak lama, membaca tulisan-tulisan Cak Nun di surat kabar, majalah atau buku. Ada juga yang datang karena didatangi Cak Nun dalam mimpinya. Dan sekarang, ada yang datang ke Kenduri Cinta bahkan yang sama sekali tidak mengetahui peran Cak Nun di Kenduri Cinta. Dan itu sangatlah wajar, karena gap informasi yang diterima oleh masyarakat tentu sangat lebar. Dan tidak bisa kita salahkan. Sehingga mungkin, mereka baru akan mengenal Cak Nun setelah mereka datang beberapa kali di Kenduri Cinta. Karena hal itu juga terjadi pada sekitar 10 tahun sebelum ini, bahkan mungkin saat awal-awal kemunculan Kenduri Cinta di tahun 2000-an.
Seperti yang diutarakan Ian L. Betts di Kenduri Cinta edisi Juni 2024 ini, ia menceritakan awal mula persinggungannya dengan Cak Nun, saat ia sedang mempelajari Islam di awal-awal ia memutuskan untuk menjadi muallaf di tahun 1998. Ia juga ada di sekitar Cak Nun saat gejolak Reformasi 1998. Sempat tidak bersinggungan beberapa tahun, lalu di tahun 2004, Ian L. Betts kembali bertemu dengan Cak Nun di forum Kenduri Cinta ini, kemudian bersama Mbak Via dan juga KiaiKanjeng melakukan tur Eropa saat itu, hingga akhirnya Ian L. Betts menulis sebuah buku: Jalan Sunyi Emha, yang ia selesaikan di tahun 2006.
Saat peluncuran buku tersebut, Cak Nun menegaskan bahwa pada setiap individu manusia memiliki jalan sunyinya masing-masing. Maka buku itu disebut oleh Cak Nun juga sebagai Jalan Sunyi Ian L. Betts, dan juga Jalan Sunyi bagi kita semua. Karena bagi Cak Nun, Maiyah termasuk Kenduri Cinta ini bukan milik Cak Nun, tapi milik kita semua.
Bagi Ian L. Betts, di Kenduri Cinta ini ia menemukan kebenaran, kebaikan dan keindahan. Ia mengatakan bahwa Kenduri Cinta adalah Home bagi kita semua. 24 tahun perjalanan Kenduri Cinta ini selalu didatangi oleh banyak orang dari berbagai latar belakang, baik pendidikan, agama, pekerjaan, suku, ras dan lain sebagainya. Ada ruang untuk semua orang. Jika merefleksikan tema “Para Pewaris” kali ini, Ian L. Betts justru menyebut bahwa Kenduri Cinta adalah kado untuk kita semua. ”This is the greatest gift you can receive is to be here in Maiyah”, ungkapnya.
”Saya selalu berfikir bahwa siapapun yang datang ke Kenduri Cinta, ia memiliki hak yang sama, setara. Jika ingin memimpin forum ini pun, semua yang datang punya hak untuk berkontribusi. Di Maiyah, kita bisa menjadi apapun, karena kita semua memiliki pendukung yang kuat yang datang dan berkumpul di forum ini setiap bulannya”, lanjut Ian.
”Panggung Kenduri Cinta ini sejak awal diatur pendek sebagai alasan supaya kita bisa dekat. Antara narasumber dengan audiens tidak ada jarak. Nilai yang paling penting di Maiyah adalah kedekatan antara kita sebagai manusia juga kedekatan kita dengan Allah. Melalui Maiyah, kamu bisa mencapai apapun dalam hidup kamu, karena kamu bisa percaya diri bahwa ada dukungan dari kita semua disini. Dan di Maiyah kamu punya komunitas dan gerakan yang bebas disini dan mendapat dukungan dari kita disini”, lanjut Ian.
Merefleksikan Idul Adha, Ian L. Betts mengajak jamaah untuk mencari makna dari Idul Adha. Ia mengutip sebuah nukilan dari tulisan Cak Nun: ”Mengabdi dan berkorban. Qurban itu satu metode untuk mendapatkan kedekatan. Adjective-nya taqqarrub, pelakunya qorib, kalau lebih dekat namanya akrab atau aqrob. Qurban adalah metodologi sosial untuk memperoleh sesuatu yang semula belum dekat menjadi lebih dekat”.
Ian L. Betts menutup paparannya malam itu dengan mengucapkan beberapa kalimat dalam bahasa inggris. ”When you come here, you feel the responsibility. If you come here, and Mbah Nun sees you here, you will not forget that moment, right? You know, you gonna come again. Cause you wanna let him down, right? And you know, he is seen you, so you know that you have assignment. And I can tell you this, this is 100% true! If Mbah Nun was here tonight, and he can see you, he will very proud all of you, he will be very happy with all of you, and he will love all of you, and I know he have said it to you, because in his hearth to have you to come here every month, with him or not. Because it was so always like that, it was so easy before. But now, you come every month, you keep it going. This is you, this is Maiyah, this is not us who sit in podium. Without us, you still have Maiyah. It’s your Jalan Sunyi, it’s your Maiyah, it’s your Kenduri Cinta. You take it. You come, you lead, and you participate. And he (Mbah Nun) will very happy about that. You have achieve that. So, I congratulate you!”, pungkas Ian L. Betts.
Malam itu, hadir juga Ari Rosandi, Director of Education Cahaya Rancamaya Islamic Boarding School Bogor, yang memiliki kedekatan dengan Cak Nun dan Mbak Via karena anak-anak beliau disekolahkan disana. Satu hal yang paling diingat oleh Ari adalah pesan Cak Nun mengenai pendidikan untuk anak-anak. Bahwa hal mendasar yang dipesankan oleh Cak Nun bahwa kita harus menanamkan 4 hal sebagai modal dasar pendidikan anak: Akhlak, Disipilin, Akuntansi dan IT.
Ari teringat, suatu ketika Rampak, anak bungsu Cak Nun dan Mbak Via mengutarakan keinginannya untuk melanjutkan kuliah di bidang IT dengan satu alasan: karena IT ini berbahaya. Tentu saja berbahaya dalam maksud jika tidak dikendalikan dengan baik. Ari menyoroti hari ini bagaimana AI sudah dimanfaatkan untuk memproduksi hoax dan dismanajemen informasi yang begitu rupa. Bagi Ari, mungkin ini salah satu jawaban kenapa Rampak ingin melanjutkan kuliah dengan mengambil jurusan IT.
Kembali ke pesan Cak Nun mengenai pendidikan tadi, Ari menekankan bahwa Akhlak adalah sesuatu yang mutlak. Termasuk didalamnya adalah Aqidah, yang juga merupakan sesuatu yang mutlak bagi Cak Nun. Karena bagi Ari, apa yang dipesankan oleh Cak Nun mengenai Akhlak adalah memang pondasi utama dalam kehidupan. Sejalan dengan tujuan utama Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT saat berdakwah adalah tentang penyempurnaan akhlak manusia.
Mengenai Dispilin. Cak Nun menggambarkan dengan disiplin militer. Karena dengan jiwa yang terlatih dengan kedisiplinan, maka akan terbentuk mental yang tangguh. Disiplin bukan sekadar soal bangun bagi jam sekian, berangkat sekolah atau kerja jam sekian. Tetapi disiplin dalam berpegang teguh terhadap nilai-nilai luhur yang diyakini. Kalau hanya disiplin bangun tidur, itu sangat mudah dilatih. Tetapi, disiplin untuk berpegang teguh atas nilai-nilai yang baik. Termasuk di Kenduri Cinta ini, meyakini bahwa nilai-nilai baik telah diwariskan oleh Cak Nun kepada kita, maka pertanyaannya adalah sejauh mana kita berdisiplin untuk berpegang teguh terhadap nilai-nilai itu?
Begitu juga dengan Akuntasi. Ini bukan sekadar soal hitung-hitungan angka matematis semata. Ada nilai kejujuran dan transparansi di dalamnya. Juga ada nilai integritas, bagaimana seseorang bertanggungjawab atas apa yang ia emban. Akuntansi bukan sekadar pencatatan keuangan semata. Ada nilai yang lebih besar dari sekadar pencatatan angka-angka. Dan yang terakhir mengenai IT. Cak Nun mewanti-wanti agar kita jangan sampai gagap teknologi. Terhadap teknologi yang baru, kita harus mampu beradaptasi. Karena kita tidak bisa menolak gempuran teknologi yang semakin berkembang setiap harinya. Mengenai IT ini, bukan hanya tentang pemrograman atau memahami kode-kode biner saja. Sebagian dari kita mungkin memiliki kemampuan untuk mempelajari itu, dan itu ada di tataran terdalam dari IT. Namun secara konsep di permukaan, kita harus adaptif terhadap perkembangan teknologi, sehingga kita tidak tertinggal dari perkembangan teknologi, bahkan lebih dari itu, kita tidak dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab untuk menjebak kita melalui teknologi.
Sabrang malam itu menambahkan apa yang sebelumnya sudah disampaikan oleh Ian L. Betts dan Ari Rosandi. ”Yang saya fahami, semua yang diwariskan itu dasarnya pasti dari cinta. Karena kalau tidak cinta, tidak akan diwariskan. Yang paling dicintai akan diwarisi paling banyak. Tapi kadang-kadang cinta itu bisa salah potret”, Sabrang membuka.
Ada satu kisah dari Kresna di sejarah Baratayudha. Suatu hari Kresna ditanya oleh Pandawa, ketika Kresna mengatakan bahwa akan datang masa Kaliyuga. Saat itu Kresna melepas 5 panah dan memerintahkan Pandawa untuk mengikuti panah-panah tersebut masing-masing mengikuti 1 panah. Sabrang malam itu membahas satu panah yang diikuti oleh Nakula. Nakula menemukan satu peristiwa ada sekumpulan Burung yang sedang menyaksikan seekor Sapi yang menjilati anaknya, saking sayangnya, penuh cinta, sampai anaknya sakit, sampai berdarah. Sekumpulan burung itu ribut karena ingin memisahkan Sapi dengan anaknya itu. Pertanyaan Nakula kepada Kresna saat itu adalah, ini tanda-tanda Kaliyuga, apa maksudnya? Kok ada binantang yang selembut Sapi bisa sampai melukai anaknya sendiri. Kresna menjawab itu adalah resiko dari aktualisasi cinta saat Kaliyuga terjadi. Orang tidak bisa membedakan mana cinta yang mengikat dan mana cinta yang membebaskan. Karena taunya hanya cinta, cinta dan cinta. Sapi itu tidak memahami bahwa dengan dia menjilati anaknya bisa menyakiti anaknya, bahkan sampai melukai tubuh anaknya hingga mengeluarkan darah. Itulah cinta yang mengikat.
”Sepanjang hidup saya, saya tidak pernah membincangkan warisan harta kepada Simbah. Karena itu mempunyai resiko keterikatan kepada anak. Anda lihat keributan perebutan warisan, itu biasanya karena ribut berebut warisan harta”, lanjut Sabrang.
Sabrang ingin menjelaskan bahwa orang tua harus bisa memahami saat mengaktualisasikan cinta kepada anaknya itu adalah cinta yang mengikat atau cinta yang membebaskan. Karena saat orang tua membuat anaknya terikat dengan orangtuanya, maka itu bukan cinta. Karena membuat si anak tergantung terhadap sesuatu. ”Hidup tidak mungkin tidak tergantung. Minimal kita tergantung sama Tuhan. Pasti ada ketergantungan. Tetapi saat menentukan orang untuk tergantung, dia harus dibebaskan untuk dia memilih tergantung kepada apa? Simbah di Maiyah mencoba mewariskan kepada kita terhadap sebuah nilai agar kita menjadi orang yang berdaulat. Menurut saya itu adalah ekspresi cinta yang luar biasa, karena yang diwariskan adalah kebebasan dalam diri untuk terikat dengan apa. Bukan berarti kamu tidak boleh terikat apa-apa. Boleh (kamu terikat sesuatu), tetapi pilih bukan disematkan oleh orang tua. Bukan diwariskan keterikatan, tetapi diwariskan kebebasan. Dan menurut saya, poin itu adalah warisan yang paling berharga dari Simbah, bahwa kita diajari dicintai agar menjadi manusia yang terbebas dan bisa memilih keterikatannya sendiri”, ujar Sabrang.
Berbicara tentang Pewaris, menurut Sabrang bahwa Pewaris adalah orang yang diwarisi, karena yang memberi warisan mencintai kepada pewarisnya. Pertanyaannya adalah warisan itu akan membawa si Pewaris menjadi lebih baik atau lebih buruk. Dasarnya sama-sama cinta, tetapi kalau dia mewariskan keterikatan justru akan menghasilkan keterbatasan. Namun jika yang diwariskan adalah kebebasan, maka Pewaris akan menemukan yang sejati untuk mengikatkan diri. Itu adalah warisan yang sungguh-sungguh bisa dibawa dan bisa diwariskan ke generasi selanjutnya.
Perayaan 24 Tahun Kenduri Cinta malam itu dirayakan secara sederhana. Bahkan mungkin saking sederhananya sangat lebih sederhana dari perayaan tahun lalu. Ust. Noorshofa memimpin doa tasyakuran 24 Tahun Kenduri Cinta malam itu. Beliau mendoakan agar kita semua tetap istiqomah dalam mengelola forum ini, meneruskan apa yang sudah disemai oleh Cak Nun untuk kita. Melanjutkan legacy yang sudah dibangun oleh Cak Nun di Jakarta ini.
”Kita sudah diwarisi banyak oleh Mbah Nun, dan saya sangat respect sekali dengan Kenduri Cinta. Dan saya sudah 10 tahun bersama Kenduri Cinta”, ungkap Ustadz Noorshofa.
Ustadz Noorsofa malam itu menceritakan kisah mimpi Nabi Ibrahim yang disampaikan kepada Nabi Ismail perihal perintah Allah untuk menyembelih Nabi Ismail. Dan seketika itu Nabi Ismail menjawab; ”Yaa abaati-f-’al maa tu’maru”. Kisah ini diabadikan dalam Al Qur’an surat Ash-Shooffaat ayat 101-110. Nabi Ismail hanya mempersyaratkan 3 hal: Nabi Ibrahim diminta mempertajam pisau yang digunakan untuk menyembelih, kemudian menutup muka Nabi Ismail saat proses penyembelihan, dan yang terakhir saat darah sudah mengalir, Nabi Ibrahim diminta untuk menyampaikan kepada Ibunda Siti Hajar bahwa Nabi Ibrahim sudah menunaikan perintah Allah dengan benar.
Iblis kemudian datang menggoda Nabi Ibrahim menyampaikan bahwa mimpi itu adalah hanya kembang tidur. Nabi Ibrahim kemudian melempari Iblis itu dengan batu dan mengucap; Bismillahi Allahu Akbar. Iblis kemudian mendatangi Siti Hajar untuk menggoda istri Nabi Ibrahim agar membatalkan rencana perintah Allah itu. Hal yang sama dilakukan oleh Siti Hajar, dilempari Iblis itu dengan batu dan ia mengucapkan: Bismillahi Allahu Akbar. Hingga akhirnya Iblis mendatangi Nabi Ismail, dan menggoda agar ia meminta Ayahnya membatalkan rencana penyembelihan. Nabi Ismail tetap bergeming, dan ia juga melempari Iblis dengan batu dan mengucap: Bismillahi Allahu Akbar. Itulah sejarah proses pelemparan Jumroh saat Ibadah Haji.
Peristiwa itu pun cerminan bahwa keluarga yang kuat didukung oleh seluruh anggota keluarga yang berpegang teguh pada keyakinan dan keimanan yang sangat kuat. Meskipun diganggu oleh Iblis, Nabi Ibrahim, Siti Hajar dan Nabi Ismail tetap berkeyakinan bahwa perintah Allah harus dilaksanakan. Dan hingga akhirnya, Nabi Ismail digantikan oleh seekor kambing, dan peristiwa itu hingga hari ini kita abadikan dalam ibadah Qurban.
Ustadz Noorshofa menggarisbawahi bahwa nilai yang juga penting yang dapat kita ambil dari peristiwa pergolakan batin Nabi Ibrahim, Siti Hajar dan Nabi Ismail melahirkan warisan kepemimpinan yang luar biasa. Keteguhan hati seluruh anggota keluarga itu mewujudkan bangunan keluarga sakinah yang sangat solid. Tidak bergeming sedikitpun meskipun digoda oleh Iblis untuk membatalkan rencana pelaksanaan perintah Allah itu.
Dan lebih sublim lagi, Ustadz Noorshofa menyampaikan bahwa esensi kita berkorban, saat kita menyembelih seekor Kambing atau Sapi, pada saat itulah kita menyembelih, mengikis sifat-sifat kebinatangan dalam diri kita. Salah satu dari sifat binatang adalah hanya memikirkan makan dan bertahan hidup. Sebagai manusia, kita harus mengkhalifahi sifat itu. Benar kita butuh makan dan juga perlu untuk bertahan hidup. Tetapi harus diingat bahwa ada pagar-pagar Allah yang juga tidak boleh kita langgar saat kita berjuang untuk mencari makan dan untuk bertahan hidup.
Selain Ustadz Noorshofa, malam itu Hendri Satrio juga hadir di Kenduri Cinta. Pada akhirnya, Hendri Satrio pun merasakan bahwa Kenduri Cinta adalah rumah baginya yang selalu dirindukan. Ia hanya cukup mengikuti informasi yang dipublikasikan di media sosial Kenduri Cinta, dan tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada jika memang ia sedang berada di Jakarta, untuk kemudian datang ke Kenduri Cinta. Baginya, Kenduri Cinta adalah forum yang sangat terbuka, yang membebaskan siapa saja untuk berbicara apa saja. Sesuatu hal yang saat ini sangat langka ditemui, kebebasan berpendapat adalah sesuatu hal yang sangat langka. Kebebasan berpendapat di publik atau media sosial, maka akan berhadapan dengan buzzer-buzzer yang memang dimobilisasi untuk melawan narasi yang benar yang kita sampaikan.
Sebagai seorang pengamat politik, Hendri Satrio menyampaikan kembali kepada jamaah Kenduri Cinta bahwa sudah bukan saatnya lagi kita apatis terhadap politik. Karena jika masyarakatnya semakin apatis, maka elit politik akan semakin senang memanfaatkan situasi. Dan yang juga sangat disayangkan oleh Hendri Satrio saat ini adalah, sangat kecil sekali narasi perlawanan terhadap penguasa yang semakin ugal-ugalan dalam melanggengkan kekuasaannya.
Hendri Satrio mengingatkan, bahwa beberapa bulan lagi kita akan mengikuti kembali gelaran pesta politik berupa Pemilihan Kepala Daerah yang akan dilaksanakan secara serentak. Dan mau tidak mau, Jakarta sebagai salah satu daerah yang sangat penting akan kembali tersorot di sorotan utama panggung politik tersebut nantinya.
Kenduri Cinta, sebagai sebuah forum terbuka, diharapkan oleh Hendri Satrio dapat pula menjadi panggung terbuka bagi para politisi untuk hadir di panggung ini, dan menyampaikan apa gagasan mereka mengenai masa depan Indonesia. Dan tentu saja, hal ini sangat dimungkinkan, karena memang Kenduri Cinta adalah panggung terbuka, siapa saja silakan datang, silakan berbagi gagasan, silakan berbagi wawasan. Perdebatan yang sehat adalah perdebatan yang terjadi karena adu gagasan, bukan karena adu kekuatan. Dan di Kenduri Cinta kita sudah terlatih, jika memang ada gagasan atau wacana yang tidak disetujui, bisa langsung dibantah dan diadu argumennya. Karena ini bukan forum untuk mencari tahu siapa yang benar, tetapi mencari apa yang benar.
24 Tahun Kenduri Cinta berproses, dan perjalanan ini terus akan dilanjutkan. Seperti yang diungkap dalam Mukadimah Kenduri Cinta edisi Juni 2024, ini bukan tentang siapa yang mewariskan dan siapa yang melanjutkan warisan. Ini tentang apa yang diwariskan dan yang akan dilanjutkan. Malam itu, Kenduri Cinta melewati batas waktu dari yang sebelumnya sudah disepakati. Gayengnya duduk melingkar bersama, bercengkrama secara langsung, menikmati kegembiraan forum, hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 2 dinihari. Kenduri Cinta malam itu pun dipungkasi dengan ’Indal Qiyam dan Shohibu Baitiy.
*****
Kegembiraan 24 Tahun Kenduri Cinta sebenarnya menyisakan sebuah ruang prihatin yang mendalam. Karena dalam satu bulan terakhir ini, Riska Rosmala Sari, salah seorang penggiat Kenduri Cinta yang juga merupakan istri dari Yudi Handoko, yang juga penggiat Kenduri Cinta terbaring di rumah sakit. Teman-teman penggiat Kenduri Cinta bergiliran menjenguk dan senantiasa mendoakan untuk kesembuhan Riska. Doa yang dipanjatkan semakin kencang ketika di hari Sabtu (15/6), Yudi mengabarkan kondisi Riska dalam keadaan kritis.
Kabar duka itupun akhirnya tiba, di minggu pagi (16/6), disaat sebagain kita menjalani Puasa Arafah, dan ummat Islam di Tanah Suci baru saja melewati puncak Wukuf sebagai pamungkas dari prosesi Ibadah Haji, Allah memanggil salah satu kekasihnya. Saudari kita, adik kita, istri dari salah satu penggiat Kenduri Cinta, Riska Rosmala Sari menghembuskan nafas terakhirnya di hari minggu pagi itu. Awan mendung seketika menggelayuti suasana keluarga besar Kenduri Cinta pagi itu.
Sore harinya, jenazah almarhumah Riska Rosmala Sari diterbangkan dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Bandara Minangkabau. Sempat mengalami delay penerbangan selama 120 menit, sekitar jam 19.00 WIB, jenazah mendarat di Padang, untuk kemudian melanjutkan perjalanan darat menuju Mukomuko, Bengkulu. Jenazah Riska Rosmala Sari diantar pulang menuju kampung halaman diiringi gema takbir yang menggema dari setiap surau yang dilewati. Sekitar jam 3 dinihari, Yudi Handoko menginformasikan bahwa ia beserta jenazah istrinya dan rombongan yang mengantarkan sudah sampai di Mukomuko, dan langsung dimandikan. Sebuah perjalanan yang duka yang sangat indah.
Pagi hari, setelah Sholat Ied, sanak saudara, handai taulan dan para kerabat berkumpul di rumah duka, kemudian mengantarkan jenazah menuju pemakaman. Sekitar jam 10 pagi, prosesi pemakaman dilangsungkan.
Yaa ayyatuha-n-nafsu-lmuthmainnah, irji’ii ilaa rabbikii radhliyatan mardhliyyah, fadkhulii fii ’ibadii, wadkhulii jannatii.