Kenduri Cinta edisi April 2024 kali ini diselenggarakan di hari Sabtu. “Melanggar” acuan dasarnya yang seharusnya diselenggarakan pada Jum’at kedua. Mempertimbangkan waktu arus balik pasca Idul Fitri agar sedikit memberi jeda kepada penggiat Kenduri Cinta untuk mempersiapkan teknisnya. Meskipun sebenarnya beberapa persiapan sudah dikoordinasikan sebelum libur panjang Idul Fitri, sehingga pada forum Reboan terakhir pun tidak terlalu banyak yang dibahas.
Teknokrasi Cinta Semesta sebenarnya adalah satu judul yang tahun lalu sudah disiapkan oleh Mbah Nun pada edisi bulan yang sama di tahun 2023 lalu. Judul tersebut urung digunakan karena memang saat itu ada judul yang dirasa lebih tepat untuk diangkat. Dari 3 kata yang tersusun dalam judul ini; Teknokrasi, Cinta dan Semesta tentu akan menghadirkan pemaknaan tersendiri, baik saat dikupas satu per satu maupun dalam satu gabungan kalimat.
Jika kita mencari makna Teknokrasi, maka yang muncul di internet adalah bahwa Teknokrasi adalah sebuah sistem pemerintahan yang diisi oleh orang-orang yang memang pakar secara teknis dan pengetahuan pada masing-masing bidangnya. Insinyur, ilmuwan, profesional, kesehatan, hukum, ekonomi, sosial, budaya, agama dan lain sebagainya. Mereka adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan, keahlian dan kemampuan dalam bidangnya masing-masing, sehingga saat mereka diberi kesempatan untuk diberi wewenang mengurusi Pemerintahan, maka segala kebijakan yang diambil berdasarkan latar belakang pengetahuan yang mereka miliki.
Singkatnya, tema Teknokrasi Cinta Semesta ini diangkat dengan tujuan agar kita kembali menakar diri kita masing-masing. Karena secara fitrahnya, kita adalah seorang teknokrat dari latar belakang diri kita masing-masing. Pada setiap lingkup dimana kita tinggal, kita memiliki tanggung jawab untuk menghadirkan manfaat bagi makhluk hidup di sekitar kita. Mungkin kita bukan seorang Teknokrat dalam artian menguasai sebuah ilmu pengetahuan dalam bidang tertentu, tetapi secara naluriah kita sebagai manusia kita sudah diberi mandat sebagai khalifah di muka bumi. Sebagai seorang khalifah, maka tujuan kita hidup di dunia ini adalah memberi manfaat sebanyak mungkin kepada manusia yang lainnya. Khairunnaas anfa’uhum li-n-naas. Begitu salah satu pesan Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Forum Kenduri Cinta dibuka dengan tadarrus Al Qur’an surat Luqman. Setelah itu forum dilanjutkan dengan sesi mukadimah. Penggiat Kenduri Cinta mewedar tema dari berbagai perspektif maisng-masing. Pramono melandasi dengan tadabbur surat Ar Rum ayat 41; dzhoharo-l-fasaadu fi-l-barri wa-l-bahri bima kasabat aydi-n-naasi liyudziiqohum ba’dho-l-ladzii ’amiluu la’allahum yarji’uun.
Bahwa segala kerusakan yang tampak di muka bumi disebabkan ulah perbuatan tangan manusia. Dan kerusakan demi kerusakan itu dikarenakan oleh tangan-tangan manusia yang tidak bertanggungjawab karena diberi wewenang yang tidak semestinya. Dalam falsafah Jawa kita mengenal empan papan. Bahwa segala sesuatu ada tempatnya. Seharusnya, manusia sebagai khalifah di muka bumi ini mampu menempatkan diri pada posisnya masing-masing sesuai dengan kadarnya.
Dana, salah seorang penggiat Kenduri Cinta meresahkan fenomena dunia kesehatan hari ini yang semakin jauh dari fitrahnya. Seharusnya, kesehatan tidak menjadi sebuah industri. Kesehatan, seperti yang pernah disampaikan oleh Cak Nun, tidak sepantasnya dikapitalisasi. Sementara saat ini kita menyaksikan bagaimana industri kesehatan menjadi salah satu pionir industri di dunia. Orang tidak lagi berfokus bagaimana mengembangkan pengobatan dari berbagai macam penyakit yang ada, melainkan justru mengkapitalisasi industri kesehatan untuk hal-hal yang sifatnya mengubah fitrah ciptaan Tuhan.
Yang terjadi kemudian adalah semakin banyak orang merasa tidak puas dengan anugerah Tuhan yang ada dalam tubuhnya, kemudian memanfaatkan dunia kesehatan untuk mengubah ciptaan Tuhan yang ada dalam dirinya, karena ingin terlihat lebih sempurna di mata manusia yang lainnya. Selain itu, dunia pendidikan kesehatan tidak mengantarkan pada tujuan awalnya, bahwa tenaga kesehatan adalah mereka yang siap mengabdikan dirinya untuk membantu orang lain yang membutuhkan pengobatan. Yang terjadi sekarang, untuk kuliah di fakultas kedokteran membutuhkan biaya yang tidak sedikit, dan juga tidak jarang orang ingin menyekolahkan anaknya di fakultas kedokteran dengan harapan agar kelak ia memiliki penghasilan dari industri kesehatan. Sejak awal niatnya sudah salah. Meskipun, tidak sedikit pula mereka yang berkiprah di dunia kesehatan masih mengedepankan jiwa sosialnya.
Sesederhana dalam sebuah perusahaan, struktur organisasi yang disusun berdasarkan kapasitas dan kapabilitasnya. Jika orang-orang yang tepat ditempatkan pada jabatan yang sesuai dengan kapasitasnya, maka perusahaan akan berjalan pada track yang baik. Ekosistem perkembangan perusahaan akan dibawa pada masa depan yang cerah, karena orang-orang yang tepat memegang tanggung jawab sesuai dengan kapasitas dan perannya.
Sebuah perusahaan yang menjalankan bisnisnya dalam dunia pertambangan tidak seluruhnya diisi oleh ahli pertambangan. Ada ahli kesehatan didalamnya, ada ahli ekonomi, ada ahli hukum, ada ahli kebersihan dan lain sebagainya. Semua menjalankan sesuai porsinya. Semakin baik setiap person di dalam perusahaan berkolaborasi dan bekerjasama, maka akan menghasilkan dampak yang baik.
Daffa, salah seorang jamaah turut merespons tema Kenduri Cinta kali ini dengan merefleksikan kondisi di Indonesia. Menurutnya, ada beberapa jabatan di Pemerintahan yang dipegang oleh orang yang tidak memiliki kapabilitas. Ia mencontohkan, urusan pertanahan diurusi oleh seorang jebolan militer. Sementara ada Menteri yang sebelumnya mengurusi perhutanan justru kini mengurusi perdagangan. Dan masih ada banyak lagi contoh bagaimana di Pemerintahan Indonesia sebuah posisi/jabatan pemerintahan diisi oleh mereka yang tidak memiliki kepakaran di bidangnya. Teknokrasi tak sampai, meritrokasi pun hanya angan-angan belaka.
Ali condet, jamaah Kenduri Cinta yang cukup dikenal di kalangan jamaah Maiyah di Jakarta berapi-api mengamini apa yang diungkapkan oleh Daffa. Menurut Ali, Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang sudah sangat terlatih akan ketidaktahuannya. Justru dengan ketidaktahuannya, bangsa Indonesia ini mampu untuk bertahan hidup. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang mampu menjalani kehidupan tanpa memusingkan apakah pemimpin Negaranya adalah seorang teknokrat atau bukan.
Ali menegaskan bahwa kita membutuhkan seorang pemimpin yang teknokrat untuk memimpin para teknokrat. Bukan pemimpin yang hanya karena popularitas kemudian mengumpulkan para teknokrat, itupun hanya sebagian, lalu justru mengakomodir kepentingan paratai politik untuk melanggengkan kekuasaan. Terlalu banyak contoh bagaimana seorang Menteri diangkat menjadi Menteri tidak sesuai dengan latar belakangnya, sehingga banyak masyarakat yang akhirnya menganggap seolah-olah tidak perlu sekolah tinggi dan menjadi pintar untuk bisa menjadi Menteri.
Jeda pertama diisi oleh Lahila Band, membawakan beberapa lagu yang gembira. Menyapa jamaah Kenduri Cinta menghangatkan suasana diskusi agar tidak terlalu serius membincangkan ilmu. Suasana diskusi di Kenduri Cinta memang selalu disetup sedemikian rupa, seperti ilmu ngegas dan ngerem yang selalu diajarkan oleh Cak Nun. Ada kalanya kita begitu fokus dengan ilmu, membincangkan banyak khasanah dan wacana ilmu, namun juga perlu diimbangi dengan selingan musik untuk sedikit meredakan kepenatan.
Puasa untuk Pembaharuan Diri
Setelah penampilan Lahila Band, Tri Mulyana dan Hadi Aksara memoderasi disukusi selanjutnya. Ian L Betts yang sudah beberapa bulan absen dari Kenduri Cinta karena satu dan lain hal, malam itu turut hadir. Ia menyapa jamaah Kenduri Cinta dengan wajah bahagia. Menurutnya, setelah satu bulan berpuasa, manusia seharusnya mengalami pembaharuan. Puasa bukanlah sesuatu yang sifatnya negatif yang berdampak buruk bagi manusia. Tidak demikian. Menurut Ian L. Betts, puasa justru menghadirkan pembaharuan dalam diri manusia. Sejalan dengan kecanggihan teknologi, puasa juga semakin membuat matang manusia atas kepantasan dirinya menjadi khalifah di bumi.
Menyinggung pesatnya perkembangan Artificial Intelligence saat ini, Ian L. Betts mengingatkan bahwa hadirnya AI tidak akan mungkin menggantikan Human Intelligence. Semua itu akan bergantung pada bagaimana manusianya menggunakan teknologi, termasuk AI. Terkdang, ilmu dan teknologi datang dari tempat yang tidak biasa. Seperti halnya ilmu, tidak selalu datang dari ilmuan. Tidak jarang juga ilmu datang dari karya sastra.
Ditekankan oleh Ian L. Betts, sebagai jamaah Maiyah kita memiliki tanggung jawab untuk memperbaharui diri kita masing-masing. Kita belajar banyak hal, baik di Maiyah maupun di luar Maiyah, kita kemudian memiliki peran untuk mengolah semua ilmu yang kita dapatkan. Menurut Ian L. Betts, ilmu itu tidak mengenal kiri atau kanan, tergantung pada manusianya akan menggunakan ilmu itu untuk apa. Begitu juga dengan kapiltalisme, ia tidak mengenal kanan atau kiri. Seperti halnya teknologi, jika ia dikendalikan oleh orang yang tepat, maka yang lahir adalah manfaat.
Ali Hasbullah meneruskan apa yang disampaikan oleh Ian L. Betts, bahwa siapapun nanti yang akan menjadi Presiden pasca putusan MK dibacakan, maka kita memiliki harapan bahwa ia mampu menempatkan para teknokrat pada posisi atau jabatan yang sesuai dengan kapabilitasnya. Karena kita berharap Indonesia ini benar-benar diurusi oleh mereka yang memang ahli dalam bidangnya masing-masing. Sehingga, tercapainya sila kelima Pancasila itu tidak menjadi angan-angan lagi, bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia benar-benar akan terwujud.
Hadir juga di Kenduri Cinta, Yusril Fahriza, seorang komika asal Jogja. Yusril mengakui, sudah ingin datang ke Kenduri Cinta sejak lama, karena kekagumannya kepada Cak Nun. Salah satu buku yang sangat berkesan baginya adalah ”Jejak Tinju Pak Kiai”. Beberapa buku lain karya Cak Nun ia baca, hingga akhirnya ia memutuskan untuk berhenti membaca tulisan Cak Nun, karena baginya apa yang ditulis oleh Cak Nun kok benar semua.
Awalnya, Yusril mengira Kenduri Cinta ini adalah forum semacam pengajian. Dikiranya yang akan berbicara adalah Kiai, namun sampai malam ia tidak menemukan sesosok Kiai, yang ada malah bule, Ian L. Betts, maksudnya.
Sejenak kembali mengisi jeda, Letto naik ke panggung, bersama Sabrang tentunya. Membawakan 2 lagu pertama; Layang-layang dan Senyumanmu. Dan ada sedikit kejutan untuk Ian L. Betts di tengah-tengah lagu ”Senyumanmu” sebagai ungkapan syukur momen ulang tahun Ian L. Betts ke-60.
Saat sebelum jeda, ada pertanyaan yang ditujukan kepada Ian L. Betts mengenai Teknologi. Sebelumnya, Ian L. Betts menceritakan pengalamannya menonton film Dune yang menggambarkan bagaimana Teknologi akan memiliki peran yang sangat penting dalam masa depan dunia. Pertanyaan dari Kei, seorang jamaah adalah, bagaimana sebenarnya teknologi memiliki patern dalam perkembangan kehidupan manusia dan dunia saat ini. Ian L. Betts menjelaskan bahwa teknologi itu agnostik, semua bergantung pada manusianya bagaimana memanfaatkan teknologi. Ia bisa dimanfaatkan untuk hal yang baik, namun jika dikendalikan oleh orang yang salah, ia bisa menjadi media yang buruk yang tidak menghasilkan manfaat bagi manusia, namun justru merugikan. Teknologi tidak memiliki ideologi, tidak kiri dan tidak kanan, tergantung pada manusianya.
Teknologi juga tidak menjamin apakah masa depan akan menjadi lebih baik atau tidak, itu juga sama, tergantung bagaimana manusia memanfaatkan teknologi itu sendiri. Apakah teknologi akan digunakan untuk kepentingan masyarakat banyak atau hanya untuk memuaskan kepentingan personal atau kelompoknya saja. Seperti tenaga nuklir misalnya, di beberapa negara mampu memanfaatkan nuklir sebagai salah satu energi alternatif, namun di negara yang lain nuklir dimanfaatkan untuk teknologi pertahanan sebuah negara dijadikan sebagai salah satu hulu ledak. Sangat kontradiktif, namun ditempatkan dan dimanfaatkan sesuai dengan keperluannya.
Membincangkan Agama, Sains dan Budaya
Sabrang kemudian turut merespons tema yang baginya juga absurd, tema yang susah untuk dijelaskan. Namun bagi Sabrang, Ilmu itu tidak selalu datang dari pintu yang kita duga, kadang-kadang kita memasuki ilmu dari pintu yang mana saja, namun saat memasuki pintu itu kita bisa mengalami banyak hal. Kita hanya paham cinta untuk kebutuhan komunikasi, begitu kata Sabrang. Sehari-hari kita bersanding dengan cinta sebagai kata kerja, tetapi jika kita menggali cinta sebagai ilmu, maka itu akan mengantarkan kita pada wahana ilmu yang lebih dalam yang tidak bisa kita pahami dalam waktu singkat.
Sebelumnya, Hadi mengutip 4 jenis manusia oleh Al Gazali dalam Ihya Ulumudiin; rojulun yadri wa yadri annahu yadri, rajulun yadri wa laa yadri annahu yadri, rajulun laa yadri wa yadri annahu laa yadri, rajulun laa yadri wa laa yadri annahu laa yadri. Tentu kita semua berharap bahwa kita mampu menjadi rajulun yadri wa yadri annahu yadri, atau setidaknya kita adalah rajulun yadri wa yadri annahu laa yadri. Asal jangan sampai menjadi rajulun laa yadri wa laa yadri annahu laa yadri. Musibah besar itu namanya.
Bagi Sabrang, konsep Al Gazali itu terdapat 2 interplay: diri dan tahu. Sabrang mengajak jamaah untuk memasuki 1 interplay saja: tahu. Antara tahu dan mengetahui. Sabrang sedikit mundur untuk merefleksikan saat ia membaca komentar-komentar pada sebuah video Youtube yang rilis di bulan Ramadhan lalu bersama Habib Ja’far dan Onad di sebuah channel Youtube. Sabrang mengakui, membaca komentar-komentar itu tidak bisa menyalahkan apa yang ditulis oleh netizen, karena bagi Sabrang kita saat ini hidup dalam dunia free speech, maka kita juga harus memiliki kemampuan untuk menyimak dan mendengar apa yang disampaikan oleh orang lain, karena pada setiap apa yang ditulis atau disampaikan oleh orang lain itu berdasarkan atas dasar pengetahuannya.
Sabrang kembali membahas konsep Al Gazali tadi. Ada salah satu pijakan ketika seseorang tahu bahwa dia tidak tahu. Sikap yang pertama adalah ia ingin tahu dan belajar tentang apa yang dia tidak tahu. Sikap yang kedua adalah ia menganggap sesuatu yang tidak ia ketahui itu tidak penting. Penyikapan terhadap sesuatu yang tidak diketahui adalah salah satu asal muasal lahirnya teknokrat. Seseorang yang mengerti bahwa dia tidak tahu akan sesuatu hal, kemudian ia mencari tahu tentang sesuatu itu. Dasarnya ia tidak tahu, kemudian merasa ingin tahu, sehingga ia belajar. Setelah ia belajar, ia menemukan sesuatu yang baru dari apa yang ia pelajari.
Sabrang sedikit mengupas God of the gap, yang selalu menjadi landasan orang atheis berdebat dengan orang yang memahami agama yang argumentasinya iman. Sementar orang sains selalu memiliki fondasi bahwa sesuatu yang belum ditemukan kebenarannya adalah karena memang ia belum tahu tentang kebenaran itu. Orang sains menyadari bahwa sesuatu itu ada, bahwa sebuah kebenaran itu ada, tetapi saat belum mampu membuktikan bukan berarti kemudian menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan. Karena bagi orang sains, kebenaran itu belum tampak karena ia merasa belum mengetahui saja. Kita bodoh karena tidak mengetahui, tetapi jangan lantas kemudian menyalahkan bahwa kebenaran itu milik Tuhan. Orang sains memiliki kesadaran untuk mencari, tidak langsung kembali ke Tuhan tentang kebenaran sesuatu.
Tapi menurut Sabrang, orang sains pun paham bahwa ada sesuatu kebenaran yang mungkin tidak akan dicapai oleh manusia, tetapi tetap meyakini bahwa kebenaran itu ada. Kita tahu ada informasi tentang kebenaran, tetapi kita tidak mampu membuktikan faktanya. Ada sesuatu yang mungkin manusia mengetahuinya tetapi mungkin tidak perlu untuk mengetahui fakta kebenarannya. Sabrang mencontohkan hal yang sederhana; jumlah rambut pada manusia. Fakta kebenarnnya pasti ada berapa jumlah rambut pada seorang manusia, tetapi mungkin kita tidak perlu membuktikan berapa jumlah rambut pada diri kita untuk kemudian kita membuktikan kebenaran jumlah rambut itu. Kita cukup berhenti pada; jumlah rambut dalam diri kita itu banyak.
Ada satu kondisi dimana kita tidak tahu bahwa kita tidak tahu, dan memang kita juga tidak perlu untuk tahu. Seperti jumlah rambut di kepala manusia itu tadi. Atau misalnya jumlah pasir di bumi. Faktanya, pasti ada jumlah pasti butiran pasirnya di seluruh lapisan bumi. Tapi, apakah kita harus mengetahui jumlah butiran pasir itu? Jadi, memang ada kondisi dimana kita memang berada pada posisi tidak tahu akan sesuatu hal, bukan karena kita tidak mau mengetahuinya, tetapi karena memang kita tidak perlu untuk mengetahuinya.
Sabrang mencontohkan sebuah penemuan bernama Genome Project, sebuah penelitian untuk meneliti gen manusia. Diprakarsai oleh Francis Collins, seorang sekuler yang lahir dari keluarga sekuler. Sama sekali tidak mengerti agama. Tetapi melalui sains yang ia pelajari, pada akhirnya setelah ia meneliti gen pada manusia, ia menemukan bahwa akhir dari semua peradaban manusia ini adalah Tuhan. Sehingga akhirnya ia pun beragama, tidak lagi menjadi seorang sekuler.
Pada akhirnya, seorang Francis Collins pun akan menemukan bahwa tidak ada kesimpulan lain kalau tidak ada Tuhan. Tetapi ia menemukan sendiri dan tidak dipaksa oleh orang lain. Ia menemukan limit atas pengetahuannya, mungkin dia ketahui, tapi mungkin lebih banyak hal yang ia tidak ketahui. Sehingga pada akhirnya ia menemukan keyakinan akan kehadiran Tuhan dengan landasan sains.
Teknokrasi kalau pada definisinya adalah pengaplikasian dari pengetahuan tentang sains. Ada pengetahuan tentang sains, dan ada pengaplikasian sains itu sendiri. Teknokrat itu asalnya adalah sains, kemudian ada aplikasinya bernama teknologi, dan pelakunya adalah teknokrat.
Kembali lagi, sains itu datang dari orang yang tahu bahwa ia tidak tahu, namun kemudian ia mengamnbil sikap untuk mencari tahu. Sabrang menjelaskan bahwa sains itu datang dari kebutuhan manusia tentang narasi kehidupan. Manusia harus memiliki narasi tentang kehidupan agar tidak kehilangan arah dalam hidup. Manusia membutuhkan narasi untuk memahami hidup. Maka kemudian lahirlah narasi agama, narasi sains, ada narasi kejawen, ada narasi yang lain berpengaruh dalam hidup manusia.
Sabrang menjelaskan bahwa narasi sains kebutuhan utamanya adalah kemampuan komunikasi satu sama lain terhadpa hipotesis kebenaran. Dan sebuah narasi, pasti punya kriteria. Sabrang mencontohkan narasi Islam kriteria dasarnya adalah Al Qur’an dan Hadits, jika ada cerita yang tidak berasal dari Al Qur’an dan Hadits tidak akan dianggap sebagai narasi Islam. Tetapi jika ada satu informasi yang tidak pernah disebut dalam Al QUr’an dan Hadits, tidak serta merta kita menjustifikasi bahwa informasi itu tidak pernah dibahas oleh Islam. Handphone, misalnya. Tidak ada ayat Al Qur’an ataupun matan Hadits yang menjelaskan mengenai teknologi smartphone. Tetapi kita bisa mengambil dari sudut pandang manfaat mengenai handphone. Sehingga kemudian kita bisa mengambil kesimpulan bahwa handphone itu penting atau tidak dalam hidup kita.
Ada narasi manfaat yang kita ambil untuk menentukan posisi handphone dalam hidup kita. Handphone bisa dipahami sebagai narasi Islam untuk diambil manfaatnya sehingga dengan handphone manusia mampu lebih berbuat baik kepada sesama makhluk atau tidak. Tidak bisa kita menggunakan narasi Islam untuk bertabrakan dengan narasi sains. Sabrang mengakui bahwa kecenderungan manusia untuk menabrakkan antara narasi Islam dengan narasi sains yang kemudian mengakibatkan kita saling silang sengkarut terjebak pada perdebatan yang tidak perlu.
Teknokrat, sebagai penguasa teknologi tetap harus memntingkan agamanya. Sabrang menjelaskan bahwa peran agama dalam diri seorang teknokrat itu sangat penting. Dampak paling utama adalah tingkat kepercayaan terhadap si teknokrat itu sendiri. Kalau seorang teknokrat tidak memiliki keyakinan terhadap agama, maka kecenderungan untuk tidak dipercaya oleh masyarakat akan sangat tinggi. Malam itu Sabrang mengajak jamaah untuk menelisik ke belakang dari tema yang diangkat, bukan membahas mengenai tema utamanya, melainkan menelusuri ilmu dari latar belakang tema Kenduri Cinta kali ini. Menurut Sabrang itu penting untuk kita memiliki pemahaman mengenai informasi yang lebih detail dari satu ilmu.
Sabrang menjelaskan bahwa setiap narasi yang kita dapatkan saat ini adalah sebuah informasi yang menghantarkan pada kenyataan dari suatu kebenaran. Jadi, narasi itu sendiri bukanlah sebuah kebenaran. Karena kenyataan yang sebenarnya tidak bisa dinarasikan, hanya bisa kita alami. Teknologi pasti akan membawa kebaikan dan keburukan. Contoh paling simpel adalah bahwa tidak ada kecelakaan tabrakan mobil sebelum ditemukan mobil itu sendiri.
Dalam sudut pandang keamanan transportasi, teknologi berupa mobil ditemukan, kemudian muncul dampak buruk dari lahirnya mobil yaitu kecelakaan/tabrakan di jalan raya. Kemudian untuk memberi batas di jalan raya, ditemukanlah marka jalan. Lalu ditemukan teknologi lain berupa lampu pengatur lalu lintas. Pada mobil itu sendiri, teknologi pun berkembang, sehingga semakin canggih sebuah mobil maka fitur keamanannya pun akan semakin lengkap.
Teknologi datangnya dari pengaplikasian sains. Pengaplikasian agama yang efektif bisa disebut juga sebagai teknologi. Karena pengaplikasian agama juga sebuah narasi. Tentu dalam agama tidak disebut sebagai teknokrat. Kita bisa menyebut seorang yang menarasikan agama sebagai ulama. Maka, teknokrasi digambarkan oleh Sabrang adalah satu sistem yang diisi oleh orang-orang yang mampu menarasikan teknologi untuk kemudian melahirkan manfaat bagi seluruh mahkluk di sekitarnya atau yang berada dalam sistem tersebut. Tantangannya kemudian adalah apakah teknologi digunakan untuk membuat manusia saling cinta satu sama lain atau tidak? Mengimplementasi cinta satu sama lain atau tidak?
Kita tentu ingat bagaimana awal kemunculan media sosial di internet adalah memudahkan kita untuk bersilaturahmi satu sama lain. Karena menurut Sabrang, media sosial adalah hasil dari perkawinan narasi agama dengan narasi sains yang memanfaatkan teknologi. Tapi ternyata ada narasi hewan yang kita tidak tahu bahwa kita tahu. Ada narasi hewan yang inginnya menghina hewan lainnya, merendahkan hewan lainnya, menistakan hewan lainnya, merasa dirinya paling hebat dan paling berkuasa. Sehingga tidak heran jika media sosial hari ini secara fakta adalah hasil dari perkawinan narasi sains dengan narasi kebinatangan dalam diri manusia yang menghasilkan bukan cinta.
Menurut Sabrang, Teknokrasi yang menghasilkan Cinta Semesta adalah bahwa teknokratnya tidak hanya paham tentang narasi teknologi tapi juga paham narasi lainnya. Dia tidak hanya paham narasi sains, tapi juga mengerti dan memahami narasi agama, narasi budaya, narasi kultural. Di Islam, seorang ulama adalah orang yang paham narasi teknologi, paham narasi agama dan juga memahami narasi manusia (budaya). Bukan hanya memahami hukum agama, karena jika hanya memahami hukum agama itu adalah ahli fiqih alias fuqaha.
Rasulullah SAW adalah sosok manusia yang mencintai manusia yang lainnya. Kanjeng Nabi tidak pernah menjustifikasi orang lain, seburuk apapun orang di hadapan beliau, akan selalu dicari sisi baiknya. Ketika Kanjeng Nabi didatangi oleh seseorang yang ingin memeluk Islam, tetapi ia belum mampu meninggalkan perbuatan buruknya seperti minum minuman keras, Kanjeng Nabi tidak lantas menghakimi, namun Kanjeng Nabi mampu memahami narasi dari orang tersebut, maka kemudian Kanjeng Nabi memberi syarat kepadanya bahwa ia diperbolehkan untuk masih minum minuman keras, tetapi jangan pernah berbohong.
Dari kisah ini Sabrang mengambil hikmah bahwa jika seseorang memeluk agama, mengimani satu kepercayaan karena dorongan orang lain, maka suatu saat pasti akan muncul pemberontakan dalam dirinya. Kita bisa memperhatikan orang-orang di sekitar kita yang menjalani hidup karena mengikuti narasi orang tuanya yang dipaksakan, pada satu momen pasti akan melakukan pemberontakan, dan kemudian secara naluriah akan mencari narasinya sendiri.
Sabrang mengingatkan bahwa sains adalah anak Islam yang ditelantarkan. Ibnu Sina, Al Khawarizmy, Al Kindi dan ahli-ahli sains Islam lahir dalam masa keemasan Islam. Namun kemudian hilang, disingkirkan. Sains kemudian diasuh oleh orang lain, dan ketika sains itu berkembang justru dimusuhi oleh ummat Islam sendiri. Maka sudah saatnya ummat Islam kembali memeluk sains sebagai anaknya sendiri, sehingga Islam akan mampu melahirkan teknokrat-teknokrat yang mampu mengimplementasikan cinta semesta.