Shohibu Baity menjadi pamungkas gelaran Kenduri Cinta edisi Mei 2024. Sebuah ritual yang selalu dilakukan beberapa bulan belakangan, setelah rilis resmi dari Koordinator Simpul Maiyah dan Progress Management agar setiap Simpul Maiyah memuncaki Maiyahan dengan Shohibu Baity. Sebuah nomor mistik yang mengantarkan kekhusyukan, memuncakkan kepasarahan serta pengharapan kepada Allah, sebagai tuan rumah dalam diri kita sendiri.
Spirit Shohibu Baity menjadi salah satu pondasi kuat bagi Jamaah Maiyah. Pada setiap bait lirik syairnya, kita menemukan ketentraman tersendiri saat menyelami relung maknanya. Mbah Nun tidak main-main saat menulis lagu ini. Konon, lagu ini dibuat dalam waktu singkat, dan direkam secara langsung pada waktu yang sama di Kadipiro. Rekaman yang juga bisa kita temukan dalam berbagai platform audio saat ini adalah rekaman live, satu kali take, yang kemudian dirilis.
Istiqomah. Penggiat Kenduri Cinta mencoba untuk istiqomah pada perilaku yang mungkin tidak sulit. Sesederhana untuk istiqomah dalam memuncaki Maiyahan setiap bulan dengan Shohibu Baity. Saat Wirid Wabal dirilis oleh Mbah Nun, penggiat Kenduri Cinta pun istiqomah membuka Maiyahan dengan melantunkan Wirid Wabal tersebut. Berlangsung hingga sekitar 3 tahun. Kalau istilah teman-teman penggiat; gondelan ijazah’e Mbah Nun.
Terserah apapun istilahnya. Pada prosesnya, Maiyah sebagai sebuah komunitas tetap memerlukan padatan untuk memacu kreativitas. Dengan kreativitas yang dipacu untuk terus diasah dan diolah, maka akan lahir sebuah inovasi. Inovasi itu tidak melulu soal teknologi. Inovasi tidak selalu berkaitan dengan Artificial Intelligence. AI hanya satu dari bentuk inovasi. Toh pada akhirnya inovasi secanggih apapun tetap bergantung pada manusianya.
Begitu juga dengan Maiyah sebagai sebuah komunitas. Semua akan kembali kepada manusianya bagaimana mengkreatifi akal pikirannya untuk mengolah forum agar berlangsung. Bukan hanya berkesinambungan secara konsisten digelar. Namun juga bagaimana agar forum Maiyahan bulanan menjadi sebuah laboratorium pembelajaran, bukan hanya berbagi ilmu, tetapi juga berbagi kebahagiaan, berbagi senyum, berbagi keindahan. Maka kita menyadari bahwa Maiyah adalah sebuah panggung dengan seribu podium. Maiyah menjadi panggung bagi siapa saja yang datang. Narasumber yang hadir hanya sebagai pemantik saja. Interaksi dengan Jamaah Maiyah sebetulnya adalah sebuah wahana ilmu yang luar biasa, bagaimana setiap Jamaah berhak untuk bertanya kepada narasumber. Bahkan bukan hanya bertanya, mengungkapkan ketidaksetujuan atas wacana yang dipaparkan pun tidak menjadi soal.
Di Maiyah, demokrasi betul-betul diberlakukan. Tidak ada sekat di Maiyah, semua datang atas keinginan diri sendiri, duduk melingkar bersama, sinau bareng dan merasa memiliki atas forum itu. Semua menjaga kebaikan forumnya, semua mengusahakan keindahan forumnya, dan semua menemukan kebenaran dari forum itu sendiri, yang kemudian dibawa kembali ke rumah masing-masing. Menjadi bekal bagi setiap individu.
Kenduri Cinta edisi Mei 2024 mengangkat tema “LITASKUNU FII MAIYAH”, tujuannya bukan sekadar mempertanyakan kenapa kita selalu kangen dengan Maiyahan. Bagi sebagian orang, Kenduri Cinta dianggap sebagai Oase. Menjalani kehidupan yang penuh persaingan di Jakarta, Kenduri Cinta menjadi tempat singgah sejenak untuk melupakan kepenatan rutinitas sehari-hari, termasuk melupakan sejenak utang, mungkin. Tapi bagi para pelaku Maiyah, apakah Maiyah termasuk juga didalamnya Kenduri Cinta itu adalah Oase? Pada titik ini seharusnya kita sebagai Jamaah Maiyah semakin menyadari bahwa Maiyah bukan sekadar Oase. Kita sudah rutin mendatangi forum Maiyahan sebulan sekali, mengikuti perkembangannya, bahkan pada fundamentalnya sendiri, kita meyakini bahwa nilai-nilai yang dibawa oleh Mbah Nun di Maiyah, juga oleh marja’ Maiyah lainnya adalah sebuah nilai yang memang layak untuk kita jadikan pedoman hidup.
Mungkin impact dari Maiyahan, entah di Kenduri Cinta atau di simpul Maiyah yang lain belum terlihat dalam skala makro. Tapi dalam skala individu tiap Jamaah Maiyah itu sendiri sudah muncul cukup banyak. Meskipun lagi-lagi, sebagai sebuah nilai, Maiyah tetap juga akan bergantung pada manusianya itu sendiri. Tidak semua yang datang ke Maiyah membawa niat baik juga. Ada juga yang datang ke Maiyah awalnya ingin mencari kebaikan, namun di tengah jalan tersesat dari jalur yang seharusnya. Dan tentu saja lebih banyak lagi Jamaah Maiyah yang benar-benar setia dengan nilai-nilai Maiyah yang ia pegang teguh, sehingga mereka juga menjalani kehidupan yang lebih tenang, lebih tentram, lebih bahagia.
Ian L. Betts sendiri mengambil satu value dalam Maiyah adalah bagaimana kita menjaga keluarga. Ini bukan saja tentang keluarga dalam sebuah pernikahan, tetapi di Maiyah kita menemukan bahwa semua Jamaah Maiyah terjalin silaturahminya dalam suasana kekeluargaan. Ian L. Betts menegaskan bahwa Padhangmbulan sendiri sejak awal diniatkan untuk pengajian keluarga. Dengan landasan itu maka nilai-nilai kekeluargaan terus dibawa. Tidak mengherankan jika kita saat ini mengalami bagaimana Maiyahan, termasuk Kenduri Cinta ini kita merasakan nuansa keluarga. Ada banyak anak kecil yang diajak serta oleh Bapak dan Ibunya untuk Maiyahan. Dan pemandangan ini juga kita jumpai pada Maiyahan di tempat lain.
Loyalitas. Nilai kedua yang dicatat oleh Ian L. Betts di Maiyah. Loyalitas bukan hanya sekadar setia. Tetapi juga peduli. Bagaimana Mbah Nun sangat peduli dengan orang-orang kecil, rakyat di bawah, Mbah Nun mampu merangkul dan menampung keluh kesah mereka. Ada banyak contoh perjalanan Mbah Nun dan Maiyah, termasuk juga dengan KiaiKanjeng yang membuktikan kepedulian Mbah Nun terhadap masyarakat kecil.
Mbah Nun menyediakan dirinya untuk menjadi tempat berkeluh kesah. Sabrang malam itu menyampaikan bahwa Mbah Nun adalah tempat bersandar bagi hati hati yang resah. Dan ini sudah dibuktikan dalam perjalanan Maiyah selama 3 dekade, bagaimana Mbah Nun menerima semua orang, tanpa melihat latar belakangnya, siapapun saja yang datang akan diterima oleh Mbah Nun. Reformasi 1998 menjadi satu peristiwa yang juga dicatat oleh Ian L. Betts, bagaimana situasi chaos politik Indonesia saat itu, Mbah Nun memasuki semua lini. Menemui mahasiswa, aktivis, rakyat kecil, politisi hingga Presiden Soeharto ditemui.
Generosity, kemurahan hati Mbah Nun yang begitu luas, sehingga banyak orang yang menyandarkan keluh kesahnya kepada Mbah Nun. Mbah Nun pun hanya meyakini bahwa orang yang datang adalah orang yang diberi hidayah oleh Allah untuk datang kepadanya. Sehingga Mbah Nun pun meyakini bahwa Allah akan memberi petunjuk untuk bagaimana dan langkah apa yang akan diambil untuk memberikan bantuan kepada mereka.
Nilai-nilai ini yang sudah seharusnya kita lanjutkan dari Mbah Nun. Kepedulian kita terhadap sesame manusia, kita mulai dari yang terdekat di sekitar kita. Apa yang disampaikan oleh Ian L. Betts sejalan dengan apa yang diutarakan oleh Ali Hasbullah malam itu pada sesi sebelumnya. Bahwa kepedulian Mbah Nun terhadap orang kecil adalah satu nilai di Maiyah yang harus kita teladani.
Seperti biasanya, di Kenduri Cinta selama forum berjalan tidak melulu diisi dengan diskusi. Namun juga ada sesi seniman-seniman di Jakarta untuk turut mengisi jeda. Malam itu ada Grup hadroh Al Ghifari dan juga Yuyun Arfah and friends yang mengisi jeda di Kenduri Cinta. Suguhan nomor-nomor sholawat di awal oleh Hadroh Al Ghifari menyejukkan hati. Dan saat diskusi sesi 1 dan 2, Yuyun Arfah membawakan beberapa nomor lagu karya-karyanya, dan dipuncaki dengan duet bersama Dik Doank dengan nomor ”Janda Jainab”.
Mengurai Beda Kreativitas dan Inovasi
Malam itu, hadir di Kenduri Cinta juga Dr. Indrawan Nugroho, seorang pakar konsultan inovasi. Dr. Indrawan menyoroti hasil survey bahwa Indonesia menjadi negara dibawah Filipina dan Thailand sebagai negara yang sangat rendah inovasinya. Menurut Dr. Indrawan, seberapa jauh sebuah negara akan berkembang akan bisa diukur dengan jumlah inovasinya apakah selalu bertambah atau stagnan, bahkan mungkin berkurang setiap tahun.
Meskipun Indonesia memiliki perkembangan start-up nomor 6 di dunia, tetapi indeks inovasinya tetap rendah. Meskipun variabelnya memang begitu banyak untuk mengukurnya. Disampaikan oleh Dr. Indrawan, keberagaman manusia di Indonesia menjadi salah satu faktor sehingga indeks inovasinya rendah. Secara SDM sudah beragam, infrastruktur yang dibangun oleh Pemerintah juga belum merata, dan juga kebijakan-kebijakan Pemerintah belum mampu mengakomodir para inovator-inovator di Indoensia dalam melakukan riset dan pengembangan. Juga, rendahnya kesadaran untuk menjaga hasil riset dalam hak paten masih terjadi. Banyak sekali anak-anak Indonesia yang mampu menjadi inovator, tetapi tidak memiliki kesadaran untuk mendaftarkan hasil penemuannya untuk dipatenkan. Sehingga, penemuannya tidak terdata secara valid dalam sistem.
Dr. Indrawan kemudian menegaskan bahwa inovasi itu datang dari sebuah masalah, bukan dari sebuah ide. Sesederhana kita mampu hadir dalam penyelesaian persoalan yang dihadapi oleh orang lain, maka kita bisa disebut sebagai seorang inovator. Dan salah satu modal terbesar Indonesia saat ini untuk menuju Indonesia Emas 2045 adalah bonus demografi dimana 70% warga negaranya berada di usia produktif.
Merespon indeksi novasi yang sebelumnya dipaparkan oleh Dr. Indrawan, Sabrang merespon bahwa kita jangan lupa bahwa indeks itu juga dibuat oleh manusia. Ada variabel atau parameter yang sangat mungkin tidak cocok untuk diterapkan di arena yang bernama Indonesia ini. Seperti yang juga disampaikan sebelumnya oleh Dr. Indrawan, ada banyak anak-anak muda yang jauh di ujung pulau dengan resource yang terbatas, tidak memiliki koneksi internet yang cepat, namun mereka mampu melakukan riset dan mampu melahirkan penemuan baru yang menjadi solusi bagi masyarakat di sekitar mereka.
Sabrang kemudian mengurai antara beda kreativitas dengan inovasi. Karena itu adalah 2 hal yang berbeda. Kreativitas adalah kemampuan untuk membuat sesuatu yang baru. Sementara tolok ukur inovasi harus bisa diukur secara tengible. Sebuah inovasi apakah ia diterima oleh masyarakat, memberikan manfaat, menghadirkan perubahan dan seterusnya, itulah beberapa tolok ukur keberhasilan sebuah inovasi. Tidak semua kreativitas adalah inovasi. Tetapi, inovasi datang dari kreativitas. Indonesia adalah sebuah negara dengan warga negara paling kreatif di dunia. Contoh paling sederhana adalah bagaimana meme sepakbola bisa muncul dalam sekejap saat sebuah pertandingan sepakbola itu belum selesai. Sangat kreatif. Bahwa itu tidak bermanfaat bagi orang lain, itu hal lain.
Dalam sebuah karya inovasi, agar ia bermanfaat dan bernilai maka ia harus didaftarkan menjadi sebuah hak paten. Menurut Sabrang, hak paten ini adalah fondasi dasar dari kapitalisme. Kapitalisme tidak mungkin jalan tanpa ada metode yang namanya paten. Karena harus ada keseimbangan antara inovasi teknologi dengan motif manusia dalam menciptakan sebuah inovasi. Gunanya sebuah hak paten adalah untuk melindungi inovator atas penemuannya, sehingga manusia yang lain terdorong untuk menghargai penemuan inovator, dampaknya kemudian inovator akan kembali melakukan riset dan menemukan inovasi-inovasi yang baru lagi. Sehingga kebermanfaatan dari sebuah inovasi dapat berkesinambungan secara terus menerus.
Karena jika inovasi tidak dilindungi dengan hak paten itu tadi, maka tidak akan ada ilmuwan yang mau melakukan riset dan menghasilkan inovasi-inovasi. Sementara menurut Sabrang, kultur di Timu sangat berbeda dengan Barat. Di Timur tidak familiar dengan konsep kooptasi terhadap sebuah penemuan. Masyarakat di Timur cukup merasa bangga saat penemuannya diapresiasi oleh orang lain. Bagi mereka, ketika sebuah inovasi memberi manfaat bagi orang lain sudah cukup membuatnya bangga. Hal ini yang kemudian membuat penemuan-penemuan saintis Islam pada akhirnya tidak diakui oleh dunia. Hari ini kita mengenal yang namanya algoritma. Tetapi, seberapa banyak dari kita yang mengenal Al Khawarizmi?
Namun juga satu persoalannya adalah bahwa untuk mengurus hak paten itu tidak sederhana. Ada persyaratan yang cukup banyak agar sebuah inovasi mendapatkan hak paten. Dan sayangnya masyarakat kita tidak terlatih untuk itu. Sehingga, ada banyak inovator-inovator yang tidak mampu melindungi penemuannya, yang akhirnya inovasi yang diciptakan itu tidak berkembang. Atau, ada kasus lain dimana sebuah inovasi akhirnya diakui oleh orang lain hanya karena selain memiliki kemampuan berinovasi juga memiliki akses untuk mendapatkan hak paten.
Selain itu, kondisi di Indonesia saat ini dikatakan oleh Sabrang bahwa para inovator hanya berani melakukan inovasi setelah memperteimbangkan risiko yang kecil. Saat sebuah inovasi dihadapkan pada risiko yang besar, maka para inovator itu memilih untuk tidak melanjutkan proses inovasinya. Sesederhana bagaimana ASN tidak mampu melakukan inovasi karena risikonya besar, sehingga mereka lebih memilih untuk taat pada aturan, meskipun pada akhirnya mereka tidak dapat berinovasi. Memilih untuk tidak berinovasi daripada menemui kegagalan, kemudian mendapat skorsing dari instansi tempat bekerja, maka akhirnya memilih untuk taat pada aturan, tidak melakukan inovasi, mendapatkan gaji setiap bulan. Keberanian muncul saat kita masih berada di luar sistem, begitu kita masuk ke dalam sebuah sistem yang formal, maka keberanian akan kalah dengan survival. Karena saat kita memasuki dunia formal yang tertata di sebuah instansi misalnya, maka dalam alam bawah sadar kita akan mengalami perubahan dari yang sebelumnya keberanian untuk berbuat sesuatu menjadi kewajiban untuk bertahan hidup.
Salah satu hal yang ditekankan oleh Sabrang adalah bahwa pendidikan kita tidak pernah melatih anak-anak untuk terbiasa dengan kegagalan. Padahal, it’s ok jika kita mengalami kegagalan. Karena tidak ada seorangpun di dunia menjadi ahli tanpa bersedia untuk menjadi bodoh. Tidak ada seorang pun di dunia yang berhasil tanpa mengalami kegagalan. Gagal selalu dilihat sebagai end point, tidak pernah dilihat sebagai jembatan menuju keberhasilan. Karena untuk sampai pada keberhasilan, anda harus melewati kegagalan-kegagalan. Seorang master samurai lebih banyak gagalnya daripada seorang pemula samurai pernah mencoba.
Artinya, kalau kita gagalnya masih sedikit, jangan berhenti. Karena hidup itu lebih banyak gagalnya daripada berhasilnya. Maka kita harus terlatih untuk gagal, terlatih untuk menghadapi kegagalan, sehingga fokus pada proses menjadi hal yang penting, bukan kita tidak ingin sampai pada keberhasilan dari sebuah usaha, tetapi dengan kita waspada pada sebuah proses mendekatkan kita satu langkah pada tujuan akhir yaitu keberhasilan.
Dalam sains tidak ada yang namanya eksperimen gagal. Yang ada adalah eksperimen yang tidak sesuai tujuan adalah keberhasilan untuk mengetahui sesuatu hal yang gagal. Eksperimen yang tidak sesuai pada satu tujuannya itu mengajari kita sukses menemukan sebuah kegagalan yang tidak bisa digunakan. Artinya setiap proses kehidupan itu tidak ada yang gagal, asalkan kita bisa mengambil hikmah dan ilmunya.
Sabrang kembali mentadabburi konsep emmergence pada semut. Kesadaran setiap individu semut muncul karena sebuah sistem emergence yang baik. Secara individu kecerdasan semut itu bukalah individu yang cerdas, tetapi sebagai sebuah koloni semut memiliki ekosistem yang cerdas. Maka setiap semut bertemu semut lainnya ia akan mengenali bahwa semut yang ia temui apakah semut pekerja, semut prajurit, semut pencari makanan, dan seterusnya. Ketika salah satu semut menemukan kesadaran bahwa ada posisi yang kosong, secara otomatis ia akan menjadi posisi tersebut.
Sabrang menjelaskan bahwa kesadaran untuk berani menjadi itu bisa muncul dalam sebuah koloni yang menjalankan ekosistem akhlak dengan baik. Maka, semua Nabi dan Rasul titik berat ajarannya saat berdakwah adalah mengenai perbaikan akhlak ummat manusia. Karena ketika manusia akhlaknya sudah bener semua, akan muncul sebuah sistem yang baik tanpa disadari.
Mbah Nun Yang Berani Mengkritik Penguasa
Dr. Hendri Satrio, malam itu juga hadir. Sudah datang untuk ketiga kalinya ke Kenduri Cinta, dan sepertinya memang sudah merasakan atmosfera yang selalu dikangeni, sehingga ingin datang lagi. Malam itu, ia mengungkapkan bahwa rindu dengan Mbah Nun, dan kemudian menyampaikan bahwa jangan-jangan para penguasa saat ini berani berlaku serampangan karena mereka tahu Mbah Nun sedang istirahat di rumah. Tidak ada sosok yang berani melontarkan kritik tajam ke penguasa.
Bagi Dr. Hendri Satrio, Cak Nun sejak dulu selalu berada di koridor yang mengingatkan penguasa. Selalu mengingatkan negeri dan bangsa ini agar tetap berada di jalur yang seharusnya. Ketidakhadiran Mbah Nun belakangan ini menurut Dr. Hendri Satrio membuat kekosongan kritik yang tajam dan berwibawa kepada pemerintah.
Merefleksikan tema “LITASKUNU FII MAIYAH”, Dr. Hendri Satrio menyampaikan bahwa Kenduri Cinta ini mengajak kita untuk merefleksikan agar kita mampu membawa bangsa ini menjadi lebih baik. Fungsi kepengawasan yang sebelumnya dilakukan oleh Mbah Nun sebagai salah satu tokoh bangsa, saat ini diakui oleh Dr. Hendri Satrio sedang tidak ada yang melakukannya. Padahal, fungsi kepengawasan terhadap penguasa dan pemerintah itu penting. Karena berangkat dari LITASKUNU FII MAIYAH, semoga kita akan sampai pada LITSAKUNU FII INDONESIA.
Dan di Maiyah ini, menurut Dr. Hendri Satrio, kita dapat melatih diri kita untuk terus berfikir jernih. Sehingga, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita dapat turut andil dalam melakukan perubahan. Setidaknya, dari Maiyah kita dapat memberikan dampak positif melalui nilai-nilai yang sudah diajarkan oleh guru-guru kita di Maiyah, dan dapat kita tularkan ke orang-orang di sekitar kita.
Habib Já’far pun mengamini apa yang disampaikan oleh Dr. Hendri Satrio. Bahwa Mbah Nun dengan Maiyahan ini melakukan peran kepengawasan itu, untuk menyadarkan kita bahkan, bukan hanya penguasa. Mbah Nun dengan telaten menemani kita melalui Maiyahan.
Kata “Litaskunu”, dijelaskan kembali oleh Habib Ja’far merupakan akar kata yang salah satu ujungnya adalah sakinah. Maka, seperti yang sudah pernah disampaikan oleh Mbah Nun bahwa untuk menuju sakinah kita memiliki bekal mawaddah wa rohmah. Di Maiyah kita sudah mempelajari bahwa doa untuk orang yang menikah bukan: Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah wa rohmah. Tetapi doa yang dipanjatkan adalah: Semoga dengan bekal mawaddah wa rohmah, menjadi keluarga yang sakinah. Karena sakinah adalah sebuah laku yang terus diperjuangkan secara berkelanjutan, bukan hanya sementara. Seperti yang dibahas oleh Ian L. Betts di awal, bahwa salah satu fondasi Maiyah adalah keluarga. Dan keluarga yang baik adalah keluarga yang sakinah.
Salah satu fondasi dari keluarga juga adalah komunikasi yang baik. Habib Já’far mengungkapkan bahwa yang ia dapatkan dari Maiyah adalah bahwa Mbah Nun mengajarkan kita cara berkomunikasi yang komunikatif. Seringkali akhir-akhir ini di media sosial kita menemukan orang berdebat dan tidak menemukan kesepakatan karena komunikasi yang tidak komunikatif.
Yusabbihu lillahi maa fii-s-samaawaati wa-l-ardhli. Bahwa segala sesuatu yang ada di bumi dan di langit, semua bertasbih kepada Allah. Habib Ja’far sedikit menyinggung akhir-akhir ini yang sedang ramai memperdebatkan apakah musik itu halal atau haram. Sebuah perdebatan lama yang tidak akan selesai, karena mereka yang saling memperdebatkan itu tidak menggunakan pola komunikasi yang komunikatif. Mereka yang mengharamkan musik kekeuh dengan pendiriannya, begitu juga sebaliknya mereka yang membolehkan musik juga kekeuh dengan keyakinannya.
Menurut Habib Ja’far, musik itu tidak haram selama musik itu mampu mengantarkan manusia yang mendengarkannya untuk berkontlempasi kepada Allah. Atau sekurang-kurangnya, tidak berdampak buruk pada orang-orang di sekitarnya. Sama halnya dengan teknologi, selama digunakan untuk kebermanfaatn bersama, maka teknologi itu menjadi baik. Teknologi menjadi buruk saat ia digunakan justru menghasilkan kerugian dan muhdlarat bagi orang lain. Kalau kita menggunakan komunikasi anekdot, jika di hari minggu lingkungan RT kita sedang melakukan kerja bakti bersama-sama, maka kita sholawatan di rumah pun menjadi buruk dampaknya. Karena momentum saat itu yang lebih baik adalah, kita bersama-sama dengan para tetangga, sesrawungan kerja bakti di lingkungan rumah kita.
Kembali ke sakinah, menurut Habib Ja’far, sakinah juga bisa diartikan selain ketentraman adalah ketenangan batin. Dan kita membutuhkan ketenangan batin itu saat ini, karena kita sangat dikelilingi masalah-masalah yang selalu barganti setiap hari. Sakinah itu didapatkan dengan mawaddah. Menurut Habib Ja’far, Mawaddah itu adalah cinta yang plus sementara Rahmah adalah cinta yang minus.
Maksudnya adalah, mawaddah adalah cinta yang tumbuh karena ada perhitungan. Karena ada alasan. Mencintai seseorang karena kecantikan, karena nasab, karena harta dan seterusnya, itu adalah cinta yang sifatnya plus, penuh perhitungan. Sementara rahmah adalah cinta yang minus. Cinta yang tumbuh tanpa ada perhitungan. Yang tersisa adalah kasih. Seperti kita datang ke Maiyahan bukan lagi karena apakah di Kenduri Cinta ada Mbah Nun atau tidak, kita tetap datang.
Begitulah Maiyah sejatinya berlaku. Kita semua datang ke Maiyah karena spirit atas nilai-nilai yang sudah diajarkan oleh Mbah Nun, melalui karya-karyanya, puisi-puisinya, lagu-lagunya bersama Mbak Via dan juga KiaiKanjeng, juga melalui forum Maiyahan yang berlangsung puluhan tahun di berbagai daerah. Dan atas ksepakatan nilai yang sama itu, kita semua menyemai benih yang baik di Maiyah ini. Kita berusaha untuk terus menumbuhkan bibit-bibit yang baik. Entah kapan akan kita panen, itu bukan urusan kita, sepenuhnya menjadi hak prerogatifnya Allah.