Mukadimah: IKHTILAF ZAMAN

APA SAJA yang sedang membuat kita gelisah hari ini? Coba jabarkan satu per satu hal-hal yang dalam beberapa hari terakhir ini membuat hidup kita tidak tenang, tidak tenteram dan tidak bahagia. Lalu, setelah semua tersusun dalam sebuah daftar, urutkan sesuai skala prioritas; mana yang harus benar-benar difikirkan dan diselesaikan oleh diri kita sendiri.

Dinamika kehidupan kita sangat kompleks. Distorsi dari berbagai informasi hingga peristiwa yang dialami secara langsung berdampak pada kondisi batin serta alam fikiran kita. Seringkali kita tidak bisa tidur tenang di malam hari karena masih ada hal-hal yang belum terselesaikan. Dan meskipun pada akhirnya kita tertidur, saat bangun di pagi hari, mau tidak mau kita akan menghadapi kenyataan bahwa kita masih harus menyelesaikan persoalan hari kemarin yang belum terselesaikan.

Apakah ada manusia yang hidup tanpa masalah? Sepertinya tidak. Entah mau sekaya apapun harta bendanya, setinggi apapun latar belakang pendidikannya, atau bahkan se-elit apapun jabatannya, setiap orang memiliki masalahnya sendiri. Ada masalah yang memang datang tanpa diduga, ada juga masalah yang sudah diprediksi sebelumnya, bahkan ada masalah yang justru diciptakan sendiri oleh manusianya.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita di Indonesia saat ini, ada banyak sekali persoalan-persoalan yang pada awalnya kita sendiri yang menciptakannya. Jika kita berbicara polarisasi antar kelompok, kubu, organisasi bahkan hingga partai politik, sejatinya karena memang kita sendiri yang sebelumnya bersepakat untuk menciptakan perpecahan itu. Awalnya memang kita bersepakat untuk menerapkan sistem demokrasi, tetapi ada hal-hal yang pada akhirnya kita tidak siap untuk menghadapi persoalan yang muncul di kemudian hari.

Sebut saja istilah cebong, kampret, kadal dan lain sebegainya yang tampaknya bangsa ini sudah sangat bangga untuk saling member label satu sama lain. Belum lagi istilah radikal, toleran, intoleran, liberal, sekuler, konservatif hingga NKRI harga mati. Semua pihak hanya mampu mengklaim sepihak. Siapa sebenarnya yang memiliki hak untuk memberi label? Aslinya, tidak ada yang benar-benar memiliki hak tersebut.

Kita akan mengalami momentum-momentum pergantian zaman. Perubahan, pembalikan, kontradiksi terbalik atau semacam perpecahan menjadi penyatuan dan penyatuan menjadi perpecahan. Kita melihat fenomena itu hari ini. Faktanya, tidak ada satupun orang yang mampu menyangga kebenaran yang diyakini dalam waktu yang lama. Ada saat dimana kebenaran yang sebelumnya ia pegang teguh ia tinggalkan begitu saja karena alasan-alasan yang lebih masuk akal.

Kontradiksi terbalik itu mungkin juga akan kita lihat pada peta perpolitikan menjelang Pemilihan Presiden tahun 2024. Kontestasi 5 tahunan yang sedang dibumbui wacana penambahan periode jabatan Presiden ini mulai tampak percikan-percikan api perpecahannya. Banyak orang berharap, bahwa bangsa Indonesia akan semakin dewasa dalam menentukan sikap pada setiap Pemilihan Umum. Meskipun pada kenyataannya, bangsa ini dengan sadar menjerumuskan dirinya untuk masuk ke jurang yang lebih dalam lagi pada setiap perhelatan coblosan lima tahunan itu.

Bukan hanya dalam wilayah politik. Kontradiksi terbalik itu mungkin saja akan kita lihat dalam wilayah sosial, hukum, ekonomi, kebudayaan bahkan juga ideologi. Ada sisi baik dari fenomena yang sedang dan akan kita hadapi dalam beberapa tahun mendatang. Artinya, akan ada gelombang kesadaran dan penyadaran yang lahir dari setiap manusia yang mengalami peristiwa di tahun-tahun mendatang di Indonesia. Namun juga jangan salah, karena akan ada juga gelombang pelebaran gejala kemunafikan yang semakin menjerumuskan manusia untuk lebih dalam lagi masuk ke dalam jurang dholuman jahula.

Setiap hari, manusia itu sejatinya lahir kembali. Apa yang sudah dilewati kemarin adalah masa lalu. Berdasarkan pengalaman yang sudah dilalui, manusia sudah semestinya belajar sehingga tidak mengulangi kesalahan yang sebelumnya telah dilakukan. Momentum lahir kembali itu adalah momentum mlungsungi. Bulan Ramadhan yang baru kita masuki ini, juga seharusnya menjadi satu momentum untuk kita agar dapat mlungsungi; lahir kembali.

Dalam Al Qur`an surah Ali Imran ayat 190, Allah swt berfirman:

إِنَّ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ لَأٓيَٰتٖ لِّأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.

Sesederhana itu, bahwa sebenarnya pada pergantian siang dan malam pun, Allah merahmati kita dengan hidayah-Nya yang bertaburan sebegitu banyak. Berapa banyak persoalan yang kita hadapi, kemudian dapat kita selesaikan dengan baik tanpa meninggalkan persoalan yang baru? Bukankah itu rahmat Allah yang luar biasa kepada kita? Mungkin juga masih ada persoalan demi persoalan yang kita hadapi masih belum terselesaikan, bisa jadi karena Allah sedang ingin membuat kita menjadi lebih tangguh, lebih bijak, lebih dewasa.

Cak Nun jauh-jauh hari sudah berpesan kepada kita bahwa agar kita lebih waspada dan titen. Ada ayat-ayat Tuhan yang difirmankan dan ada ayat-ayat Tuhan yang tidak difirmankan. Lebih utamanya, kita harus mampu membaca ayat-ayat Tuhan yang tidak difirmankan. Dalam satu hari ada 24 jam, ada banyak sekali peristiwa yang kita alami, bisa jadi ada ayat-ayat dari Tuhan yang tidak difirmankan yang sebenarnya adalah hidayah untuk kita.

وَعَسَىٰٓ أَن تَكۡرَهُواْ شَيۡ‍ٔٗا وَهُوَ خَيۡرٞ لَّكُمۡۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّواْ شَيۡ‍ٔٗا وَهُوَ شَرّٞ لَّكُمۡۚ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (Al Baqoroh 216)

Pada akhirnya, modal utama kita sebagai manusia hanyalah iman. Kita percaya sepenuhnya kepada Tuhan semesta alam yang sudah menyusun naskah skenario drama kehidupan ini. Tugas kita di dunia ini adalah memperjuangkan keyakinan kita, agar Tuhan bersedia menjamin apa saja yang kita butuhkan.