Mukadimah: BADUT-BADUT PERADABAN

KALAU CINTA yang menjadi alasan, pekerjaan sesulit apapun akan dilakukan dengan gembira. Usaha terbaik untuk meraihnya dijalani tanpa keterpaksaan. Setiap langkah menjadi bermakna. Demi cinta; gunung tinggi akan didaki, lautan luas akan diseberangi. Rintangan berat terasa ringan bagi orang yang sedang kasmaran, halangan yang tampak membahayakan justru terasa menjadi tantangan untuk sebuah perjumpaan dengan yang dirindukan.

Ekspresi setiap orang terhadap yang dicintai beragam, dan konsistensi kecintaan-nya akan diuji seiring dengan waktu. Yang awalnya hanya suka lantas menjadi cinta. Suasana hati bisa berubah. Ekspektasi yang terlalu tinggi terhadap yang dicintai bisa jadi runtuh manakala fakta-fakta baru muncul dari yang dicinta. Ternyata respons nya berbeda dengan yang dibayangkan sebelumnya. Kesungguhan mencintai bisa jadi ditanggapi dengan penolakan, jadilah benci. Benarlah kata Sabrang, “Benci hanyalah cinta yang tersakiti”. Karenanya mencintai-lah dengan jujur, tanpa harap menuntut balasan. Meskipun yo ngenes.

Cinta bukan melulu soal laki-laki dan perempuan. Bisa jadi cinta terhadap barang-barang, tanaman, hewan peliharaan, karier pekerjaan, atau apapun. Bahkan pernah di waktu silam ada gerakan Cinta Rupiah. Situasi yang terjadi di saat itu nilai tukar rupiah terus merosot. Indikasi nya karena terjadi perselingkuhan, orang-orang beruang lebih memilih menyimpan dan bertransaksi menggunakan mata uang asing ketimbang rupiah. Kondisinya semakin buruk dikarenakan segelintir orang yang menguasai mayoritas kekayaan mempermainkan perputaran uang. Di lain sisi justru lebih banyak orang yang mati-matian bekerja banting tulang kesulitan untuk mendapatkan receh-receh rupiah.

Kekinian, mata uang konvensional yang dikeluarkan oleh bank-bank central di tiap negara mulai terusik dengan bermunculan nya mata uang digital yang melintas teritorial negara. Persaingan mendapatkan kepercayaan publik sebagai alat-tukar sudah menjadi peperangan mata uang yang semakin tidak masuk akal.  Bit Coin yang pada awalnya dihargai 1 dolar usd, berselang sepuluh tahun sudah menjadi ratusan juta per keping jika dikonversi ke dalam rupiah. Menyusul bermunculan berbagai crypto currency mengiming-imingi masyarakat dengan lonjakan nilai kepada spekulan dengan berbagai macam informasi gorengan.

Kelas menengah yang lugu termakan bujuk rayu kemewahan. Trading Crypto menjadi fenomena yang menjanjikan kekayaan. Sebagian kecil dari mereka memang diuntungkan dan naik kelas menjadi sultan, meski hanya setting-an. Namun kebanyakan dari mereka dirugikan. Skema Ponzi yang menyamar halus, mulus, cantik, dan mempesona. Memikat lantas menjerat dalam piramida-piramida surga dunia.

Soal harta, tahta dan wanita memang selalu menggoda. Silahkan saja nasihati mereka yang sedang dimabuk cinta salah satu, dua, atau ketiganya. Sampai-sampai ada yang berkata tai kucing serasa cokelat bagi mereka yang sedang mengalami cinta buta. Nasihati sedapatnya, doakan supaya jera. Toh mungkin kita pernah mengalaminya juga.

Begitu juga dengan tahta dan kekuasaan. Mungkin banyak orang yang sudah menyadari bahwa jabatan pemerintahan perlu dibatasi. Tetapi kebanyakan yang menyatakan begitu adalah mereka yang tidak berada dalam lingkar kekuasaan. Mungkin bagi yang sedang mengenyam nikmatnya kekuasaan akan beda pendapatnya. Jangankan diperpanjang masa jabatan, bahkan seumur hidup berkuasa-pun rela. Kembali lagi, toh kita dulu juga pernah mengalaminya. Tetapi apa ya hanya mengulang-ulang sejarah saja. Tetapi siapa tahu ini berbeda dan perlu dicoba. Yang pasti akan kita rasakan adalah rasa kecewa akan semakin besar jika kita bersandar hanya kepada makhluk saat ekspektasi yang kita gantungkan tak tercapai.

Ada sebuah anekdot yang pernah diungkapkan oleh Cak Nun dan Kiai Hasan Abdullah Sahal di Kenduri Cinta beberapa tahun silam; saat kita bermain sepakbola, aturan mainnya sudah jelas dan sudah disepakati. Saat kita menyepak bola agar masuk ke dalam gawang, lalu ternyata bola melenceng jauh dari mistar gawang, yang seharusnya kita lakukan adalah memperbaiki kualitas sepakan kaki kita. Namun, yang terjadi dalam arena sepakbola hari ini adalah ada wasit yang ikut terjun dalam pertandingan, kemudian ikut membantu salah satu kesebelasan dalam mencetak gol. Oh ya, jika wasit di lapangan ternyata tidak mampu memuaskan dahaga kemenangan para bohir, mudah saja, peduli setan dengan statute FIFA, aturan main sepakbola bisa direvisi dan diamandemen di parlemen. Masuk itu barang!

Pada akhirnya, Pandemi Covid-19 berlalu begitu saja tanpa ada pemakanaan tersendiri bagi manusia. Tinggal kita mau melihat dari sudut pandang yang mana, pada akhirnya manusia tidak mampu untuk menahan diri agar tidak serakah.

Di area akar rumput, kesulitan ekonomi masyarakat tidak terhindarkan. Kelangkaan bahan pokok memicu naiknya harga yg signifikan. Ada sebagian pihak yg memanfaatkan momen untuk mengambil keuntungan dari rakyat kecil. Belum lagi persoalan sosial masyarakat lainnya seperti penipuan investasi hingga pinjaman online menjadi problem tersendiri di era digital saat ini.

Memang benar, ada banyak cara untuk mendapatkan uang secara instan saat ini. Yg tidak terfikirkan adalah tentang bagaimana cara mendapatkan uang tersebut. Media sosial menjadi sumber informasi primer saat ini bagaimana masyarakat mendapatkan informasi. Yg juga menjadi persoalan adalah ketiadaan filter yg memadai saat kita mengakses informasi tersebut. Jika kita sendiri abai dan tidak terlatih untuk memfilternya, kita akan terjebak pada banjir informasi yg begitu cepat arusnya saat ini.

Badut-badut pun sengaja dimunculkan di hadapan publik. Mereka layaknya boneka yg memang sudah disiapkan oleh sang dalang. Dijanjikan kebahagiaan sesaat, untuk menarik perhatian publik. Percayalah, di semua panggung selalu ada badutnya!