Kenduri Cinta
  • Beranda
  • Mukadimah
  • Reportase
  • Esensia
  • Sumur
  • Video
  • Karya
  • Kontak
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Mukadimah
  • Reportase
  • Esensia
  • Sumur
  • Video
  • Karya
  • Kontak
No Result
View All Result
Home Esensia

Menulis Itu Tidak Gampang

Munzir Madjid by Munzir Madjid
November 26, 2025
in Esensia
Reading Time: 3 mins read
Menulis Itu Tidak Gampang

“MENGARANG itu gampang,” kata Arswendo Atmowiloto. Ungkapan yang kemudian menjadi judul bukunya itu sejatinya ditujukan untuk memotivasi anak-anak muda agar berani menulis. Saat itu Arswendo, yang nama aslinya Sarwendo, mengasuh Majalah Remaja HAI, sebuah ruang kreatif bagi banyak generasi muda. Melalui bukunya, ia seolah berkata bahwa siapa pun bisa membuat cerita: cerpen, novel, atau tulisan apa saja, asal berani mencoba.

Namun terus terang, saya tidak sependapat. Berkali-kali saya ingin memulai menulis, tetapi selalu kandas. Ide-ide yang semula mengalir tiba-tiba mandek. Dalam perjalanan dari rumah ke tempat kerja, misalnya, pikiran saya sering melayang, memetakan kerangka tulisan dengan rapi. Pembuka tulisan, termasuk tulisan ini, sudah terbentuk jelas di kepala. Tetapi begitu saya duduk dan mulai menuliskannya, saya kebingungan: setelah ini apa? Bagian berikutnya ke mana? Kegagalan itu membuat saya semakin menolak pendapat Arswendo.

Namun dalam kebuntuan itu, saya teringat kata-kata Cak Nun. Cak Nun sering menganjurkan: “Tulis. Apa saja, tulis. Tuangkan buah pikiranmu, meskipun hanya satu paragraf. Besok, atau kapan-kapan, bisa disambung lagi.” Pesan itu sederhana, tetapi mengandung ruh kebijaksanaan bahwa perjalanan tidak harus sempurna sejak awal, yang penting adalah bergerak. Menulis pun begitu, bukan soal hebat atau tidak, melainkan soal kejujuran untuk menuangkan apa yang hidup dalam diri, setahap demi setahap, seikhlas mungkin.

Bahwa pesan yang ingin saya sampaikan, siapa pun saja, terutama Jamaah Maiyah: jangan sungkan untuk menulis. Sekalipun terasa sulit, sekalipun tidak gampang, tetaplah menulis. Tuangkan ilmu-ilmu yang kita dapat dari Maiyah; gali dari buku-buku Cak Nun, dari maiyahan, dari arsip video, dari tulisan-tulisan lama; lalu hidupkan kembali dalam bentuk tulisan. Sebab gagasan yang tidak dituliskan, sering kali hilang begitu saja.

Cak Nun berkali-kali menanamkan bahwa belajar itu tidak pernah berhenti. Kita ini “santri kehidupan”, maka tugas kita adalah terus menggali, terus meneliti, terus memelihara rasa ingin tahu. Menulis adalah salah satu cara mencicil pembelajaran itu. Menulis, memaksa kita menata lagi apa yang kita kira sudah kita mengerti. Sebagaimana sering diingatkan Cak Nun, proses memahami selalu lebih penting daripada hasil akhirnya.

Cak Nun mengajarkan untuk selalu rendah hati, tidak sombong dengan apa pun yang kita tahu. Menulis bukan untuk menunjukkan siapa yang paling pintar, tetapi untuk berbagi manfaat. Menuliskan sesuatu bukan karena kita merasa sudah paham, justru karena kita ingin ikut mengabdi kepada pengetahuan. Kita ingin membantu siapa pun yang mungkin terbantu. Dalam bahasa Cak Nun: ilmu harus dihibahkan, bukan disombongkan.

Prinsip-prinsip itulah yang menjadi dasar mengapa Kenduri Cinta, tidak menyiarkan acara secara live. Ini bukan demi eksklusivitas, melainkan latihan kedisiplinan literasi. Para pegiat dibiasakan untuk mendokumentasikan dengan cara menulis: mencatat verbatim, merapikan, lalu mengeditnya untuk dimuat di media official Kenduri Cinta. Harapannya, ini menjadi contoh: bahwa pemahaman lebih kokoh jika dituliskan kembali.

Selain itu, format tanpa live juga bertujuan menghindari salah paham, terutama terhadap bagian-bagian yang sensitif bagi sebagian orang. Ada banyak hal yang lebih aman dan lebih jernih jika dipikirkan ulang sebelum dipublikasikan. Dengan begitu, kegaduhan yang tidak perlu bisa dicegah. Bagi masyarakat yang ingin benar-benar merasakan suasana maiyahan, pintunya tetap sederhana: datanglah ke TIM.  Jika belum sempat, tunggulah reportase atau video yang diunggah kemudian.

Maka tulisan ini bukanlah pembenaran untuk bermalas-malasan menulis. Justru sebaliknya: ia mengingatkan saya, dan semoga juga mengingatkan yang lain-lain, akan pesan Cak Nun yang tak pernah usang:  Tulis. Tulis apa saja. Sedikit pun tak apa. Yang penting, terus menulis.

Semoga dari kegagapan kita, tumbuh keberanian; dari keberanian, tumbuh keikhlasan untuk terus belajar, merendah, dan memberi manfaat kepada siapa pun yang membutuhkan.

SendTweetShare
Previous Post

Tumbuh tapi Tidak Sadar

Next Post

Kultus Visibility

Munzir Madjid

Munzir Madjid

Salah satu sahabat Cak Nun di era Patangpuluhan, kini tinggal di Jakarta.

Related Posts

Kepalsuan di Balik Jendela Kelas
Esensia

Kepalsuan di Balik Jendela Kelas

December 3, 2025
Kebebasan Tanpa Batas Menghancurkan Sumber Daya Bersama
Esensia

Kebebasan Tanpa Batas Menghancurkan Sumber Daya Bersama

December 2, 2025
Kultus Visibility
Esensia

Kultus Visibility

December 1, 2025
Tumbuh tapi Tidak Sadar
Esensia

Tumbuh tapi Tidak Sadar

November 25, 2025
Penjahat Tak Pernah Membangun Negara
Esensia

Penjahat Tak Pernah Membangun Negara

November 24, 2025
Sadar, Menyadari, Bernurani
Esensia

Sadar, Menyadari, Bernurani

November 21, 2025

Copyright © 2025 Kenduri Cinta

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Mukadimah
  • Reportase
  • Esensia
  • Sumur
  • Video
  • Karya
  • Kontak

Copyright © 2025 Kenduri Cinta