Kenduri Cinta
  • Beranda
  • Mukadimah
  • Reportase
  • Esensia
  • Sumur
  • Video
  • Karya
  • Kontak
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Mukadimah
  • Reportase
  • Esensia
  • Sumur
  • Video
  • Karya
  • Kontak
No Result
View All Result
Home Esensia

Peradaban Cahaya; Terang, Keterangan, dan Informasi

Nanda Avalist by Nanda Avalist
December 18, 2025
in Esensia
Reading Time: 7 mins read
Peradaban Cahaya; Terang, Keterangan, dan Informasi

BLUEPRINT suatu peradaban terkadang dapat dilihat dari apa yang menjadi preokupasi atau pusat perhatian kolektifnya. Dalam hal ini, kita terbiasa untuk menggunakan pendekatan dalam mempelajari lini masa peradaban manusia berdasarkan kemampuan olah materialnya.

Tentu ini instrumen yang sah dan memiliki validitas teknologis, dan akhirnya, bahkan deterministik secara (geo)politis. Bukankah setiap hegemoni selalu dicirikan dengan (upaya) monopoli atas teknologi tertentu di setiap zamannya? Tentu, sekaligus kuasa itu pun berakhir manakala monopoli itu akhirnya harus menyerah pada sifat dasar pengetahuan, yakni selalu tinular alias difusif.

Monopoli hanya memperlambat proses itu, namun tak bisa sepenuhnya mematikannya. Akibatnya, setiap epoch teknologis sekaligus juga epoch politis-hegemonik. Zaman batu, memiliki peradaban unggulnya sendiri. Demikian pula dengan zaman perunggu, zaman besi, zaman energi hidrokarbon, energi nuklir, manipulasi fisika partikel, hingga zaman informasi, semua memiliki hegemon-nya masing-masing.

Bagaimana Wahyu mengungkapkan sikap Yang Maha Kuasa mengenai peredaran kuasa di mayapada tersebut? Ternyata itu memang Kehendak-Nya. Dia membiarkannya, tapi bagi yang sedang dapat giliran jangan gedhe rumangsa dan rumangsa gedhe, karena sejatinya ia bukan kemuliaan, bahkan, Dia menjadikannya sebagai ujian demi ujian.

Mari kita lihat Surah Ali Imran (Keluarga Imran), ayat ke 140, ketika Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

اِنْ يَّمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِّثْلُهٗ ۗ وَتِلْكَ الْاَ يَّا مُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّا سِ ۚ وَلِيَـعْلَمَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَآءَ ۗ وَا للّٰهُ لَا يُحِبُّ الظّٰلِمِيْنَ

“Jika kamu mendapat luka, maka mereka pun mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran), dan agar Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan agar sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang zalim.”

Perhatikan kriteria yang digunakan-Nya dalam menilai Kuasa yang dipinjamkan-Nya pada hamba-hamba-Nya: cahaya. Tentu timbul tanya, “Lho*,* kok cahaya?”

Tentu. Dengan tafhim mafhum mukholafah , Dia menyembunyikan cahaya tadi di balik kegelapan, khususnya pada kata “zhulumat”, yang artinya adalah gelap, alias nir-cahaya. Ahlinya disebut zalim.

Sangat fatal sekali hukuman-Nya. Dia TIDAK MENCINTAI kaum yang TIDAK BERCAHAYA.

Tentu timbul tanya lagi, “Bukannya zalim itu artinya kejam alias aniaya?”

Iya. Sifat aniaya itulah yang membuat sesuatu padam cahaya-Nya (karena Dia tidak aniaya terhadap hamba-hamba-Nya). Sebaliknya, segala sesuatu yang terputus dari cahaya-Nya, niscaya akan padam, gelap, dan akhirnya aniaya karena hanya bertuntun hawa nafsu.

Bayangkan kalau ada grup pengajian Padam Bulan, pasti beda dengan PadangmBulan*,* bukan? Itu baru maqam sederhananya. Apalagi jika dikaitkan dengan wavelength spectrum di vibrasi frekuensi alpha, beta, gamma, dan seterusnya, tentu lebih ngedab-ngedabhi lagi, karena sudah masuk frekuensi hinggil yang menuju ke Jibriliyah, Mikailiyah, Israfiliyah, dan tentu Izrailiyah.

Tunggu. Di mana menakutkannya? Ya si zalim serta-merta menjadi musuh Kanjeng Jibril, Kanjeng Mikail, Kanjeng Isrofil, dan Kanjeng Izrail. Karena pada haqiqahnya, Dia-lah pemilik cahaya bagi semua dimensi dalam semesta raya ini. Mulai dari dimensi sub-atomik hingga kosmik.

Hendaknya kita berhati-hati. Realita di level atomik (setidaknya di sisi materi alias matter) menunjukkan bahwa setiap eksitasi elektron pada level kritikal tertentu akan melahirkan 2 hal: foton (cahaya) dan kalor (panas api). Yang pertama adalah bahan penciptaan Malaikat, dan yang kedua adalah bahan penciptaan Jin.

Salah-satu dari Jin itu bernama “Tumenggung” Al-Khannas (yang namanya infamous dalam Surah An-Nas sebagai biang keladi bisikan was-was kejahatan). Dia anggota kabinet Azazil, berarti dari api.

Api dan Cahaya adalah dua maqam yang jauh berbeda. Saking berbedanya, Gusti Allah Sang Cahaya menekankan dalam Surah An-Nur (cahaya), bahwa hamba-hamba-Nya yang ahli cahaya, dalam rongga dadanya (misykat) terdapat sebuah lentera dari substansi murni yang cahayanya berpendar (Yudhii’u; Munawwar) nyaris tanpa pernah tersentuh api.

Api? Ya. Artinya, kedap dari sentuhan bisikan kejahatan Al-Khannas, Sang Pembisik dari Bani Jin yang penciptaannya dari api, bukan? Ibarat lampu badai, lentera ini dilindungi tabung kaca (zujajah) yang jernih, shafi , dan terus-menerus dijernihkan (tashawwafa) dengan air mata kerinduan kepada-Nya.

Maka, hati mereka berpendar, oleh karena itu lah ia disebut hati nurani. Dengan demikian, dada yang di dalamnya ada hati yang berpendar dengan nur-Nya pun disebut “rongga cahaya” atau Misykatil Anwar . Merekalah, para pemegang “paspor” warga peradaban cahaya. Paspor mereka bukan kertas, tapi cahaya-Nya.

Karena itulah, mereka tidak membangun arca, tidak membangun piramida, tidak membangun menara tinjau ala Babilonia, karena mereka paham bahwa cahaya tidak pernah bisa ditangkap dan dikerangkeng dalam suspensi temporal maupun spasial dalam bentuk apapun.

Upaya apapun untuk mengabadikannya, hanya akan menjadi totem dan arca yang archaic (usang). Objek-objek itu hanya menjadi imaji beku dua atau tiga dimensi yang mati dan bisu. Bahkan, seringkali yang diabadikan justru makhluk-makhluk kegelapan yang sesekali wajah merongos mereka baru nampak saat kilatan cahaya-Nya menyambar, saat di mana Dia menampakkan kuasa-Nya yang tak tertandingi.

Imaji makhluk-makhluk seperti merekalah yang dihantam dengan palu godam Ibrahim, yang mengawali repertoire tersohor *magnum-opus-*nya, kerinduan iftitah, yang di dalamnya terkandung fundamen dari dialektika historis nan hakiki, bukan berbasis material, genital, genderial, namun ultimum criterium, yakni dialektika historis yang perenial dan perpetual antara yang sejati (haq) dan palsu (bathil).

Uniknya, Ibrahim Sang Brahma justru mendasari persaksiannya tentang Tuhan yang sangat gaib dengan semesta ciptaan-Nya yang sangat material: langit dan bumi (saamaawat wal ardh). Kurang material dan empiris apa tradisi spiritual ini?

Tentu ini perkara haq. Karena di antara realita ruang dan waktu, cahaya menjadi satu-satunya currency yang valid. The foundation of a material argument within the Abrahamic litany of longing. Longing about, and to, The Almighty the Creator.

Inilah sebab mengapa ketika Ibrahim memohon keutamaan kedudukannya kepada Sang Maha Cahaya, maka Sang Dia menjawab dengan pengkabulan yang bersyarat:

“Perjanjianku tidak mencakup keturunanmu yang Gelap (Zhalim)”. (Al Baqarah, ayat 124)

Kaweruhan dalam Peradaban Cahaya

Dari wahyu-Nya di atas, pahamlah kita bahwa peradaban cahaya inilah yang perawatan dan peruwatannya diberikan kepada peradaban Ibrahim dan keturunan beliau dari empat maqamat dalam Surah An-Nisaa’ ayat 69.

Itulah alasan mengapa Ibrahim diperebutkan oleh semua peradaban dunia. Karena kehadirannya menyiratkan otentisitas cahaya. Namun, klaim merupakan sesuatu yang subjektif, dan oleh karenanya Kekasih Sang Ibrahim perlu menegaskan hakikat ia (Ibrahim) yakni bukanlah ia dari golongan maghdhub, bukan pula dhallin, dalam penutup pamungkas Surah Al-Fatihah ayat ke-7.

Ini juga sekaligus menjadi sebab mengapa bagi peradaban cahaya ini, urusan pengetahuan atau kaweruhan, bukanlah semata masalah informasi. Mengapa? Karena keterangan harus terkait terang dan terang selalu terkait cahaya, bukan sekedar informasi.

Apa bedanya? Pertama, karena keterangan pasti informatif, sedangkan informasi belum tentu menerangkan dan menerangi

Makanya, peradaban cahaya menekankan pengujian kebenaran bukan hanya berbasis sekedar cross check melalui triangulasi berita dan kredibilitas sumbernya. Namun memverifikasi apakah berita ini berasal dari frekuensi cahaya-Nya, atau hanya desas-desus (yuwaswisu) yang dihembuskan sebagai was-was (psychological operations alias psyop) dari Al Khannas, kepada rongga-rongga dada manusia (fii shuduurinnas), yang operator psyop itu adalah dari kalangan jin dan manusia (Azazili).

Berita seperti inilah yang oleh Sang Maha Cahaya, Sang Pemilik Bayan, diperintahkan untuk disaring dengan kontra-psyop berbasis cahaya Bayani, agar tidak jatuh korban dari kalangan kebenaran alias veritricide (saling bunuh sesama ahli kebenaran) sebagaimana disiratkan dalam Surah Al-Hujurat Ayat 6:

يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِنْ جَآءَكُمْ فَا سِقٌ بِۢنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْۤا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًا بِۢجَهَا لَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya (dengan menggunakan Bayan ), agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.”

Apa itu Bayan? Cahaya-Nya. Untuk jelasnya, lihatlah Surah Al-Bayyinah pada keseluruhannya.

Ilmu ini sekaligus menegaskan bahwa keterangan berbasis cahaya-Nya otomatis menghilangkan kegelapan, sementara informasi hanya menyuruh orang masuk dalam formasi, meskipun tetap dalam kebingungan.

Ibarat seorang bintara drill sergeant melantangkan suara menggeledek, “Fall, in!”

“Where to, Sarge?” Tanya siswa culun yang naif.

“Into the formation, you maggot!”

In(to) the Formation.

Information.

Tentu timbul tanya, “Apa salahnya informasi? Mengapa ia harus dipandang inferior daripada keterangan?”

Well, informasi terdiri dari datum yang finite. Sedangkan cahaya-Nya terdiri dari kuanta yang infinite, yang kalau terpaksa harus dituangkan menjadi literasi pun, maka volume Samudera pada saat Noahide Deluvial pun takkan cukup untuk menjadi tinta guna menuliskan keseluruhan syarah, iqrar, dan hasyihah dari kandungan (hikam) yang terkandung dalam encoding harfiah-Nya.

Berlayar dari atsar, bukan berhenti pada atsar, karena harf selain bermakna huruf (harfiyah), juga berarti tepi. Tepian dari apa? Dari samudera amtsal ilahi tadi. Apa lagi?

Oleh karena itu, makanya Sang Reflektor Utama dalam Peradaban Cahaya ini, yakni Gusti Prabu Senapati ing Alaga, Ngabdurrahman Sayyidil Wujud lan Panatagama, Sulthanil Anbiyaa’, Shiddiqiin, Syuhadaa’ was Sholihin, Sayyidinaa wa Maulaanaa Rasuulillah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Aalihi wa Sallam bersabda, “Kalian adalah cermin bagi satu sama lain.”

Untuk saling berkaca? Saling nasihat-menasihati Dalam kebenaran dan kesabaran? Tentu saja.

Tapi mari kita sebagai prajurit beliau analisa perintah tugas ini dengan parafrase: kalian adalah reflektor cahaya bagi satu sama lain. Cahaya-Nya membuat umat berpendar padhang, sementara (dis)informasi dari musuh-musuh-Nya justru membuat umat berpencar dalam padam. Gelap.

Ke depan, apapun yang akan kita laksanakan, tapi jika tak kunjung juga dimulai dari pengembalian dimensi nur dari nurani ini, maka sama halnya dengan silau pada kegelapan. Suatu hal yang mustahil dan nihil adanya.

Atas dasar inilah Ma’iyah bersuluk. Alhamdulillahi Rabbil ‘Aalamiin.

SendTweetShare
Previous Post

Dari Jazz ke Gamelan

Next Post

REPORTASE: WARTHASASTRA

Nanda Avalist

Nanda Avalist

Related Posts

Dari Jazz ke Gamelan
Esensia

Dari Jazz ke Gamelan

December 16, 2025
Perbankan sebagai Takdir Pendidikan: Dari Kampus hingga Kebudayaan Nasional
Esensia

Perbankan sebagai Takdir Pendidikan: Dari Kampus hingga Kebudayaan Nasional

December 15, 2025
Hobi Proyeksi dan Keberhalaan Modern
Esensia

Hobi Proyeksi dan Keberhalaan Modern

December 4, 2025
Kepalsuan di Balik Jendela Kelas
Esensia

Kepalsuan di Balik Jendela Kelas

December 3, 2025
Kebebasan Tanpa Batas Menghancurkan Sumber Daya Bersama
Esensia

Kebebasan Tanpa Batas Menghancurkan Sumber Daya Bersama

December 2, 2025
Kultus Visibility
Esensia

Kultus Visibility

December 1, 2025

Copyright © 2025 Kenduri Cinta

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Mukadimah
  • Reportase
  • Esensia
  • Sumur
  • Video
  • Karya
  • Kontak

Copyright © 2025 Kenduri Cinta