Kenduri Cinta
  • Beranda
  • Mukadimah
  • Reportase
  • Esensia
  • Sumur
  • Video
  • Karya
  • Kontak
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Mukadimah
  • Reportase
  • Esensia
  • Sumur
  • Video
  • Karya
  • Kontak
No Result
View All Result
Home Esensia

Partai Politik Semakin Lemah

Riky Eka Saputra by Riky Eka Saputra
October 3, 2025
in Esensia
Reading Time: 6 mins read
Partai Politik Semakin Lemah

PARTAI POLITIK merupakan lembaga atau suatu kelompok yang mengorganisasikan anggotanya dengan kepentingan maupun tujuan yang sama (Budiardjo, 2008). Kepentingan yang sama ini erat kaitannya dengan kekuasaan. Kekuasaan, di sisi lain, dapat dimaknai sebagai usaha untuk memengaruhi pihak lain agar sesuai dengan apa yang telah ditentukan atau diharapkan.

Cara untuk memperoleh atau mempertahankan kekuasaan tersebut cenderung dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan menggunakan lembaga partai politik. Partai politik mempunyai pandangan yang sama dalam memperjuangkan kepentingan ideologi partai, terutama dalam mencetak pemimpin melalui kaderisasi internal yang memungkinkan adanya kesatuan paham atau tujuan dalam menjalankan pemerintahan nantinya.

Dalam memahami jalannya partai politik, kita dapat menggunakan pendekatan kelembagaan atau institusionalisme yang menitikberatkan pada bagaimana partai politik menyelenggarakan organisasinya. Menurut Surbakti (1992), pendekatan kelembagaan ini melihat suatu lembaga dari sisi pembagian struktur dan peran yang berbeda dalam menjalankan roda kekuasaan dengan beberapa hak maupun kewenangan yang dimiliki.

Berdasarkan hal tersebut, partai politik tentunya memiliki struktur yang kompleks dan formal, misalnya terdapat ketua, sekretaris jenderal, bendahara, hingga kepala bidang-bidang yang sesuai dengan kebutuhan rakyat. Adanya struktur yang jelas tersebut diikuti dengan pembagian peran. Distribusi kekuasaan di dalamnya memungkinkan setiap anggota atau kader partai memiliki hak yang sama untuk menghidupkan organisasi sesuai peran dan fungsi yang telah ditentukan. Aspek-aspek tersebut merupakan bagian dari internal organisasi yang perlu diperhatikan.

Pada sisi lain, kebutuhan atau keadaan eksternal partai politik mempunyai pengaruh yang besar dalam menentukan stabilitas maupun arah gerak dari organisasi, terutama pengaruhnya pada pola kompetisi antarpartai. Salah satunya berkaitan dengan rezim pemerintahan yang berkuasa. Rezim yang cenderung demokratis atau minim akan intervensi terhadap partai politik akan menciptakan persaingan yang sehat. Persaingan yang sehat ini dapat dilihat pada konteks kompetisi saat pemilihan umum. Antarpartai memiliki sikap saling menghormati terhadap internal partai politik masing-masing.

Begitu pun sebaliknya, rezim yang cenderung otoriter akan lebih leluasa memasuki internal partai dengan kepentingan yang ada. Hal tersebut membuat partai politik tidak dapat bergerak sesuai arah geraknya atau tersandera oleh dominasi yang kuat dari rezim.

Selain aspek tersebut, proses demokratisasi yang terjadi di internal partai politik perlu berjalan sesuai dengan koridornya. Minimnya intervensi dari pihak eksternal, baik itu dari pemerintah maupun dari partai politik lain, perlu diperhatikan. Partai politik harus memiliki kedaulatan yang tinggi untuk mengurusi arah geraknya.

Pada era reformasi ini, telah terjadi beberapa peristiwa terguncangnya internal partai politik yang disebabkan oleh dugaan adanya intervensi dari pemerintah maupun pihak lain. Misalnya, percobaan pembegalan Partai Demokrat yang dilakukan oleh Moeldoko. Partai Demokrat yang saat itu dipimpin oleh Agus Harimurti Yudhoyono mendapatkan percobaan perebutan kekuasaan dari Moeldoko yang saat itu menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan, tetapi akhirnya upaya tersebut gagal.

Apa yang terjadi di tubuh Partai Demokrat tersebut menandakan adanya kesadaran yang tinggi dari internal kader partai untuk menyelamatkan organisasi. Dengan melakukan cara menguatkan konsolidasi antara elite partai hingga barisan akar rumput. Melalui pendekatan kelembagaan, hal ini dapat ditelusuri dengan melihat adanya penanaman nilai ideologi di setiap unsur atau elemen organisasi. Basis ideologi yang kuat merupakan roh atau marwah dari sebuah partai politik.

Menurut Hamdi (2024), sebuah partai politik harus berusaha menerapkan demokratisasinya di internal mereka dahulu, sebelum mulai mencoba menerapkannya ke tatanan negara. Hal ini mengisyaratkan telah terjadi sebuah eksperimen yang nyata bagi partai politik bahwa mereka mampu memimpin atau memiliki kekuasaan di pemerintahan.

Penuh akan Kepentingan

Politik itu dinamis, politik seperti makhluk sosial yang senantiasa berkembang menyesuaikan dengan kehidupan yang ada (Nambo dan Paluhuluwa, 2005). Fenomena yang terjadi berkaitan dengan politik ini seringkali tidak memiliki ketahanan yang kuat dalam waktu yang lama.

Meskipun di lain sisi, kejadian politik mempunyai pola yang dapat dipahami dan dapat diprediksi. Perilaku yang cenderung mudah berubah tersebut mengindikasikan adanya kepentingan yang menjadi objek utama perubahan kebijakan. Dalam hal ini, partai politik akan memperjuangkan kepentingan bersama organisasinya ke konstelasi antarpartai.

“Tidak ada sesuatu yang abadi, tetapi yang abadi hanyalah kepentingan.” Kalimat tersebut sangat menggambarkan bagaimana sebuah kepentingan ini dominan mengubah perilaku dari partai politik maupun aktor-aktor politik lain. Kondisi tersebut bukan menjadi sesuatu yang haram dilakukan, tetapi sesuatu yang lazim dilakukan oleh aktor politik di sistem politik Indonesia ini (Handoko, 2024).

Partai politik cenderung dinamis dan berganti-ganti koalisi hanya untuk menyesuaikan kepentingannya. Ungkapan “tidak ada musuh abadi” juga relevan menggambarkan kondisi tersebut. Sering kali partai politik bermusuhan saat kontestasi pemilihan presiden, tetapi berkoalisi di tingkat daerah pada musim Pilkada.

Sejak awal Pasca-Reformasi sampai menjelang Pilkada tahun 2024 ini, perilaku partai politik lebih mengarah ke membentuk koalisi besar. Koalisi besar ini diartikan sebagai banyaknya jumlah partai politik yang tergabung ke dalam satu koalisi. Hal ini beralasan untuk saling memperkuat konsolidasi dan kerja sama antar partai demi kebaikan negara. Meskipun alasan tersebut cenderung klasik, tetapi dengan menghadapi permasalahan yang semakin kompleks ini, perlunya sinergitas menjadi hal utama yang perlu diperhatikan.

Pelemahan Partai Politik

Fenomena pembegalan partai politik oleh beberapa kelompok maupun individu merupakan salah satu contoh kasus pelemahan partai politik. Secara kelembagaan, hal itu mencerminkan indikasi ada yang salah dengan internal partai tersebut, di luar adanya intervensi dari rezim. Menurut Randall dan Svasand (2002) pada Hamdi (2024), terdapat empat aspek yang dapat dilihat untuk mengetahui penyebab pelemahan partai politik. Pendekatan yang dilakukan lebih ke secara kelembagaan.

Aspek pertama, kurang terorganisirnya sistem di dalam tubuh partai politik. Sebuah partai sudah pasti memiliki pembagian struktur dan peran antar anggotanya, tetapi apakah itu sudah berjalan sesuai yang diharapkan? Kondisi terhambatnya proses tersebut membuat proses pengambilan keputusan nantinya juga terganggu. Partai politik akan cenderung menggunakan kekuasaan elite politiknya saja.

Dalam beberapa kasus, terdapat partai yang sangat tergantung kepada elitenya. Sehingga, segala keputusan diambil secara tidak efektif. Ketidakefektifan ini dianalisis dari proses pengambilan keputusan yang mengesampingkan keputusan bersama atau organisasi, beralih ke keputusan segelintir elitenya saja. Kondisi ini juga berdampak ke proses kaderisasi internal partai yang tidak diperhatikan, karena arah gerak partai cenderung ke pragmatis atau serba cepat dan sesuai dengan kepentingan.

Kedua, internalisasi ideologi partai yang luntur. Ideologi partai merupakan salah satu aspek penting dalam proses membuat arah gerak partai politik. Ideologi juga menjadi faktor utama basis pendukung itu ada. Terdapat segmen masyarakat yang memiliki pertimbangan ideologi untuk memilih partai, khususnya pada konteks elektoral. Ketika nilai-nilai ideologi ini sudah mulai memudar, maka akan menjadi boomerang tersendiri bagi partai. Konsekuensi untuk dilemahkan oleh pihak penguasa atau kelompok lain juga menyasar.

Unsur ketiga, dimensi reifikasi publik ke partai. Reifikasi dimaknai sebagai proses di mana publik memiliki imajinasi politik terhadap partai. Ketika imajinasi ini sudah terbentuk, kepercayaan masyarakat akan meningkat dan masyarakat akan tergerak untuk menyampaikan aspirasinya kepada partai (Khikmawanto, 2021).

Tetapi, aspek ini menjadi hal yang seringkali bermasalah. Partai politik dinilai gagal mengakomodasi dan menyalurkan aspirasi dari masyarakat untuk menjadi sebuah kebijakan yang menyeluruh. Produk hukum maupun politik yang dihasilkan cenderung tidak merepresentasikan kepentingan rakyat, tetapi hanya kepentingan elite politik semata.

Terakhir, unsur independensi partai yang minim. Menurut Randall dan Svasand (2002) pada Hamdi (2024), unsur independensi ini dapat diukur dari pemimpin yang kuat atau otoriter dan independensi dari pemilik modal atau oligarki. Dua unsur tersebut membuat partai menghadapi tantangan yang besar. Apakah akan mengikuti arahannya atau justru tetap memegang teguh pada ideologi atau kepentingan partai.

Keempat unsur yang memengaruhi pelemahan partai politik itu secara lembaga memang erat kaitannya dengan internal partai. Internal partai perlu diperhatikan dengan konsisten dan dominan. Elite-elite partai yang memegang jabatan roda jalannya partai harus menaruh perhatian yang tinggi atau prioritas terhadap internal partai. Basis akar rumput perlu dikuatkan juga untuk menjaga marwah dari partai politik.

Daftar Pustaka

Budiarjo, M. (2008). Dasar – Dasar Ilmu Politik. Gramedia Pustaka Utama.

Hamdi, R. A. (2024, Agustus 26). Pembegalan Partai Politik. Harian Kompas. https://www.kompas.id/baca/opini/2024/08/25/pembegalan-partai-politik

Handoko, S. (2024, April 26). Politik Bunglon, Tidak Ada Musuh Abadi. Harian Kompas. https://www.kompas.id/baca/opini/2024/04/26/politik-bunglon-tidak-ada-musuh-abadi

Khikmawanto. (2021, Juli). Pelembagaan Partai Politik (Assessment derajat kesisteman Vicky Randall dan Lars Svasan pada partai Gerindra kota Tangerang). Jurnal Mozaik, 13(1), 33-46.

Nambo, A. B., & Puluhuluwa, M. R. (2005, Juni). Memahami Tentang Beberapa Konsep Politik (Suatu Telaah dari Sistem Politik). Mimbar, 21(2), 262-285.

Surbakti, R. A. (1992). Memahami Ilmu Politik. Gramedia Widiasarana Indonesia.

SendTweetShare
Previous Post

Gelap Terang Topeng Digital

Next Post

Mukadimah:Menghadirkan Cahaya

Riky Eka Saputra

Riky Eka Saputra

Mahasiswa S-1 Ilmu Politik Universitas Airlangga

Related Posts

Air Gratis dan Bayangan Kekuasaan
Esensia

Air Gratis dan Bayangan Kekuasaan

October 27, 2025
Jangan Salahkan Tuhan Kalau Itu Kesalahanmu
Esensia

Jangan Salahkan Tuhan Kalau Itu Kesalahanmu

October 23, 2025
Bekerja untuk Tuhan Wajib Arif Profesional
Esensia

Bekerja untuk Tuhan Wajib Arif Profesional

October 22, 2025
Residu-Residu Kebenaran
Esensia

Residu-Residu Kebenaran

October 20, 2025
Dekadensi Epistemik dan Krisis Nalar
Esensia

Dekadensi Epistemik dan Krisis Nalar

October 18, 2025
Kereta yang Tak Pernah Pulang
Esensia

Kereta yang Tak Pernah Pulang

October 17, 2025

Copyright © 2025 Kenduri Cinta

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Mukadimah
  • Reportase
  • Esensia
  • Sumur
  • Video
  • Karya
  • Kontak

Copyright © 2025 Kenduri Cinta