Berawal dari bibit kecil yang ditanam oleh Muhammad Ainun Nadjib (Mbah Nun), kini menjelma menjadi pohon rindang yang berbuah cinta. Pohon rindang yang memberikan naungan bagi siapa saja yang mau mencari jalan hidup yang benar dan penuh makna. Pohon ini tumbuh di atas tanah kesadaran spiritual, disiram oleh kasih sayang, dan dipelihara oleh kebersamaan yang melampaui batas-batas sekat sosial.
Pohon rindang ini bukan hanya menjadi tempat berteduh, tetapi juga menjadi simbol harapan dan kebersamaan bagi banyak orang. Melalui Kenduri Cinta, Mbah Nun telah menanamkan nilai-nilai kasih sayang, toleransi, dan kesadaran spiritual yang terus berkembang — nilai-nilai yang merambat naik, seperti dahan-dahan yang meneduhkan jiwa-jiwa yang gelisah.
Tak terasa, usia Kenduri Cinta telah mencapai 25 tahun, dan usia Mbah Nun sendiri telah menyentuh 72 tahun. Ini bukan sekadar angka, melainkan bukti bahwa benih kebaikan yang ditanam dengan tulus akan tumbuh menjadi pohon yang rindang dan bermanfaat bagi banyak orang. Mari kita terus merawat dan menyirami pohon ini dengan cinta, kasih sayang, dan kesadaran yang mendalam.
Aku masih ingat saat pertama kali melingkar di forum Kenduri Cinta. Mbah Nun berbicara tentang cinta dan kasih sayang dengan cara yang begitu sederhana, tetapi menyentuh sampai ke sumsum kesadaran. Namun, sebelum itu, aku pertama kali mengenal Kenduri Cinta pada bulan Desember 2017. Saat itu, aku hanya berniat bertemu teman satu kampung di Taman Ismail Marzuki, tetapi apa yang kutemukan di sana benar-benar membuka pikiranku— sebuah forum yang penuh kasih dan kehangatan, yang membuatku tertegun dan terpikat.
Sejak itu, aku mulai mengulik Kenduri Cinta lewat media sosial dan mengikuti setiap narasi yang dibagikan. Selama lima tahun aku duduk sebagai jama’ah, aku merasakan perubahan besar dalam diriku, terutama dalam kesadaran akan pentingnya cinta dan kasih sayang sebagai dasar kehidupan. Hingga akhirnya, pada Januari 2023, aku memutuskan untuk bergabung sebagai penggiat dan menjadi bagian dari komunitas ini hingga sekarang.
Dalam perjalanan ini, aku semakin sadar bahwa cinta bukan hanya tentang perasaan, melainkan tentang tindakan nyata yang menghadirkan perubahan positif— menjadi cahaya yang menerangi jalan kita dan orang lain. Semoga jejak langkah Mbah Nun dan Kenduri Cinta terus menjadi suluh yang membawa kita pada cinta sejati dan kebijaksanaan yang meneduhkan.
Tak hanya di Jakarta, jejak Mbah Nun dan pohon rindang cinta ini juga bersemi di tanah yang jauh di timur— di Ternate, Maluku Utara. Pada Oktober 2011, di Kesultanan Ternate yang sarat sejarah, Sultan Mudaffar Sjah menganugerahkan gelar kehormatan kepada Mbah Nun: Ngai Ma Dodera, yang berarti “pohon rindang tempat burung-burung.” Sebuah gelar yang bukan sekadar penghargaan, tetapi pengakuan bahwa Mbah Nun adalah tempat berteduh, tempat persinggahan, tempat orang menemukan kedamaian.
Dalam setiap hembusan napas, semoga cinta dan kasih sayang terus mengalir, menyatukan kita semua dalam harmoni dan kedamaian. Mari kita rawat benih-benih cinta yang telah ditanam oleh Mbah Nun agar terus tumbuh dan berkembang menjadi pohon rindang yang memberi naungan bagi siapa saja yang haus akan kehangatan kasih. Selamat ulang tahun ke-25 Kenduri Cinta dan ke-72 Mbah Nun. Semoga selalu menjadi pohon rindang tempat burung-burung, tempat kita semua menemukan cinta sejati.