Kenduri Cinta
  • Beranda
  • Mukadimah
  • Reportase
  • Esensia
  • Sumur
  • Video
  • Karya
  • Kontak
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Mukadimah
  • Reportase
  • Esensia
  • Sumur
  • Video
  • Karya
  • Kontak
No Result
View All Result
Home Esensia

Ucapan Ulang Tahun yang Terlambat, tapi Cinta Tak Pernah Terlambat

Toto Rahardjo by Toto Rahardjo
August 1, 2025
in Esensia
Reading Time: 4 mins read
Ucapan Ulang Tahun yang Terlambat, tapi Cinta Tak Pernah Terlambat

KALAU HANYA soal terlambat mengucapkan ulang tahun, saya sudah khatam. Ulang tahun istri, ulang tahun anak, ulang tahun negara, bahkan ulang tahun sendiri pun saya selalu lupa. Tapi kalau ulang tahun Kenduri Cinta? Waduh, ini keterlambatan yang tidak bisa dimaklumi begitu saja. Saya merasa seperti datang ke hajatan waktu tamu-tamu sudah pulang, tenda sudah dibongkar, dan sisa nasi kuning sudah dibungkusin buat tetangga.

Tapi begini, saya punya pembelaan. Saya memang terlambat mengucapkan “selamat ulang tahun” kepada Kenduri Cinta. Tapi saya tidak pernah terlambat mencintainya. Karena Kenduri Cinta itu bukan sekadar acara bulanan yang dipenuhi manusia, dan diskusi ala warung kopi. Kenduri Cinta itu semacam tempat ziarah rohani buat orang-orang yang merasa dunia ini terlalu gila kalau dihadapi sendirian.

Saya jadi teringat, di Kenduri Cinta, orang-orang datang bukan untuk mencari solusi, tapi mencari sesama orang yang juga tidak punya solusi, tapi tetap tersenyum dan saling memeluk dengan kata-kata. Di sana, kritik sosial dilontarkan dengan jenaka, puisi dibacakan dengan getir, dan orang-orang yang sehari-hari dianggap “tak penting” mendadak jadi juru bicara kemanusiaan.

Jadi kalau saya terlambat mengucapkan selamat ulang tahun untuk Kenduri Cinta, itu bukan karena lupa. Tapi karena saya sedang menunggu waktu yang paling tepat untuk menyampaikan ucapan yang paling tidak tepat waktu. Karena saya percaya: lebih baik terlambat dalam cinta, daripada datang tepat waktu tanpa cinta sama sekali.

Lagi pula, siapa sih yang bisa mematok waktu untuk cinta? Cinta itu tidak pakai kalender. Tidak pakai reminder Google. Tidak ada countdown dan timer seperti konser K-Pop. Cinta itu seperti puisi Emha Ainun Nadjib—kadang datang tanpa rima, tapi menggetarkan jiwa.

Kenduri Cinta bukan hanya ulang tahun ke sekian, ia adalah perayaan bahwa masih ada yang waras di tengah kegilaan zaman. Bahwa masih ada yang berani mengajukan pertanyaan ketika yang lain sibuk memberi jawaban yang sudah basi. Bahwa masih ada yang memilih berdiri di persimpangan, mengamati lalu lintas ide dan nilai, ketika yang lain sudah keburu masuk tol pikiran satu arah.

Jadi, selamat ulang tahun, Kenduri Cinta. Maaf saya terlambat. Tapi saya datang membawa hadiah: bukan kue, bukan bunga, bukan puisi. Tapi keyakinan, bahwa di tengah negeri yang penuh konser politik dan pesta demokrasi yang makin mahal, Kenduri Cinta tetap menjadi tempat di mana yang mahal justru adalah kesederhanaan berpikir dan keberanian mencintai sesama manusia.

Semoga tetap terlambat tapi tetap cinta. Tetap kecil tapi besar hati. Tetap tidak viral tapi mengakar. Tetap dianggap remeh oleh penguasa tapi diam-diam jadi pengingat bagi nurani bangsa.

Karena seperti kata guru saya dulu: “Kadang cinta yang datang terlambat, justru cinta yang tidak akan pernah pergi.” Saya tahu saya terlambat. Ini semacam datang ke acara lamaran ketika calon pengantinnya sudah akad nikah, bahkan sudah upload foto prewed jilid dua. Tapi biarlah saya tetap mengetuk pintu, walau pagar sudah digembok dan kursi plastik sudah dilipat. Karena saya percaya, Kenduri Cinta tidak pernah benar-benar selesai. Ia seperti sungai yang tidak pernah berhenti mengalir, meski banyak orang tak sadar bahwa mereka haus.

Tulisan ini adalah ucapan selamat ulang tahun yang telat—tapi insyaAllah tidak salah alamat. Kepada Kenduri Cinta, yang oleh Mbah Nun disematkan sebagai bagian dari simpul-simpul kesadaran umat dan bangsa. Sebuah tempat di mana kata-kata dibersihkan dari kepentingan, doa dirapalkan dalam bentuk pertanyaan, dan cinta dibagikan tanpa invoice.

Kenduri Cinta itu bukan event. Bukan panggung. Bukan juga sekadar ruang untuk menyimak “ceramah progresif”. Ia lebih dari itu: Kenduri Cinta adalah madrasah kebudayaan, pesantren pemikiran, dan kadang-kadang juga rumah sakit spiritual untuk yang hampir gila melihat kehidupan politik negeri ini.

Lalu kenapa saya terlambat? Ya, karena kadang kita ini memang suka menunda-nunda yang penting dan tergesa-gesa dalam yang receh. Notifikasi TikTok dibuka cepat-cepat, tapi Kenduri Cinta disimak setengah telinga sambil rebahan. Kita lebih update soal trending topik, tapi lupa bahwa yang sungguh penting adalah obrolan-obrolan malam itu di Taman Ismail Marzuki—tentang Tuhan, rakyat, negara, dan bagaimana cara mencintai semuanya tanpa kehilangan akal.

Saya terlambat, tapi cinta saya tidak. Karena Kenduri Cinta adalah ruang yang diikat oleh cinta, bukan undangan cetak. Ia tak pernah meminta kartu anggota, tak pernah mengecek absen. Bahkan yang datang hanya sekali pun tetap dikenang. Karena bukan jumlah yang dicatat Kenduri Cinta, tapi getarannya.

Di bawah langit yang makin sesak oleh kebisingan digital dan debat kusir penuh buzzer, Kenduri Cinta masih memilih duduk tenang di tikar, menyeduh pikiran dan menghidangkan empati. Ia adalah mujahadah kebudayaan—yang tidak digaji, tidak dipuji, tapi terus hadir.

Maka, izinkan saya mewakili keterlambatan saya dengan kalimat ini:

Selamat ulang tahun, Kenduri Cinta. Kau bukan hanya peristiwa, tapi peristiwa yang membuat hidup ini lebih layak dijalani.

Dan seperti yang selalu Cak Nun ajarkan, cinta yang sejati tidak pernah menuntut untuk diucapkan tepat waktu. Yang penting: ia hadir dan tidak pergi.

Walau saya datang terakhir, saya tahu saya tidak diusir. Karena Kenduri Cinta bukan hanya kenduri, ia adalah cinta. Cinta, seperti Tuhan, tidak mengenal kata terlambat.

Sebagai penutup, izinkan saya mengutip diam-diam dari hati Cak Nun yang tak pernah lelah menanam benih-benih kesadaran di tanah yang makin keras ini: bahwa Kenduri Cinta bukanlah acara bulanan, melainkan cara bulanan kita mengingat siapa diri kita sebenarnya.

Jadi kalau saya terlambat mengucapkan selamat ulang tahun, itu bukan sekadar soal waktu, tapi pengakuan bahwa saya masih belajar mencintai dengan benar. Karena di Kenduri Cinta, waktu bukan penentu nilai. Yang dinilai adalah keberanian kita untuk tetap hadir, walau datang belakangan.

Toh, dalam semesta Cak Nun, datang terlambat pun bisa dianggap bagian dari strategi Tuhan. Maka biarlah cinta saya disimpan di pojok tikar paling belakang, asal tetap dekat dengan cahaya. Karena di Kenduri Cinta, bahkan keterlambatan pun bisa menjadi bentuk kerinduan.

Nitiprayan, 01 Agustus 2025

SendTweetShare
Previous Post

Gelas Kosong dan Berdaya Juang

Toto Rahardjo

Toto Rahardjo

Related Posts

Gelas Kosong dan Berdaya Juang
Esensia

Gelas Kosong dan Berdaya Juang

July 31, 2025
Antara Pisyi, Smartphone, dan Akar yang Hilang
Esensia

Antara Pisyi, Smartphone, dan Akar yang Hilang

July 29, 2025
Sore: Bosan, Lelah dan Mati Berkali-kali
Esensia

Sore: Bosan, Lelah dan Mati Berkali-kali

July 28, 2025
Kelas Menengah, Kota, dan Mimpi yang Makin Jauh
Esensia

Kelas Menengah, Kota, dan Mimpi yang Makin Jauh

July 25, 2025
Apa Ada Angin di Jakarta?
Esensia

Apa Ada Angin di Jakarta?

July 24, 2025
Mengembara “Cakrawala Anallah”
Esensia

Mengembara “Cakrawala Anallah”

July 22, 2025

Copyright © 2025 Kenduri Cinta

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Mukadimah
  • Reportase
  • Esensia
  • Sumur
  • Video
  • Karya
  • Kontak

Copyright © 2025 Kenduri Cinta