Dalam perjalanan sebuah hubungan, sering kali pasangan merasa terikat oleh pengorbanan yang telah mereka lakukan. Ini bukan hanya soal materi, namun juga waktu, perasaan, dan energi yang telah diupayakan.
Fenomena ini dalam dunia ekonomi dikenal sebagai sunk cost, sebuah konsep yang menjelaskan mengapa seseorang atau sebuah entitas merasa kesulitan untuk melepaskan atau mengakhiri sesuatu karena telah menginvestasikan banyak hal di dalamnya.
Meskipun para ekonom berfokus pada kekeliruan finansial yang disebabkan oleh sunk cost, bagi saya, contoh yang cukup ilustratif justru ditemukan tidak di dunia usaha, pemerintahan, atau meja-meja kasino. Contoh yang cukup ilustratif justru ditemukan di sekitar kita: di dalam sebuah hubungan.
Dalam konteks hubungan, sunk cost bisa berupa waktu yang dihabiskan bersama, momen-momen berharga yang telah dibagi, atau bahkan pengorbanan yang telah dilakukan demi pasangan. Semakin besar sunk cost yang telah dikeluarkan, semakin besar pula hambatan psikologis seseorang untuk mengakhiri hubungan, meskipun hubungan tersebut mungkin tidak lagi sehat.

Dalam dunia usaha, sunk cost sering menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan karena perusahaan tidak ingin kehilangan investasi yang telah dikeluarkan. Namun, dalam banyak kasus, keputusan untuk terus melanjutkan sesuatu hanya berdasarkan sunk cost sering kali tidak rasional dan bisa berakibat buruk di masa depan. Hal ini karena keputusan tersebut tidak berfokus pada apa yang akan datang, melainkan pada apa yang telah hilang.
Begitu pula dalam hubungan. Seseorang mungkin merasa telah menginvestasikan banyak hal dalam hubungan dan takut bahwa mengakhiri hubungan akan membuat semua pengorbanannya sia-sia. Namun, keputusan untuk tetap bertahan dalam hubungan seharusnya tidak hanya didasarkan pada apa yang telah berlalu atau rasa “terlanjur”. Untuk bertahan dan bertumbuh dalam suatu hubungan, juga harus mempertimbangkan proyeksi di masa kini dan masa yang akan datang.
Jeratan sunk cost dalam hubungan bisa menjadi dua mata pisau. Di satu sisi, kesadaran akan pengorbanan bisa menjadi perekat yang membuat pasangan saling memperbaiki diri dan mempertahankan hubungan. Di sisi lain, hal ini juga bisa menjebak seseorang dalam hubungan tidak sehat yang berkepanjangan.
Penting untuk menyadari bahwa setiap hubungan memang memerlukan effort. Namun, keputusan untuk tetap dalam hubungan seharusnya didasarkan pada kebahagiaan, ketenangan, resolusi konflik, dan proyeksi positif di masa depan, bukan hanya karena takut kehilangan apa yang telah dilakukan di masa lalu.
Dalam konteks hubungan, memahami konsep sunk cost dapat membantu individu untuk membuat keputusan yang lebih sehat dan rasional. Hal ini mencakup kemampuan untuk melepaskan dan bergerak maju ketika hubungan tidak lagi membawa kebahagiaan dan ketenangan, meskipun banyak investasi emosional, waktu, dan lainnya yang telah dikeluarkan.

Dengan demikian, penting bagi setiap individu untuk sesekali melakukan refleksi terhadap hubungan yang dijalani. Apakah hubungan tersebut masih membawa kebahagiaan dan ketenangan bagi kedua belah pihak, atau justru menjadi jeratan yang dipertahankan karena takut kehilangan?
Memahami sunk cost dapat membantu seseorang keluar dari toxic relationship dan menjalani hubungan yang lebih sehat dan bermakna.