Pulang menonton jaranan di Desa Nagasari, Mat Klepon dan Dul Kopling tidak langsung pulang. Mereka menyengajakan untuk mampir ke warung makan Mbak Tina Arab yang paras dan body-nya mirip Aura Kasih. Warung makan ini terkenal dengan masakan buatan Mbak Tina kurang worth it dengan harga yang dibanderol. Sebenarnya Mat Klepon kurang menikmati rasa dari makanan buatan Mbak Tina Arab. Berbeda dengan Dul Kopling yang memang sudah niat ingsun untuk mampir di warung Mbak Tina Arab, bahkan keinginannya sudah diutarakan sebelum berangkat menonton jaranan. Namun apa boleh buat, pemegang kendali Honda Supra-X kepala bergetar adalah Dul Kopling. Mau tidak mau, suka tidak suka Mat klepon harus nurut dengan otoritas kendalinya.
Tiba di warung makan Mbak Tina Arab, Dul Kopling langsung nangkring depan etalase menu makanan. Demi menutupi kebutaannya perihal nama menu makanan, ia gunakan metode touch screen didepan etalase. Sementara Mat Klepon hanya memesan Indomie goreng dengan nasi setengah porsi. Menurutnya, potensi kesalahan memasak Indomie goreng yang akan merusak citarasa sangatlah kecil.
Mat Klepon : “Kenapa sih kamu seneng banget makan disini? Menurutku, makanan disini kurang enak, cuk. Mahal lagi. Tahu sendiri kan, cuk? Kita itu masih dalam golongan yang menentukan menu makan masih harus bernegosiasi alot dengan isi dompet.”
Dul Kopling : “Lha bakul e jossss, mantep tenan!”
Mat Klepon : ”Lha kamu itu mau makan atau mau melihat penjualnya?”
Dul Kopling : ”Yo makan sambil mandangin penjualnya, cuk.”
Mat klepon : ”Jadi ini akar dari lunturnya meritokrasi.”
Dul Kopling : ”Jangan berlebihan, ini cuma penjual nasi pinggir jalan, bukan orang-orang yang punya kuasa lebih.”
Mat Klepon : ”Justru yang kecil-kecil seperti ini yang menyebabkan kelanggengan hal yang tidak meritokratis.”
Dul Kopling : ”Menu makan kan soal selera, cuk. Kamu tidak bisa memaksakan.”
Mat Klepon : ”Selera mata atau selera lidah?”
Dul Kopling : ”Ya keduanya sih, cuk.”
Mat Klepon : ”Wow ngacengan… Hanya karena nafsumu saja, kau tidak berlaku objektif. Hanya demi kepentingan nafsumu, kamu menggeser makanan yang seharusnya bersifat kebutuhan menjadi bersifat keinginan, cuk.”
Dul Kopling : ”Jadi karena ngacengan ya, sehingga Pak Lurah milih panitia pariwisatanya yang masih muda dan cantik tapi gak bisa ngapa-ngapain.”
Mat Klepon :”Kalau itu, aku kurang tau pastinya. Yang mau aku sampaikan bukan ngacengan-nya. Banyak hal yang seharusnya butuh penilaian objektif dilupakan karena ada kepentingan pribadi, sehingga penilaian-penilaian objektif yang dipakai. Orang accounting boleh saja cantik, tapi harus punya keahlian juga di bidang akuntansi jangan dititikberatkan pada cantiknya. Memasukkan saudara sendiri untuk mengisi sebuah jabatan di perusahaan boleh saja, tapi tetap wajib memenuhi kriteria dan sesuai kapasitas. Saat ini, banyak sekali terjadi kasus mengenai profesi dan jabatan yang ditempati bukan sesuai kapasitas. Bukan hanya stuck, bahkan seringnya destruktif. Bahkan Kanjeng Nabi sudah sangat visioner merumuskan masalah tersebut dengan mengeluarkan hipotesis ‘Jika perkara tidak diserahkan kepada ahlinya, maka tunggu kehancurannya’.”
Dul Kopling : “Tapi, kasus yang ini kan cuma sekadar proses memasak makanan, cuk. Mosok yo… Bajingan! Keras sekali dagingnya! Lha ini belum mateng, cuk… Bangsattt…!!!”