Kenduri Cinta
  • Beranda
  • Mukadimah
  • Reportase
  • Esensia
  • Sumur
  • Video
  • Karya
  • Kontak
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Mukadimah
  • Reportase
  • Esensia
  • Sumur
  • Video
  • Karya
  • Kontak
No Result
View All Result
Home Esensia

Kebodohan, Lebih dari Jahat?

Rizal Tri Harjanto by Rizal Tri Harjanto
June 6, 2025
in Esensia
Reading Time: 3 mins read
Kebodohan Lebih dari Jahat

Tinggal di kabupaten kecil memang lebih menjanjikan ketenteraman dibandingkan di kota besar, bahasa kekiniannya slow living. Tapi bukan berarti kita harus menghindari kota besar, adakalanya orang kabupaten perlu pergi ke kota untuk sebuah urusan. Begitu pun dengan Mat Klepon dan Dul Kopling yang harus pergi ke kota demi sebuah misi membeli peralatan tempur untuk bengkel mobilnya. Memasuki kota dengan gedung-gedung angkuh tinggi bikin iri, di tengahnya membentang aliran lalu-lintas kendaraan tanpa hulu tanpa hilir. Mereka mendapati pemuda rambut pirang yang menaiki motor Beat ember dengan knalpot blerrr, lengkap dengan ledakan knalpot yang mengarah ke muka. Padahal Mat Klepon sudah berusaha menghindari agar tidak tepat di belakang pemuda rambut pirang tersebut. Mungkin itulah yang dinamakan pucuk dicinta, ulam pun tiba.

Di lampu merah mereka berhenti tepat sebelum batas garis zebra cross. Seharusnya sudah tidak boleh ada lagi motor di depannya. Namun tidak berlaku di lalu lintas kota ini, ada satu motor tiba-tiba nyelonong di depannya persis. Motor Beat ember knalpot blerrr yang dikemudikan pemuda rambut pirang.

Timer di lampu merah masih menunjukkan detik 93 dengan hitung waktu mundur. Itu bukanlah waktu yang singkat untuk menghadapi serangan suara ke gendang telinga dan tinjuan udara keluaran knalpot yang tepat mengarah ke muka. Emosi Mat Klepon mulai naik, beruntung Dul Kopling bisa meredakan amarahnya.

Lampu hijau telah menyala, pertanda ujian Mat Klepon sudah berakhir. Amarah Mat Klepon memang telah mereda, tapi belum sepenuhnya. Sisanya diberikan kepada Dul Kopling sembari mengendarai Shogun kebo menuju pasar loak.

Mat Klepon        : “Bajingannnnnn, pengen tak tonjok mukanya pemuda kepala emas tadi!”

Dul Kopling         : “Hak dia untuk mengekspresikan diri.”

Mat  Klepon       : “Hak matamu!”

Dul Kopling         : “Lho, kok marahnya ke aku?”

Mat Klepon        : “Kamu tau gak tentang hak resiprokal? Bahwa hakmu berekspresi harus diikuti juga kewajibanmu memberi keamanan dan ketenteraman bagi orang lain.”

Dul Kopling         : “Kok malah aku yang dimarahi?”

Mat Klepon        : “Di dalam sebuah komunal semua punya hak, tapi jangan sampai hakmu bertentangan dengan hak orang lain.”

Dul Kopling         : “Mungkin dia gak paham itu, dia gak bermaksud jahat kok.”

Mat Klepon         : “Justru orang bodoh, tolol, dan tidak kompeten itu lebih berbahaya dibandingkan orang jahat. Ketidaktahuan tentang batas merupakan hal yang bisa membahayakan dirinya sendiri dan orang lain. Ketidakpahaman antara boleh dan tidak boleh dalam berperilaku berpotensi menciptakan kerugian. Kebutaan tentang seberapa besar dampak risiko yang akan terjadi akibat perilakunya. Ketidaksadaran akan benar salah, ketidakpedulian baik buruk, serta keacuhannya terhadap keindahan sangat mengundang kerusakan tatanan.”

Dul Kopling         : ”Tapi…”

Mat Klepon         : “Orang bodoh seringnya dijadikan alat orang-orang jahat. Rezim otoriter dan kekuatan manipulatif sering memanfaatkan orang-orang bodoh.”

Dul Kopling         : “Mat…”

Mat Klepon         : “Cita-cita negara salah satunya mencerdaskan bangsa, tapi agar mudah dikendalikan penguasa ya harus dipelihara kebodohannya.”

Dul Kopling         : “Malah merembet ke politik.”

Mat Klepon         : “Islam juga menolak sifat jahil, ada perintah menuntut ilmu serta memuliakan akal. Bahkan juga ada pandangan bahwa ilmu itu penyelamat. Jadi hindari kebodohan, jangan sampai fakir ilmu seperti orang tadi”

Dul Kopling         : “Mat, tapi ini kok malah ke tempat karaoke? Pasar loaknya sebelah sana, lho.”

SendTweetShare
Previous Post

25 Tahun Kenduri Cinta: Simbol Cinta yang Bertahan, Berakar dan Bertumbuh

Next Post

Mbah Nun dan Pohon Rindang Cinta

Rizal Tri Harjanto

Rizal Tri Harjanto

Related Posts

Antara Pisyi, Smartphone, dan Akar yang Hilang
Esensia

Antara Pisyi, Smartphone, dan Akar yang Hilang

July 29, 2025
Sore: Bosan, Lelah dan Mati Berkali-kali
Esensia

Sore: Bosan, Lelah dan Mati Berkali-kali

July 28, 2025
Kelas Menengah, Kota, dan Mimpi yang Makin Jauh
Esensia

Kelas Menengah, Kota, dan Mimpi yang Makin Jauh

July 25, 2025
Apa Ada Angin di Jakarta?
Esensia

Apa Ada Angin di Jakarta?

July 24, 2025
Mengembara “Cakrawala Anallah”
Esensia

Mengembara “Cakrawala Anallah”

July 22, 2025
Menanam, Bukan Menuntut Buah
Esensia

Menanam, Bukan Menuntut Buah

July 18, 2025

Copyright © 2025 Kenduri Cinta

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Mukadimah
  • Reportase
  • Esensia
  • Sumur
  • Video
  • Karya
  • Kontak

Copyright © 2025 Kenduri Cinta