Tinggal di kabupaten kecil memang lebih menjanjikan ketenteraman dibandingkan di kota besar, bahasa kekiniannya slow living. Tapi bukan berarti kita harus menghindari kota besar, adakalanya orang kabupaten perlu pergi ke kota untuk sebuah urusan. Begitu pun dengan Mat Klepon dan Dul Kopling yang harus pergi ke kota demi sebuah misi membeli peralatan tempur untuk bengkel mobilnya. Memasuki kota dengan gedung-gedung angkuh tinggi bikin iri, di tengahnya membentang aliran lalu-lintas kendaraan tanpa hulu tanpa hilir. Mereka mendapati pemuda rambut pirang yang menaiki motor Beat ember dengan knalpot blerrr, lengkap dengan ledakan knalpot yang mengarah ke muka. Padahal Mat Klepon sudah berusaha menghindari agar tidak tepat di belakang pemuda rambut pirang tersebut. Mungkin itulah yang dinamakan pucuk dicinta, ulam pun tiba.
Di lampu merah mereka berhenti tepat sebelum batas garis zebra cross. Seharusnya sudah tidak boleh ada lagi motor di depannya. Namun tidak berlaku di lalu lintas kota ini, ada satu motor tiba-tiba nyelonong di depannya persis. Motor Beat ember knalpot blerrr yang dikemudikan pemuda rambut pirang.
Timer di lampu merah masih menunjukkan detik 93 dengan hitung waktu mundur. Itu bukanlah waktu yang singkat untuk menghadapi serangan suara ke gendang telinga dan tinjuan udara keluaran knalpot yang tepat mengarah ke muka. Emosi Mat Klepon mulai naik, beruntung Dul Kopling bisa meredakan amarahnya.
Lampu hijau telah menyala, pertanda ujian Mat Klepon sudah berakhir. Amarah Mat Klepon memang telah mereda, tapi belum sepenuhnya. Sisanya diberikan kepada Dul Kopling sembari mengendarai Shogun kebo menuju pasar loak.
Mat Klepon : “Bajingannnnnn, pengen tak tonjok mukanya pemuda kepala emas tadi!”
Dul Kopling : “Hak dia untuk mengekspresikan diri.”
Mat Klepon : “Hak matamu!”
Dul Kopling : “Lho, kok marahnya ke aku?”
Mat Klepon : “Kamu tau gak tentang hak resiprokal? Bahwa hakmu berekspresi harus diikuti juga kewajibanmu memberi keamanan dan ketenteraman bagi orang lain.”
Dul Kopling : “Kok malah aku yang dimarahi?”
Mat Klepon : “Di dalam sebuah komunal semua punya hak, tapi jangan sampai hakmu bertentangan dengan hak orang lain.”
Dul Kopling : “Mungkin dia gak paham itu, dia gak bermaksud jahat kok.”
Mat Klepon : “Justru orang bodoh, tolol, dan tidak kompeten itu lebih berbahaya dibandingkan orang jahat. Ketidaktahuan tentang batas merupakan hal yang bisa membahayakan dirinya sendiri dan orang lain. Ketidakpahaman antara boleh dan tidak boleh dalam berperilaku berpotensi menciptakan kerugian. Kebutaan tentang seberapa besar dampak risiko yang akan terjadi akibat perilakunya. Ketidaksadaran akan benar salah, ketidakpedulian baik buruk, serta keacuhannya terhadap keindahan sangat mengundang kerusakan tatanan.”
Dul Kopling : ”Tapi…”
Mat Klepon : “Orang bodoh seringnya dijadikan alat orang-orang jahat. Rezim otoriter dan kekuatan manipulatif sering memanfaatkan orang-orang bodoh.”
Dul Kopling : “Mat…”
Mat Klepon : “Cita-cita negara salah satunya mencerdaskan bangsa, tapi agar mudah dikendalikan penguasa ya harus dipelihara kebodohannya.”
Dul Kopling : “Malah merembet ke politik.”
Mat Klepon : “Islam juga menolak sifat jahil, ada perintah menuntut ilmu serta memuliakan akal. Bahkan juga ada pandangan bahwa ilmu itu penyelamat. Jadi hindari kebodohan, jangan sampai fakir ilmu seperti orang tadi”
Dul Kopling : “Mat, tapi ini kok malah ke tempat karaoke? Pasar loaknya sebelah sana, lho.”