“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqoroh, Ayat 216)
Ayat ini sangat relate dengan kehidupan kita. Dulu, saat saya masih SMP, paman saya selalu mendengarkan puisi dan ceramah Emha Ainun Nadjib dimana saat itu masih menggunakan kaset pita rekaman bajakan dan hanya bisa dibeli di Pasar Gembong (Loak) Surabaya.
Kalau tidak salah ingat, cerita tentang kucing merah, kucing kuning, dan kucing hijau yang menggambarkan kondisi politik saat itu. Dan saya membencinya karena tidak tahu maksudnya.
Seiring berjalannya waktu, saya akhirnya hijrah ke Jakarta, kota yang sejak SD saya benci: panas, bising, dan jauh kemana-mana, tak seperti Surabaya. Namun, tanpa susah payah mencari kerja, Allah justru menuntun saya bekerja di hotel paling mewah di Mega Kuningan.
Setelah kepergian mama saya, saya teringat saat beliau pernah mengajak ayah saya jalan-jalan ke Taman Ismail Marzuki, ingin sekali melihat Emha Ainun Nadjib. Namun, perjalanan yang jauh hingga larut malam membuat impian itu tak pernah terwujud. Saat itu, saya bahkan belum tahu serta mengenal siapa Cak Nun dan Mbak Novia. Tetapi, sekali lagi Allah menuntun langkah saya untuk bergabung menjadi penggiat Kenduri Cinta dan tentu saja lebih mengenal Cak Nun.
Sekarang saya tinggal di Serang, Banten, kota yang tidak pernah saya ingin tinggali karena banyak pengalaman pahit yang tidak mengenakkan bagi keluarga saya. Tapi saya tidak bisa menghindar. Saya membangun kembali kehidupan awal saya di sini. Berpasrah dan belajar menyesuaikan diri meski tak tertarik dengan kebiasaan sekitar. Hingga Allah bermain dengan saya dengan menjodohkan saya dengan orang Bogor, dimana salah satu daerah saya hindari untuk menikah.
Banyak hal seperti ini dalam hidup saya. Jika direnungkan, semuanya terkait dengan pesan dalam surat Al-Baqarah ayat 216: jangan pernah membenci sesuatu, karena seringkali kita didekatkan pada hal yang kita paling tidak suka. Mungkin itulah cara Allah mencintai kita—dengan menguji kesabaran. Lewat cobaan itu, jika kita mampu bersabar dan melewatinya, hidup justru akan menjadi lebih baik.
Bukan hanya itu, saya terus memperhatikan dan mempelajari takdir-takdir Allah yang terjadi setiap hari, hingga terbentuk pola yang berulang. Terima kasih Kenduri Cinta, yang tiap bulan memberi saya ruang untuk menyalurkan kebahagiaan, berkumpul, dan mengenal teman serta karakter baru dalam hidup.