Kenduri Cinta
  • Beranda
  • Mukadimah
  • Reportase
  • Esensia
  • Sumur
  • Video
  • Karya
  • Kontak
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Mukadimah
  • Reportase
  • Esensia
  • Sumur
  • Video
  • Karya
  • Kontak
No Result
View All Result
Home Esensia

Kepalsuan di Balik Jendela Kelas

Kaha Anwar by Kaha Anwar
December 3, 2025
in Esensia
Reading Time: 3 mins read
Kepalsuan di Balik Jendela Kelas

SUATU PAGI yang tampak biasa, seorang guru berdiri di depan kelas. Di tangannya ada spidol, di sudut ruangan berdiri sebuah tripod yang menopang ponsel. Murid-murid duduk rapi, sebagian sudah paham perannya. Kamera menyala. Guru mulai menulis di papan, bertanya, dan sesekali menatap ke arah lensa — memastikan semua tampak hidup.

“Bagus, anak-anak,” ujarnya, “ini akan jadi video pembelajaran yang menarik.” Setelah kamera mati, suasana pun kembali datar. Tak ada diskusi lanjutan, tak ada percikan tanya. Pelajaran berakhir, tetapi pembelajaran tidak pernah benar-benar dimulai.

Pemandangan seperti ini kini bukan hal asing. Di berbagai platform media sosial, bertebaran potongan video guru mengajar dengan gaya memukau: ada yang penuh semangat, ada yang kreatif, ada yang dramatis. Di kolom komentar, pujian mengalir deras: “Inspiratif!”, “Guru teladan!”, “Semoga semua guru seperti ini.” Namun, di balik sorot kamera, ada pertanyaan yang lebih dalam—apakah yang ditampilkan itu benar-benar pengajaran, atau sekadar pertunjukan yang dikemas demi citra?

Kita hidup pada masa ketika hampir semua hal perlu “dibuktikan” dengan gambar. Tanpa dokumentasi, seolah tak ada yang sungguh terjadi. Dunia pendidikan pun tak luput dari tekanan semacam ini. Guru merasa perlu menunjukkan kreativitasnya bukan hanya kepada kepala sekolah, tapi juga kepada publik digital yang menilai dari like, share, dan jumlah penonton. Maka, mengajar pun bergeser dari aktivitas pedagogis menjadi kegiatan performatif: mengajar untuk disaksikan, bukan untuk dihayati.

Padahal, pendidikan sejatinya adalah proses yang sangat batiniah. Ia berlangsung dalam keheningan pikiran, dalam kejujuran guru yang menyampaikan sesuatu tanpa pamrih, dalam kebingungan murid yang pelan-pelan menemukan makna. Proses itu sering kali tidak indah di mata kamera. Ia bisa membosankan, lambat, bahkan tampak tak produktif. Tetapi justru di situlah letak pendidikan yang sesungguhnya—bukan pada adegan yang rapi dan ter-skenario, melainkan pada ruang di mana kesadaran tumbuh tanpa perlu disaksikan.

Fenomena guru yang “pura-pura mengajar” sebenarnya adalah cermin dari zaman kita sendiri: zaman citra. Dunia maya menuntut agar segala sesuatu tampak baik, terukur, dan menggugah. Nilai tidak lagi diukur dari kedalaman, melainkan dari tampilan. Seorang guru yang tulus membimbing murid di kelas tanpa dokumentasi bisa tampak “biasa-biasa saja”, sementara yang mampu menampilkan potongan video dramatis disebut inspiratif. Padahal, mungkin dalam ruang yang tidak direkam itu, sesungguhnya ada proses pembentukan karakter dan kesadaran yang jauh lebih bermakna.

Hal ini mengingatkan pada pemikiran filsuf Jean Baudrillard tentang simulakra: dunia di mana tanda dan citra menggantikan realitas. Dalam konteks pendidikan, simulakra muncul ketika kegiatan belajar yang nyata digantikan oleh penampilannya — oleh citra tentang “guru yang hebat” atau “kelas yang aktif”, tanpa perlu memastikan apakah pengetahuan benar-benar tumbuh di sana. Yang tersisa adalah simulasi pembelajaran, bukan pembelajaran itu sendiri.

Kita bisa saja berargumen bahwa membuat konten pembelajaran adalah bagian dari inovasi. Itu tidak salah. Banyak guru yang memang berbagi inspirasi untuk sesama pendidik, dan itu sangat positif. Namun, yang patut diwaspadai adalah ketika dorongan untuk menunjukkan menjadi lebih kuat daripada keinginan untuk menumbuhkan. Saat kamera lebih penting daripada kesadaran murid, maka guru tidak lagi mendidik manusia, melainkan memoles citra dirinya.

Kelas yang sejati adalah ruang dialog—bukan antara guru dan kamera, melainkan antara pikiran dan pikiran. Ia adalah tempat di mana siswa berani salah, bertanya, bahkan diam karena merenung. Semua itu tidak selalu bisa dipertontonkan, tetapi di sanalah nilai sejati pendidikan berdiam. Seorang guru yang benar-benar mengajar tidak memerlukan saksi, karena kesaksian itu akan hidup di hati muridnya, bukan di kolom komentar.

Mungkin di sinilah kita perlu kembali merenungi esensi peran guru: apakah ia sekadar penyampai informasi yang perlu terlihat menarik, atau penjaga kesadaran yang menuntun manusia memahami dirinya? Jika jawabannya yang kedua, maka tugas guru bukanlah menciptakan konten yang mengesankan, melainkan menghadirkan ruang pembelajaran yang jujur—meski tidak indah di layar.

Di tengah hiruk pikuk dunia digital, keheningan kelas yang tulus mungkin tampak ketinggalan zaman. Tetapi justru di sanalah masa depan pendidikan seharusnya dipertaruhkan: pada kejujuran, pada kesabaran, pada pertemuan antarmanusia yang tidak bisa direkam. Kamera bisa menyalakan cahaya, tapi tidak bisa menembus kedalaman makna. Pendidikan, sebagaimana kehidupan, selalu lebih dari apa yang tampak.

Mungkin, suatu hari nanti, ketika sorotan kamera sudah usang dan tren telah berganti, yang akan tetap bertahan bukanlah video mengajar itu, melainkan kenangan seorang murid tentang guru yang pernah benar-benar hadir—bukan untuk dilihat, tapi untuk mendengar dan menuntun.

SendTweetShare
Previous Post

Kebebasan Tanpa Batas Menghancurkan Sumber Daya Bersama

Kaha Anwar

Kaha Anwar

Related Posts

Kebebasan Tanpa Batas Menghancurkan Sumber Daya Bersama
Esensia

Kebebasan Tanpa Batas Menghancurkan Sumber Daya Bersama

December 2, 2025
Kultus Visibility
Esensia

Kultus Visibility

December 1, 2025
Menulis Itu Tidak Gampang
Esensia

Menulis Itu Tidak Gampang

November 26, 2025
Tumbuh tapi Tidak Sadar
Esensia

Tumbuh tapi Tidak Sadar

November 25, 2025
Penjahat Tak Pernah Membangun Negara
Esensia

Penjahat Tak Pernah Membangun Negara

November 24, 2025
Sadar, Menyadari, Bernurani
Esensia

Sadar, Menyadari, Bernurani

November 21, 2025

Copyright © 2025 Kenduri Cinta

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Mukadimah
  • Reportase
  • Esensia
  • Sumur
  • Video
  • Karya
  • Kontak

Copyright © 2025 Kenduri Cinta