Kenduri Cinta
  • Beranda
  • Mukadimah
  • Reportase
  • Esensia
  • Sumur
  • Video
  • Karya
  • Kontak
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Mukadimah
  • Reportase
  • Esensia
  • Sumur
  • Video
  • Karya
  • Kontak
No Result
View All Result
Home Esensia

Slow Growth, Deep Meaning

Tri Mulyana by Tri Mulyana
November 17, 2025
in Esensia
Reading Time: 4 mins read
Slow Growth, Deep Meaning

Sore ini, saya melihat sebuah buku berjudul Think Remarkable. Cover-nya mencolok, dengan kombinasi warna yang seolah sengaja dibuat untuk menarik mata siapa pun yang melintas. Tapi yang membuat saya berhenti bukan warnanya, melainkan kata di tengahnya: remarkable. Entah kenapa, kata itu terasa akrab, seperti berbicara langsung pada diri sendiri. Di beberapa kesempatan, saya selalu membagikan konsep bahwa menemukan value preposition menjadi penting bagi diri kita sendiri. Saya tidak tahu apakah itu kebetulan atau pertanda, tapi ada sesuatu yang menggugah di sana—semacam panggilan untuk berhenti sejenak dan merenung.

Selama ini, saya sering berpikir bahwa menjadi remarkable berarti menjadi luar biasa, berbeda, menonjol. Tapi sore itu, saya justru merasa kata itu mengajak untuk berpikir sebaliknya: bahwa menjadi remarkable mungkin bukan tentang bagaimana kita dilihat orang lain, melainkan bagaimana kita mengenal diri sendiri dengan lebih dalam. Buku itu, meski belum saya baca sampai habis, seolah menyalakan percikan kecil dalam kepala saya — tentang perjalanan bertumbuh yang tidak selalu harus cepat, tapi seharusnya sadar; tidak selalu harus besar, tapi seharusnya bermakna.

Dalam beberapa tahun terakhir, saya sering berbicara tentang growth. Konsep growth sendiri menemukan relevansinya pada pandangan Angela Duckworth. Ia dengan tegas menyatakan: without effort, your talent is nothing more than your unmet potential. Angela Duckworth melihat pertumbuhan sebagai upaya berkelanjutan untuk trying and trying again differently, sebuah proses yang menuntut growth mindset. Pola pikir ini sangat esensial karena membuat individu percaya bawa mereka dapat belajar, beradaptasi, dan terus meningkatkan kemampuan dari setiap tantangan atau kemunduran.

Kata growth memang sering muncul di banyak tulisan, obrolan, bahkan dalam refleksi pribadi saya setiap malam. Tapi makin lama, saya menyadari bahwa pertumbuhan itu bukan soal cepat atau lambat, melainkan soal arah dan kejujuran. Kadang kita terlalu sibuk ingin maju, ingin terlihat berkembang, ingin dibandingkan dengan yang lain—sampai lupa bertanya, “Apakah yang saya lakukan benar-benar membuat saya tumbuh?”

Saya mulai paham bahwa growth tidak dimulai dari pencapaian atau validasi, tapi dari keberanian mengakui bahwa kita belum selesai. Bahwa masih banyak ruang kosong yang perlu diisi, banyak hal yang perlu dikoreksi, banyak luka yang perlu diterima sebelum akhirnya bisa disembuhkan. Di titik itulah saya mulai belajar, bahwa kejujuran pada diri sendiri sering kali lebih penting daripada strategi besar untuk maju. Karena tanpa kejujuran, setiap langkah hanya akan terasa seperti pelarian — cepat, tapi hampa.

Dalam perjalanan pertumbuhan saya, saya selalu membaginya dalam 3 tahap: mengerti, memahami, dan menjalankan. Proses awal ini saya sebut fase “gelas kosong”, sebab hanya gelas kosong yang bisa diisi ulang. Kalau pikiran sudah penuh dengan ego, pembenaran, atau pencitraan, maka tidak ada ruang untuk belajar hal baru. Gelas penuh itu berbahaya, karena tanpa disadari, ia menolak isi yang baru. Saya sendiri pernah berada di fase itu—merasa cukup tahu, cukup bisa, cukup hebat. Tapi semakin saya berinteraksi dengan dunia, semakin saya sadar bahwa ternyata tidak ada yang benar-benar cukup dalam belajar. Banyak orang berhenti tumbuh bukan karena gagal, tapi karena terlalu cepat merasa cukup pintar.

Padahal, kerendahan hati untuk terus belajar adalah bahan bakar dari pertumbuhan sejati. Di fase “gelas kosong”, saya belajar untuk menurunkan suara ego dan membiarkan rasa ingin tahu kembali bekerja. Kita mulai membuka diri terhadap hal-hal kecil yang dulu dianggap remeh—nasihat dari orang biasa, pelajaran dari kegagalan kecil, atau momen hening yang ternyata penuh makna.

Saya menemukan makna growth justru dari hal-hal sederhana, bukan dari seminar, buku tebal, atau pertemuan besar. Saya menemukannya di warung kopi—dari obrolan singkat dengan rekan kerja yang berubah menjadi percakapan mendalam tentang kehidupan. Saya menemukannya di proyek yang gagal total, tapi memberi saya pelajaran yang tidak akan saya temukan dalam keberhasilan mana pun. Saya menemukannya di perjalanan lapangan, ketika berbicara dengan orang-orang yang hidupnya jauh lebih sederhana tapi punya kebijaksanaan luar biasa. Semua hal kecil itu ternyata membawa saya tumbuh—bukan ke atas, tapi ke dalam. Di situlah saya sadar, pertumbuhan sejati bukan tentang seberapa tinggi kita berdiri, tapi seberapa dalam kita memahami. Banyak hal yang dulu saya kejar kini terasa tidak terlalu penting, sementara hal-hal sederhana justru menumbuhkan saya pelan-pelan, tapi nyata.

Guy Kawasaki pernah berkata, “Meaning before Money.” Kalimat itu pelan-pelan saya pahami bukan sebagai teori bisnis, tapi filosofi hidup. Bahwa makna harus datang lebih dulu sebelum hasil. Jadi setiap kali saya menulis, mentoring, atau membaca buku, saya tidak sedang pamer progres—saya sedang merekam proses belajar. Setiap langkah kecil, setiap percobaan, setiap cerita reflektif yang saya tulis di media sosial bukan untuk pencitraan, tapi untuk dokumentasi perjalanan. Karena saya percaya, proses yang terekam dengan jujur akan menjadi peta bagi diri sendiri suatu hari nanti. Saat kita berhenti sejenak dan membaca ulang perjalanan itu, kita akan melihat pola bahwa setiap kegagalan, setiap pelan, setiap ragu punya tempatnya sendiri dalam perjalanan menjadi versi terbaik dari diri kita.

Bagi saya, slow growth bukan berarti tidak berkembang. Justru di pertumbuhan yang pelan, kita punya waktu untuk memahami arah, memperbaiki pola, dan menata ulang ritme hidup. Tidak semua hal harus cepat. Kadang, yang pelan justru lebih bertahan lama. Dunia modern membuat kita terbiasa mengukur nilai diri dengan percepatan: berapa cepat naik jabatan, berapa cepat mencapai target, berapa cepat dikenal orang. Tapi saya belajar bahwa kecepatan tanpa arah hanya akan membuat kita lelah lebih cepat. Sementara langkah yang pelan tapi sadar bisa membawa kita lebih jauh, karena setiap pijakan dilakukan dengan penuh makna. Slow growth bukan berarti berhenti—justru itu cara untuk memastikan kita benar-benar sedang menuju ke arah yang tepat.

Akhirnya saya percaya, menjadi remarkable bukan tentang tampil luar biasa di mata orang lain. Tapi tentang keberanian untuk terus belajar, meski pelan, meski sederhana. Tentang kejujuran untuk mengakui bahwa kita belum selesai, tapi tetap memilih untuk melangkah. Karena selama kita masih mau bertumbuh, kita masih hidup. Selama kita hidup dengan kesadaran, setiap langkah kecil akan punya arti yang besar. Slow growth, deep meaning—mungkin begitulah cara paling manusiawi untuk tumbuh di dunia yang serba cepat ini. Sebab menjadi luar biasa bukan berarti harus berlari lebih cepat, tapi berani berjalan lebih sadar dan dalam.

SendTweetShare
Previous Post

Ketika Negeri Menjual Paru-Paru, Lalu Bangga Bisa Membeli Mobil Sebagai Gantinya

Next Post

Guru Siapa? Guru yang Mana?

Tri Mulyana

Tri Mulyana

Related Posts

Kepalsuan di Balik Jendela Kelas
Esensia

Kepalsuan di Balik Jendela Kelas

December 3, 2025
Kebebasan Tanpa Batas Menghancurkan Sumber Daya Bersama
Esensia

Kebebasan Tanpa Batas Menghancurkan Sumber Daya Bersama

December 2, 2025
Kultus Visibility
Esensia

Kultus Visibility

December 1, 2025
Menulis Itu Tidak Gampang
Esensia

Menulis Itu Tidak Gampang

November 26, 2025
Tumbuh tapi Tidak Sadar
Esensia

Tumbuh tapi Tidak Sadar

November 25, 2025
Penjahat Tak Pernah Membangun Negara
Esensia

Penjahat Tak Pernah Membangun Negara

November 24, 2025

Copyright © 2025 Kenduri Cinta

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Mukadimah
  • Reportase
  • Esensia
  • Sumur
  • Video
  • Karya
  • Kontak

Copyright © 2025 Kenduri Cinta