Ujian Kecil Bagi Jakarta

DINAMIKA POLITIK ibukota menjelang Pilkada semakin memanas dan tidak hanya menjadi isu lokal warga Jakarta, namun sudah  menjadi isu Nasional. Sebagai ibukota Negara Indonesia, DKI Jakarta otomatis menjadi posisi yang sangat strategis dalam peta percaturan politik Nasional. Kemenangan dalam Pilkada Ibukota dapat menentukan peta perpolitikan nasional selanjutnya, terutama pada tahun 2019 yang akan datang. Tim sukses dari ketiga pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur mengerahkan segala sumber daya yang ada untuk mendapatkan sebanyak mungkin simpati publik dan berusaha mengalahkan lawan politik dari pasangan yang didukung.

Berbagai cara ditempuh untuk menggalang perolehan suara dalam peperangan opini. Namun dari itu semua pada masa tenang ini perlu disadari bahwa penentuan pemenang peperangan dalam Pilkada Jakarta yang sebenarnya terjadi adalah pada bilik-bilik Tempat Pemungutan Suara yang akan dilangsungkan pada 15 Februari 2017, yang juga dilaksanakan bersamaan dengan beberapa Pilkada lainnya di Indonesia.

Kenduri Cinta yang berada di pusat Ibukota mau tidak mau sedikit terbawa nuansa Pilkada Jakarta. Wajar, karena Kenduri Cinta selama ini menjadi oases, yang didatangi oleh warga Jakarta dan sekitarnya lengkap dengan berbagai problematika kehidupan mereka, termasuk urusan Pilkada. Kenduri Cinta juga berupa forum diskusi terbuka namun bukan mimbar bebas, membuat siapa saja yang hadir dapat terlibat dan tanpa sekat membicarakan berbagai hal namun saling menjaga kedaulatan masing-masing. Kepercayaan sesama jamaah untuk saling menjaga keamanan bersama menjadikan selama acara berlangsung tanpa memerlukan pengamanan khusus.

Secara eksplisit, pada Kenduri Cinta edisi 10 Februari 2017 lalu, Cak Nun menyatakan bahwa Pilkada Jakarta merupakan salah satu ujian ringan bagi Jakarta dan warganya. Pernyataan ini didasari bahwa kehidupan manusia di dunia merupakan kehidupan yang bersifat sementara, karena ada kehidupan yang kelak lebih kekal dan abadi; kholidiina fiiha abadaa. Seperti yang diterangkan didalam Al Qur’an, bahwa kehidupan di dunia hanyalah permainan dan senda gurau belaka, tetapi di Maiyah semua menyadari bahwa sekalipun hanya permainan dan senda gurau, tidak kemudian lantas manusia menjalaninya dengan semena-mena tanpa keseriusan.

Ujian kecil bagi Jakarta dan warganya yang ada didepan mata adalah Pilkada. Dari 3 pilihan yang ada, sangat mudah bagi warga Jakarta untuk menentukan pilihan yang mana dari ketiganya yang cocok untuk dipilih menjadi Pemimpin mereka sebagai Gubernur Jakarta. Di dalam Al Qur’an tidak ada perintah untuk menjadi Pemimpin, tetapi yang ada adalah penjelasan mengenai tata cara bagaimana untuk memilih Pemimpin yang tepat. Maka, warga Jakarta yang sedang menghadapi momentum ujian kecil ini akan menentukan kemana masa depan mereka akan diarahkan. Meskipun ini merupakan ujian kecil, tetapi dampak yang akan muncul apabila warga Jakarta salah menentukan pilihan, maka akan sangat berakibat fatal.

Kenduri Cinta bukanlah panggung politik, tidak ada statemen politik di Kenduri Cinta. Siapa saja boleh mengikuti Kenduri Cinta dengan membawa kepentingannya masing-masing namun selanjutnya kebersamaan menjadi terasa yang lebih penting di dalam kelas Maiyah Kenduri Cinta. Dengan identitas-identitas dan latar belakang yang beragam, dalam berdiskusi Jamaah Kenduri Cinta berusaha menemukan apa yang benar bukan siapa yang benar. Saling berbagi informasi diapresiasi dengan menghargai pendapat masing-masing supaya informasi yang didapat saling melengkapi dari berbagai sumber dan sudut pandang.

Pada Kenduri Cinta edisi Februari 2017, Habib Ali Al-Hamid Ketua HILMI-FPI menceritakan mengenai peran-peran aktif FPI dalam berbagai aksi cepat-tanggap membantu warga paska mengalami ‘bencana-alam’ yang terjadi di berbagai daerah. Ali Al-Hamid juga menceritakan pengalamannya saat menemani Habib Rizieq Sihab yang di vonis hukuman 7 bulan penjara pada tahun 2003. Menurut Ali, kental kriminalisasi pada kasus itu karena FPI saat itu dinilai sangat frontal menolak kenaikan harga BBM yang menjadi kebijakan penguasa. Jika tidak diceritakan, mungkin banyak Jamah Maiyah Kenduri Cinta yang tidak tahu mengenai peran positif FPI ditengah kehidupan-sosial masyarakat Indonesia.

Pemberitaan-pemberitaan miring oleh media mainstream mengenai sepak terjang FPI seringkali berujung stigma negatif dari masyarakat terhadap Ormas ini, namun menjadi beralasan ketika posisi FPI berseberangan dan menghalangi arah kiblat media-media mainstream dalam pemberitaannya, bad news is good news. Masyarakat dibanjiri informasi negatif yang tidak berimbang dan menenggelamkan opini publik mengenai peran positif FPI di tengah masyarakat. Konflik dan benturan yang kerap terjadi pada razia lokalisasi-prostitusi dan warung-warung yang menjual minuman-keras di blow up media, tanpa pemberitaan mengenai tindakan persuasif yang sebelumnya sudah dilakukan oleh FPI jauh-jauh hari sebelum konflik yang terjadi diberitakan.

Peran FPI kembali menjadi bahan pemberitaan nasional saat kasus penistaan agama yang didakwakan kepada Basuki Tjahaya Purnama, Gubernur DKI, Calon Petahana pada Pilkada DKI Jakarta kali ini, mulai bergulir. Bersama dengan berbagai Ormas Islam dan elemen masyarakat, FPI mengelar aksi-aksi damai untuk menuntut Basuki Tjahaya Purnama agar dapat diproses secara hukum. Tahap demi tahap proses peradilan menjadi pemberitaan nasional dengan dipenuhi berbagai serangan pemberitaan dan giringan opini publik. Dari isu SARA hingga isu MAKAR dipublikasi melalui media mainstream maupun lewat akun-akun sosial media dengan berbagai tujuan politik. Kental nuansa Pilkada Jakarta pada kasus ini-pun tidak luput mewarnai pemberitaan-pemberitaan di berbagai media.

Dibalik rangkaian berbagai peristiwa-peristiwa terkait kasus ini, jangan sampai Bangsa Indonesia khususnya Ummat Islam terjebak hanya terfokus pada kasus Basuki Tjahaya Purnama dan surat Al-Maidah ayat 51 saja. Perjuangan Ummat Islam dan bangsa Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bangsa jangan sampai dipersempit hanya sebatas kasus ini. Jangan sampai jangka perjuangan Ummat Islam diperpendek sebatas pertarungan politik dalam Pilkada saja. Perjuangan Ummat Islam sebagai Bangsa Indonesia adalah perjuangan jangka panjang dengan medan perang yang amat sangat luas. Mbah Nun mengisyaratkan bahwa Pilkada Jakarta kali ini adalah ujian kecil bagi warga Jakarta yang semestinya mudah untuk dilalui. Kalau pada ujian Pilkada ini Ummat Islam sebagai warga Jakarta dan sekaligus sebagai Bangsa Indonesia sampai tidak lulus, tentunya dalam menghadapi ujian-ujian berikutnya akan semakin sulit. Dalam ujian ini Mbah Nun optimistis bahwa Warga Jakarta mampu lulus dalam ujian kecil ini.