TAK KUNJUNG NEGARA

Reportase Kenduri Cinta edisi JULI 2018

“Menjemput rindu di Taman Ismail Marzuki,” tulis akun Twitter @masmajid_ disertai tagar #KCJuli dan malam itu Jumat 6 Juli 2018. Maiyahan di berbagai daerah selama ini lebih mudah dicari melalui tagar-tagar khusus berdasarkan inisial nama forum dan bulan berlangsungnya forum tersebut. Seperti Kenduri Cinta edisi Juli yang menggunakan tagar #KCJuli. KC merupakan inisial dari Kenduri Cinta dan Juli penanda bulan dimana forum Kenduri Cinta edisi Juli dilaksanakan.

Mas Majid menuliskan bahwa ia hendak menjemput rindu di Taman Ismail Marzuki malam itu. Rindu untuk bertemu dengan jamaah maiyah yang lainnya di Kenduri Cinta, rindu untuk bertemu dengan orang-orang yang sama-sama memiliki niatan suci untuk belajar bersama, sinau bareng di Taman Ismail Marzuki.

Kerinduan yang dirasakan Mas Majid tak ia rasakan sendiri, juga dirasakan oleh jamaah yang lain. Karena memang tidak ada hal yang dijanjikan oleh Kenduri Cinta dan forum Maiyahan lainnya kepada setiap jamaah yang datang. Seperti yang dialami oleh Mas Majid itu, memendam kerinduan selama satu bulan lamanya, dan ketika kerinduan itu membuncah, maka hanya dengan datang di Kenduri Cinta kerinduan itu akan terobati.

Jumat sore (6/8), suasana pelataran Taman Ismail Marzuki tampak mulai ramai. Jakarta sedang menyongsong Asian Games yang akan diselenggarakan bulan depan. Beberapa sudut kota dipersiapkan untuk menyambut gelaran pesta olah raga terbesar benua Asia itu. Tak terkecuali dengan Taman Ismail Marzuki, halaman depan ruang publik ini sejak tahun lalu berbenah. Beberapa atribut Asian Games pun tampak di pelataran Taman Ismail Marzuki. Menurut informasi dari beberapa tukang parkir yang berjaga di sekitaran TIM, mulai akhir bulan ini untuk sementara pedagang kaki lima tidak diperbolehkan untuk berjualan di beberapa titik ruang publik di Jakarta. Termasuk salah satunya adalah Taman Ismail Marzuki ini.

Semoga saja, para pedagang kaki lima itu akan difasilitasi untuk tetap berjualan. Karena seharusnya, negara hadir dalam hal-hal kecil seperti ini. Menjadi host penyelenggara event olahraga terbesar benua Asia tentu membutuhkan persiapan yang matang, namun seharusnya juga tidak melupakan bahwa warga negara juga memiliki hak untuk turut meramaikan kegembiraan acara tersebut.

Sore itu, tampak lalu lalang orang menikmati jajanan kaki lima di pelataran Taman Ismail Marzuki. Tenda tempat Kenduri Cinta dilaksanakan sudah berdiri sejak pagi hari. Lampu di bawah tenda pun sudah menyala, panggung kecil sudah tertata, karpet terpal sudah tergelar dan telah dibersihkan oleh penggiat. Sebuah backdrop terbentang di bagian belakang tenda bertuliskan “Tak Kunjung Negara”, sebuah tema yang diangkat Kenduri Cinta bulan Juli ini.

Gerobak Angkringan yang selalu hadir di Kenduri Cinta pun telah menempati area di bagian belakang, kudapan khas Jogja-Solo yang tertata di atas gerobak kayu, berdampingan dengan 3 ceret yang dipanaskan dengan api yang terbakar diatas tungku. Sebuah anomali yang terlihat di ibukota Jakarta, kehidupan yang semakin sesak dengan modernitas, masih terselip salah satu budaya kearifan lokal yang tergambar nyata melalui gerobak Angkringan. Meskipun ada banyak warung Angkringan yang tersebar di berbagai titik di Jakarta, namun Angkringan di Kenduri Cinta pun telah memiliki tempat di hati jamaah maiyah. Menikmati kudapan khas Angkringan menjadi salah satu tujuan mereka datang di Kenduri Cinta.

Selepas Isya’, jamaah mulai berdatangan dan menempatkan diri, duduk di alas terpal yang tergelar. Persiapan akhir sedang diselesaikan oleh penggiat. Selang beberapa saat kemudian, tampak diantara mereka naik ke atas panggung, memimpin wirid Tahlukah. Suasana khusyuk menyelemuti, lantunan wirid terdengar, Yaa dzal wabal, Yaa dzal adli, Yaa dzal qisthi, Yaa syadiidal iqob.

Kenduri Cinta selalu menghadirkan tema-tema muatan ilmunya multi dimensi. Konsep forumnya sinau bareng ataubelajar bersama. Setiap individu dibebaskan berbicara mengemukakan wacana dan wawasan mereka.

Setelah kurang lebih 30 menit ritual wirid Tahlukah diselesaikan, Luqman Baehaqi dan Donny Kurniawan memandu diskusi awal. Beberapa penggiat Kenduri Cinta lainnya juga bergabung; Hendra Kusuma, Amien Subhan, Adi Pudjo, Pramono Abadi dan Sigit Hariyanto secara bergantian mengupas tema.

“Wah, tema yang bagus dan berat,” ungkap seorang jamaah malam itu. Kenduri Cinta selalu menghadirkan tema-tema yang multi dimensi, mulai dari politik, ekonomi, agama, hukum, budaya, dan lainnya. Konsepnya sinau bareng, belajar bersama. Setiap individu bisa berbicara mengemukakan wacana dan wawasan mereka. Namun, bukan dalam rangka pamer kepandaian. Kesadaran orang Maiyah adalah kesadaran bahwa manusia tidak memiliki kebenaran mutlak. Kebenaran manusia hanyalah sedikit dari kebenaran hakiki Allah. Kebenaran hari ini bisa berbeda dengan kebenaran esok hari. Karenanya, tak ada alasan di Maiyah untuk mati-matian mempertahankan kebenarannya apalagi memaksakan kebenaran yang ia yakini.

“Kesadaran manusia ketika berkumpul pada awalnya adalah kesadaran untuk bertahan hidup,” Donny mengawali. Ilmu pengetahuan yang mengupas asal-usul negara sudah banyak tersebar di literatur akademis. Apa yang diupayakan Kenduri Cinta malam itu adalah bagaimana forum majelis ilmu ini menemukan hal-hal yang sejati dari negara. Seperti apa seharusnya negara berlaku, karena secara syarat dan pra syarat, Indonesia sudah memenuhinya.

“Selanjutnya, yang dibutuhkan adalah sosok pemimpin,” Donny menjelaskan bahwa pemimpin itu lahir secara alami, bukan dengan pemilihan umum. Dahulu, sebelum ada konsep pemilihan umum, pemimpin lahir atas kebutuhan. Sehingga, yang menjadi pemimpin adalah mereka yang telah teruji dan diakui kemampuannya berdasarkan pengalaman empirik dalam hubungan sosial sehari-hari.

Ketika pemimpin terpilih, langkah selanjutnya adalah menyepakati aturan main, menyusun hal-hal yang harus dilakukan dan harus dihindari dalam bermasyarakat untuk menjaga keberlangsungan kehidupan. Dalam struktur kehidupan suku tradisional misalnya, pemimpin wajib melindungi rakyatnya. Ketika ada ancaman dari luar koloni mereka, maka rakyat akan mempercayakan keamanan kepada pemimpin. Maka jelas, pemimpin adalah dia yang saat musuh menyerang adalah orang terdepan yang berhadapan dengan musuh.

Donny melanjutkan dengan membahas tulisan Daur dari Cak Nun mengenai sosok pemimpin yang manunggaling kawulo gusti. Begitu dekatnya ia dengan Tuhan dan rakyat, sehingga kedua elemen penting menyatu di hatinya. Jika pemimpin mengkhianati Tuhan, maka Tuhan akan marah dan rakyat akan menanggung akibatnya. Begitu juga ketika ia berlaku lalim kepada rakyatnya. Jika pemimpin mampu manunggaling kawulo gusti, Tuhan akan melindungi. Malati (mengakibatkan kualat) bukan hanya pada dirinya saja, tetapi juga pada orang lain yang hendak berbuat celaka terhadap amanah kepemimpinan yang sedang ia genggam.

Hendra mengajak jamaah berpikir lebih mikro. “Coba kata negara kita ganti menjadi rumah tangga atau perusahaan, misalnya,” Hendra memancing. Untuk membangun rumah tangga apakah hanya selesai dengan menikah? Tentu saja tidak. Begitu pun perusahaan, apa hanya dengan menanam modal, mengurus akta perusahaan, lantas perusahaan akan berjalan baik? Tentu tidak.

Komitmen berkeluarga diikat dalam pernikahan. Namun demikian, tidak berhenti pada proses akad nikah saja. Ada banyak hal yang harus disepakati. Ada kesepakatan yang bisa batal di kemudian hari. Begitu juga dalam bernegara, adanya pemerintah bukan kemudian merasa paling berhak untuk menentukan langkah dan memutuskan kebijakan yang akan dipilih. Ada elemen rakyat yang sebenarnya memiliki hak lebih banyak untuk dimintai pertimbangan terkait keputusan yang diambil.

“Yang membedakan dakwah Rasulullah SAW di Mekkah dan Madinah adalah reformasi ekonomi, sehingga pengikut Rasulullah SAW di Madinah lebih banyak jumlahnya.”
Pramono Abadi, Kenduri Cinta (Juli, 2018)

“Tujuan negara itu untuk membatasi atau memerdekakan? Tujuan negara itu untuk memberi aturan atau justru mempersilakan setiap orang membikin aturan sendiri-sendiri? Apakah untuk berpikir atau malah justru membatasi berpikir?” Luqman menyambung paparan Hendra sebelumnya. Menurut Luqman, ada banyak hal yang sifatnya remeh namun seharusnya diberesi terlebih dulu sebelum berbicara tentang perubahan. Salah satu yang disoroti oleh Luqman adalah naskah Proklamasi yang tertulis kalimat “Hal-hal mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain…”, baru satu hal disebutkan yaitu tentang pemindahan kekuasaan, kenapa harus disambung dengan kata “dan lain-lain”. Secara tata bahasa ini aneh. Menurut Luqman, jika baru disebut satu poin, maka tidak perlu disebutkan “dan lain-lain”, karena “lain-lain” yang dimaksudkan menjadi ambigu dan misterius.

“Maiyah bukan dalam rangka membentuk negara, atau mengumpulkan massa untuk membikin partai politik. Menurut saya Maiyah ini justru seperti anak-anak Pandawa,” Amien Subhan melihat dari sudut pandang berbeda. Astina ketika akhir peperangan Baratayudha berperan dalam rangka membangun sistem, sementara itu Pandawa berusaha membangun rumah (home) bagi seluruh rakyat saat itu. Ini merupakan dua peran yang berbeda. Dengan kultur yang guyub, Pandawa mengajak rakyat Amarta untuk berkumpul, hidup berhubungan sosial secara gotong royong. Dan ketika perang Baratayuda berakhir, Pandawa tidak menjadikan Astina menjadi Amarta. Namun Astina tetap menjadi Astina dan Amarta pun tetap menjadi Amarta. Dan kemudian justru Amarta yang melebur kedalam Astina. “Untuk mengubah sistem, tidak akan mampu dilakukan oleh satu orang saja. Membutuhkan banyak orang dengan strategi yang terorganisir dengan baik, dan dari sejarah yang sudah terjadi sebelumnya dalam setiap usaha perubahan sistem akan menimbulkan peperangan,” Amien memungkasi.

“Yang membikin beda antara dakwah Rasulullah SAW di Mekkah dan Madinah adalah reformasi ekonomi yang dilakukan di Madinah, sehingga jumlah pengikut Rasulullah SAW di Madinah lebih banyak jumlahnya,” Pramono menyampaikan paparan awalnya. Ketika Rasulullah SAW masuk ke Madinah, setelah diterima oleh penduduk Madinah, yang pertama kali disusun adalah Piagam Madinah. Sebuah naskah konstitusi yang disepakati oleh semua pihak, yang sama-sama menguntungkan dan tidak merugikan.

“Kalau kita bilang “NKRI harga mati” itu agak aneh sebenarnya, karena harga yang ditentukan hanya sepihak. Kalau ndak cocok, ya sudah ndak usah beli,” Adi Pudjo turut urun pemikiran. Kalau kondisi sekarang ini, benarkah Anda masih sepakat dengan terbentuknya NKRI ini? Atau minimal, anda mempertanyakan, bagaimana Anda akan mempertahankan negara ini, kalau setiap ketemu orang saja Anda merasa tidak kenal dengan orang yang baru Anda temui.

Kita sekarang ini lebih sering gegeran (bikin ribut) daripada guyub. Alhamdulillah, semoga maiyahan ini bisa menjadi pengingat bagi kita masing-masing untuk merawat kesepakatan menjaga keutuhan NKRI ini. Minimal, dengan maiyahan kita menjaga kebersamaan ini dengan cara mengenal setiap orang yang duduk di sebelah kita. Mungkin kesepakatan yang lahir bukan hari ini, bisa jadi pada generasi yang ke sekian di masa datang adalah yang saling bersepakat. Adi Pudjo menyarankan sebuah usulan sederhana, agar setiap jamaah mengenal satu sama lain. Setidaknya, mengenal yang duduk di sebelah.

Setelah sesi prolog, Bobby and Friend lalu membawakan nomor-nomor akustik karyanya. Selain membawakan lagu Skala karya Gombloh, Bobby juga membawakan nomor Apa Ada Angin di Jakarta yang merupakan puisi karya Umbu Landu Paranggi dengan aransemen yang apik.

“Forum maiyahan seperti Kenduri Cinta harus senantiasa kita rawat, tidak hanya oleh penggiatnya namun juga jamaahnya.”
Monty, Kenduri Cinta (Juli, 2018)

Ridwan Boim, seorang penggiat Kenduri Cinta yang tinggal di Jakarta Utara, malam itu menceritakan kondisi wilayahnya terkait dampak dari reklamasi. Salah satu hal yang belum terjawab adalah, apabila pulau hasil reklamasi itu selesai, wilayah itu akan masuk di kelurahan mana? Pejabat daerah setempat, ketika ditanya oleh Boim tidak bisa menjawab, kebingungan. Beberapa persoalan yang muncul di tingkat warga di bawah, menurut Boim juga merupakan tanggung jawab negara. Sementara, hari ini Boim melihat negara belum sepenuhnya hadir di tengah-tengah warga yang sedang menghadapi masalah seperti reklamasi itu.

Tentang pantai Ancol misalnya, Boim menceritakan bahwa yang diminta oleh masyarakat sejak dulu adalah akses untuk bisa menikmati pantai Ancol tanpa harus membayar. Karena bagi Boim, pantai adalah salah satu ruang publik yang seharusnya dapat dinikmati oleh warga yang tinggal di suatu wilayah. Begitu juga dengan pelestarian budaya. Boim juga menceritakan kapitalisasi yang telah mengakar dalam pengelolaan seni dan budaya di Jakarta. Jika melihat ondel-ondel yang hampir setiap hari harus ngamen di jalanan, Boim menyesalkan hal itu. Sementara bagi mereka, jika ingin ikut tampil di ruang-ruang publik, dalam sebuah acara juga ternyata tidak mudah. Sehingga tidak ada pilihan lain selain ngamen di jalan-jalan.

Hadir juga malam itu, teman-teman dari Gambang Syafaat, salah satu simpul Maiyah yang ada di Semarang. Mereka rombongan datang ke Kenduri Cinta dengan Wakijo lan Sedulur, kelompok musik yang lahir dari persinggungan para penggiat Gambang Syafaat. Mereka telah lama merencanakan hadir di Kenduri Cinta, namun baru bulan ini rencana itu terwujud. Monty, salah satu penggiat Gambang Syafaat, menyampaikan terima kasih atas sambutan jamaah Maiyah di Kenduri Cinta. Sambutan yang hangat, serasa datang ke rumah sendiri.

“Forum maiyahan seperti Kenduri Cinta ini adalah forum yang senantiasa harus kita rawat bersama, tidak hanya oleh penggiatnya namun juga jamaahnya memiliki peran yang sangat penting,” ungkap Monty. Di Gambang Syafaat, Monty memiliki tanggung jawab di bagian dokumentasi dan publikasi. Jika sedang maiyahan, maka tanggung jawabnya adalah mengambil gambar untuk didokumentasikan. Ia juga bertanggung jawab mengerjakan desain poster yang digunakan sebagai media informasi. Baginya, Maiyah adalah sebuah laku hidup, di Maiyah ia bertemu dengan keluarga yang tidak memiliki hubungan darah, namun kedekatan dan kerekatannya begitu kuat.

Gambang Syafaat merupakan simpul Maiyah yang menyelenggarakan maiyahan di Semarang setiap tanggal 25. Tidak peduli tanggal 25 itu jatuh pada hari apa, maiyahan di Masjid Baiturrahman itu tetap dilaksanakan. Kelompok musik Wakijo lan Sedulur merupakan bukti kreativitas penggiat Maiyah di bidang musik. Secara kualitas, mereka tidak bisa diremehkan. Dengan alat musik yang mereka punya, mampu dihasilkan karya-karya musik yang berkualitas. Wakijo lan Sedulur ini hanya satu diantara sekian banyak penggiat simpul Maiyah yang ada di beberapa daerah yang memiliki karya di bidang masing-masing. Seperti di Maiyah Dusun Ambengan misalnya, terdapat Gamelan Jamus Kalimasada. Di Ponorogo yang tergabung dalam simpul Maiyah Warok Kaprawiran lahir Gamelan Iket Udeng dan lain sebagainya.

“Maiyah itu ruang yang besar. Ruang yang bisa kita masuki dari pintu manapun.”
Karim, Kenduri Cinta (Juli, 2018)

Setelah menyampaikan ucapan selamat datang pada rombongan penggiat Gambang Syafaat, Fahmi Agustian lantas membuka diskusi. “Rakyat begitu membanggakan negaranya. Satu contoh sederhana adalah momen Piala Dunia,” Fahmi mengawali. Bagi rakyat Panama, meskipun gagal lolos ke babak 16 besar, kebanggaan terhadap kesebelasan mereka begitu nyata. Tak mengapa timnya kebobolan 6 gol dari tim Inggris, tetapi 1 gol yang mereka cetak ke gawang Inggris dirayakan penuh dengan suka cita. Sepakbola mampu menghadirkan kebanggaan terhadap negara.

“Kita tidak perlu bertanya kepada anak-anak muda di Indonesia apakah mereka mencintai Indonesia, sudah pasti mereka akan menjawab bahwa mereka cinta kepada Indonesia. Nasionalisme anak-anak muda hari ini terbangun alamiah,” Fahmi melanjutkan. Mereka lahir di Indonesia, besar di Indonesia, mengenal budaya Indonesia, sudah pasti mencintai Indonesia. “Kita semua hadir di Kenduri Cinta ini adalah wujud betapa kita mencintai Indonesia.”

Fahmi mengajak jamaah untuk sinau bareng. Para narasumber yang ada di panggung bukan orang yang paling paham tentang tema, di maiyahan setiap orang memiliki hak sama untuk menyampaikan pendapat, membantah wacana yang disampaikan narasumber, dan yang terpenting adalah berbagi pengetahuan. Kenduri Cinta adalah forum egaliter, semua yang datang memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda, dengan profesi yang juga berbeda satu sama lain. “Yang kita cari dari tema bukan dalam rangka mengkritik negara kita. Tetapi kita bersama-sama mencari kesejatian negara. Bagaimana negara seharusnya berlaku, itu yang kita cari,” pungkas Fahmi.

Menyambung, Karim lantas ikut menyampaikan pendapatnya. “Kenduri Cinta ini sedang bersedekah kepada negara,” Karim membuka. Maiyahan itu melakukan begitu banyak hal yang bukan kewajibannya. Seperti di malam ini, membicarakan tentang bagaimana negara seharusnya berlaku, mencari kesejatian negara, mencari kebaikan untuk negara, sementara yang melakukan pencarian tentang itu semua sama sekali tidak memiliki kewajiban apa-apa dalam proses pengelolaan negara. Apa yang kita semua bicarakan di maiyahan, seringkali tentang persoalan negara dan bangsa, semestinya dilakukan Pemerintah.

“Maiyah itu ruang yang sangat besar, yang bisa kita masuki dari pintu manapun,” lanjut Karim. Ia mengajak jamaah untuk memasuki pintu keamanan. Seperti yang dirasakan bersama, di maiyahan seperti Kenduri Cinta, semua merasakan keamanan untuk bicara tentang apa saja. Dan di Maiyah, jamaah saling mengamankan setidaknya dalam 3 hal; nyawa, harta, dan martabat. Sehingga orang merasa aman dan tidak terancam. Kesadaran sebagai manusia yang sejati terbangun secara alami di Maiyah. Sederhananya, manusia yang sejati tidak harus menunggu adanya infomasi dari Tuhan bahwa mencuri itu merupakan perbuatan buruk. Manusia yang sejati menemukan kesejatian hidup adalah berbuat baik kepada seluruh makhluk ciptaan Tuhan. Dan itu yang selama ini kita aplikasikan bersama di maiyahan.

Karim merefleksikan maiyahan sebagai ikhtiar kepada Allah. Kita bukan pihak utama yang sanggup menentukan terjadinya perubahan, yang kita upayakan adalah usaha untuk menuju sebuah perubahan yang Allah sendiri adalah pihak utama yang melakukan itu. Ketika Rasulullah SAW bersama Abu bakar terjebak di Gua Tsur, Abu Bakar begitu takut persembunyian mereka diketahui oleh pasukan kafir Quraisy, yang ditakutkan oleh Abu Bakar saat itu adalah bahwa yang sedang bersamanya itu adalah kekasih Allah, Abu Bakar begitu takut jika sampai kekasih Allah itu tersakiti oleh perbuatan orang kafir Quraisy, karena yang akan menanggung akibatnya adalah seluruh penduduk Mekkah jika kekasih Allah disakiti. Maiyahan dilakukan dalam rangka memperbanyak kekasih Allah.

“Pancasila adalah bukti nyata bagaimana para ulama-ulama Islam di Indonesia berperan penting dalam mencari bentuk negara yang tepat untuk Indonesia.”
Karim, Kenduri Cinta (Juli, 2018)

“Pancasila adalah bukti nyata bagaimana para ulama-ulama Islam di Indonesia berperan penting dalam mencari bentuk negara yang tepat untuk Indonesia,” Karim melanjutkan. Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, bangsa dan agama ini, dengan heterogenitas masyarakatnya mampu menyepakati sebuah konsep berbangsa dan bernegara, sehingga kemudian Pancasila lahir sebagai salah satu hasil kesepakatan seluruh warga negara. Pancasila adalah konsep bernegara dalam Islam, yang tidak hanya mengakomodir umat muslim saja, namun juga mengakomodir seluruh masyarakat.

Memasuki pukul 00:00 WIB, Wakijo lan Sedulur dipersilakan tampil di panggung Kenduri Cinta. Melalui nomor-nomor sholawatan, Wakijo lan Sedulur memukau jamaah. Decak kagum dan tepuk tangan jamaah mengapresiasi penampilan Wakijo lan Sedulur dengan nomor-nomor lagu yang berkualitas, tidak kalah dengan musisi-musisi kenamaan.

Kekaguman itu juga muncul di linimasa Twitter melalui tagar #KCJuli, banyak jamaah yang mengapresiasi penampilan Wakijo lan Sedulur. Seperti yang diungkapkan oleh Ferri Aris Setiawan dalam akun Twitternya “Wakijo lan Sedulur, Kelompok musik rakyat bawah tapi punya ‘value’ yang tinggi”.

Setelah penampilan Wakijo lan Sedulur, Fahmi mempersilakan Ali Hasbullah untuk juga turut menyampaikan paparan terkait tema malam itu. Ali juga sepakat bahwa seharusnya negara menjadi rumah bagi rakyat. Yang terjadi saat ini, banyak orang yang ngontrak di lahan pekarangan mereka sendiri. Maiyahan adalah proses setor dan ikhtiar kepada Allah, agar Allah turun tangan mengambil alih, melaukan perubahan kondisi.

“Prinsip-prinsip hidup yang diajarkan di Maiyah adalah prinsip nilai kesejatian manusia,” Ali menambahkan bahwa ikhtiar yang sedang kita lakukan bersama di Maiyah adalah agar kita kembali menemukan kesejatian kita sebagai manusia. Ali mencontohkan bagaimana penduduk di dataran wilayah Skandinavia memiliki tradisi bahwa hidup adalah kebahagiaan dalam berbuat baik kepada orang lain. Dan seperti itulah seharusnya manusia, di Maiyah kita sudah sejak lama diajarkan bahwa hidup itu berbuat baik kepada siapa saja, kapan saja, dan di mana saja.

“Kesadaran yang kita tumbuhkan di Maiyah adalah kebahagiaan dalam menikmati proses. Berbuat baik kepada orang lain, menanam kebaikan, dan kita tidak bisa memastikan kapan tanaman kebaikan itu akan kita panen,” Ali mentadabburi penutup dari surat Al Insyiroh; faidza faroghta fanshob, wa ila robbika farghob. Jika telah melakukan kebaikan, maka kita melanjutkan untuk melakukan kebaikan lain, melakukan kebaikan yang baru, terus berjuang, terus menanam, dan harapan akan panen itu kita sandarkan hanya kepada Allah.

“Sukses itu justru datang kepada orang yang tidak menjadikan sukses sebagai tujuan utamanya. Sukses datang kepada orang yang melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh,” Ali menjelaskan bahwa untuk mencapai sesuatu, fokus kita yang utama bukanlah sukses untuk meraih sesuatu yang kita tuju itu, justru proses kebaikan dan berbuat baik yang kita jalani ketika menuju tujuan.

“Yang diajarkan Maiyah tentang keseimbangan hidup bukan teori, namun laku hidup,” Karim menyambung Ali Hasbullah. Maiyah dalam proses keberlangsungan forumnya mengaplikasikan keseimbangan secara nyata. Ketika orang datang ke Maiyah, kemudian duduk menekun, menyimak paparan-paparan narasumber, menyatu dengan suasana dan nuansa yang terbangun di forum, secara otomatis mereka memproses keseimbangan itu. Keseimbangan hidup yang diawali dengan keseimbangan berpikir. Ketika menerima informasi, mereka merdeka untuk menentukan informasi mana yang mereka perlukan. Proses keseimbangan itu berlangsung secara langsung, bukan diteorikan apalagi hanya diwacanakan.

“Kesadaran yang kita tumbuhkan di Maiyah adalah kebahagiaan dalam menikmati proses. Berbuat baik kepada orang lain, menanam kebaikan.”
Ali, Kenduri Cinta (Juli, 2018)

“Cak Nun sering menyampaikan bahwa lapar itu baik, yang tidak baik adalah kelaparan,” lanjut Karim. Ia menjelaskan konsep lapar itu adalah konsep keseimbangan yang nyata. Rasululah SAW mengajarkan kepada kita untuk makan ketika lapar dan berhenti makan sebelum kenyang. Dari konsep keseimbangan itu kita bisa memasuki dimensi keseimbangan kehidupan yang lebih luas. Bahwa lapar mengajarkan kita untuk mampu mengendalikan nafsu dalam diri kita.

Dalam kehidupan sehari-hari, antara kebahagiaan dan penderitaan juga diperlukan titik keseimbangan yang tepat. Cak Nun juga berkali-kali menyampaikan, penderitaan kita perlukan agar diri kita tidak menjadi imun terhadap penderitaan. Orang yang hidupnya hanya dipenuhi kebahagiaan, ia tidak imun terhadap penderitaan, hingga ketika ia mengalami permasalahan, ia akan kaget dan tidak memiliki kesiapan mental yang kuat. Tetapi orang yang hidupnya seimbang antara penderitaan dan kebahagiaan, ada dinamika kehidupan yang dialami, sikap mental yang terbangun dalam diri mereka akan lebih kuat.

Kembali ke tema, Karim menyampaikan, hari ini kita kebingungan dengan harapan-harapan yang kita ciptakan sendiri. Terhadap negara, kita menyandarkan harapan kepada orang-orang, praktiknya mereka tidak mampu mewujudkan harapan-harapan itu. Kita mengalami ketidakpercayaan terhadap orang-orang yang kita pilih sendiri.

Karim lantas menceritakan tentang desertasinya, mengapa ia memilih Maiyah sebagai tema desertasinya yang sedang disusun. Menurutnya, Maiyah merupakan salah satu bentuk social movement yang sangat nyata. Ada banyak hal di Maiyah yang menurut Karim perlu diteliti lebih jauh. Seperti hadirnya anak-anak bersama orang tua di maiyahan, mungkin diperlukan penelitian untuk dilakukan sebuah komparasi antara anak-anak yang diajak ke maiyahan dengan anak-anak yang sama sekali tidak besentuhan dengan maiyahan, bagaimana kondisi mereka saat dewasa nanti, adakah perbedaan dalam cara berpikir mereka misalnya, apakah ada sikap hidup mereka yang berbeda?

Pada kesempatan berikutnya, Donny ikut urun diskusi. “Kalau matriks hukum 5 dalam Islam ditempatkan pada posisi yang tepat, maka hidup kita pasti seimbang,” Donny menyambung apa yang sebelumnya disampaikan Karim. Kita seringkali gagal menempatkan sesuatu sesuai dengan proporsinya, yang wajib disunnahkan, yang sunnah dimakruhkan, bahkan ada yang haram dihalalkan. Ketidaktepatan ini yang kemudian menyebabkan kita tidak seimbang dalam banyak hal.

“Dulu, asumsi yang berkembang di masyarakat kita adalah bahwa seluruh orang itu baik, kecuali yang jahat. Namun sekarang, asumsi yang berkembang justru sebaliknya, seluruh orang itu jahat, kecuali yang baik,” Donny memancing jamaah. Sekilas, kalimat itu mengandung makna yang sama, namun berbeda. “Sawangane apik, jebul nyolongan,” begitu kira-kira. Sehingga, sekarang kita begitu kagum kepada pejabat yang tidak korupsi. Padahal, memang sudah seharusnya pejabat itu tidak korupsi, tetapi karena sekarang korupsi itu menjadi kejahatan yang laten, kita menjadi kagum melihat ada pejabat yang tidak korupsi. Ada orang tidak mencuri, kita sekarang kagum. Padahal, manusia memang seharusnya tidak mencuri.

Di Jepang, angka bunuh diri sangat tinggi. Salah satu penyebabnya adalah karena beban kerja yang terlalu over. Salah satu keunggulan orang Indonesia adalah ketangguhan mental yang dimiliki manusianya. Hidup yang dijalani oleh masyarakat di Indonesia ini berat, dinamika dan suasana hidup yang kita jalani juga beragam, tetapi hal itu tidak lantas menjadikan alasan kita untuk putus asa. Ada saatnya kita jatuh, tetapi kita memiliki konsep untuk bangkit lagi. Jatuh dalam sebuah perjuangan itu biasa, kita memiliki sistem yang sudah menjadi semacam default system ketika saat kita mengalami kejatuhan, dalam beberapa waktu kemudian bangkit. Formula untuk bangkit itu ada banyak bentuknya.

“Maiyahan adalah upaya kita untuk berbenah. Karena kita tidak bisa menunggu perubahan itu datang dari orang lain.”
Dimas, Kenduri Cinta (Juli, 2018)

“Puasa melatih kita mengembalikan yang sebelumnya berorientasi materi kembali kepada orientasi ruhani,” Karim kembali menyampaikan paparannya. Selama ini, kita sering salah orientasi. Karim menyebutkan ada banyak hal yang seharusnya diorientasikan sebagai ruhani, tetapi justru kita materikan. Sehingga, banyak salah langkah, seharusnya ruhani menjadi materi. Begitu juga dalam pengelolaan negara.

Karim menceritakan bagaimana candi Borobudur dibangun dalam durasi waktu yang lama, dikerjakan oleh rezim penguasa yang berbeda, namun sama sekali tidak mengubah hasil akhir dari bangunan candi Borobudur. Hal itu karena para pejabat kerajaan saat itu sepakat untuk setia kepada program kerja yang sudah dicanangkan, sehingga bergantinya rezim kekuasaan pun tidak memberikan pengaruh dalam tahapan proses penyelesaian pembangunan candi Borobudur.

Sekarang ini, seorang Bupati misalnya, apakah ia bersedia menerima program warisan dari Bupati sebelumnya untuk dilanjutkan penyelesaiannya, yang mungkin bahkan tidak mampu ia selesaikan dalam periode kekuasaannya? Ironi memang, yang terjadi di Indonesia saat ini adalah ketika berganti pejabat atau pemimpin, program dari rezim sebelumnya tidak dianggap sebagai program yang harus dilanjutkan, namun dianggap sebagai program gagal. Dan ketika program kerja itu diselesaikan, yang terjadi adalah memperhinakan rezim sebelumnya, kemudian menganggap rezim sekarang yang berhasil menyelesaikan program itu. Yang terjadi adalah ajang pamer keunggulan, bukan berlomba mewujudkan kebaikan bersama.

Donny kemudian menyampaikan, orang yang hari ini mencuri, mungkin akibatnya tidak langsung ia rasakan, bisa jadi kelak ketika anaknya dewasa yang akan merasakan akibatnya. Donny memliki kesimpulan bahwa penyebab orang melakukan korupsi karena merasa tidak aman terhadap harta yang ia miliki. Ia selalu merasa kurang. Donny menggambarkan praktik pengelolaan negara saat ini tidak sepenuhnya bersih, dan hal itu sudah dianggap wajar oleh banyak orang. Ibaratnya, jika ada perusahaan yang ingin terlibat dalam sebuah proyek di pemerintahan, maka perusahaan itu harus siap untuk bermain “kotor”.

Jamaah kemudian merespons, energi dan spirit Maiyah ini seharusnya segera kita perluas. Malalui forum-forum diskusi yang skalanya tidak terbatas, kecil maupun besar. Fahmi kemudian merespon bahwa saat ini sudah terdata setidaknya ada 52 titik simpul Maiyah yang rutin sebulan sekali menyelenggarakan maiyahan seperti di Kenduri Cinta. Bahkan malam itu, bersamaan dengan Kenduri Cinta ada 4 Simpul Maiyah lainnya yang bersamaan juga menyelenggarakan Maiyahan; Poci Maiyah di Tegal, Maiyah Kalijagan di Demak, Lumbung Bailorah di Blora dan Damar Kedhaton di Gresik. Dan semua forum itu berproses dengan semangat istiqomah yang sama.

Dimas, jamaah lain kemudian menyampaikan bahwa yang harus dilakukan oleh setiap kita adalah berbenah diri. Maiyahan adalah upaya kita untuk berbenah. Karena kita tidak bisa menunggu perubahan itu datang dari orang lain. Dengan kita masing-masing berbenah, perubahan akan lebih segera terwujud.

Setelah beberapa respons dari jamaah, Wakijo lan Sedulur kemudian kembali membawakan beberapa nomor lagu memuncaki Kenduri Cinta edisi Juli malam itu. Kegembiraan akhirnya sampai di penghujung. Indal Qiyam lantas dipimpin oleh Sigit, maiyahan malam itu ditutup dengan wirid Hasbunallah yang dilantunkan bersama. Tepat pukul 3 dinihari Kenduri Cinta diakhiri, jamaah pun bersama penggiat kemudian bersama-sama membereskan area Pelataran Taman Ismail Marzuki, melipat karpet terpal yang dijadikan alas duduk, kemudian mengumpulkan sampah-sampah dalam satu wadah yang sudah disediakan.