Sulitnya “Mendhem jero” di Zaman Now

Begini seharusnya cara berhubungan sesama manusia, aib manusia itu harus di-pendhem jero seperti saat mayit dikubur, dan kebaikan-kebaikan, keunggulan-keunggulan harus di-pikul dhuwur, seperti saat memikul mengantar mayit menuju liang lahat“. Satu kalimat yang saya dengar ketika Cak Nun menghadiri pemakaman Mas Yon Koeswoyo di Tempat Pemakaman Umum Tanah Kusir beberapa hari yang lalu.

Mengingat mati memang menjadi salah satu tujuan ketika ber-takziah, ziarah ke makam. Mengambil pelajaran dari sebuah kematian juga tujuan lainnya. Dan beruntung ketika saya mendengar wejangan diatas. Di tengah luberan informasi, bahkan banjir informasi, keadaan dimana orang yang tidak mencari informasi pun bisa ketiban informasi. Lewat facebook, twitter, dan whatsapp group betapa sering informasi masuk tanpa pernah kita, saya khusunya, sengaja mencari informasi tersebut.

Mikul dhuwur mendhem jero, sebuah peribahasa lama, mikul dhuwur jika diterjemahkan secara bebas artinya memikul atau menjunjung tinggi, yang dimaknai dengan anjuran agar setiap orang, kelompok, bangsa dapat menjunjung tinggi nama baik dan menunjukkan kelebihannya. Mendhem jero diartikan dengan mengubur, menutupi dalam-dalam aib dan keburukan yang dimaknai dengan anjuran untuk menutupi aib dan keburukan orang.

Di zaman now ini, zaman sosmed, mess-age karena memang kekacauan disebabkan oleh banjir informasi yang sulit dibendung, semakin banyak batas yang tercabut, dimana tidak ada lagi batas yang antara sumber berita dan penerima berita, siapapun bisa mewartakan apapun yang diinginkan. Semakin sulitnya menemukan batas antara sebuah berita bohong dan berita yang nyata. Dan inilah salah satu sumber kekacaun di era informasi ini, kita kesulitan menemukan fakta yang otentik dan mendalam dari sebuah berita. Atau kalau mengambil istilah yang dipakai begawan Ronggowarsito dengan zaman edan—walaupun belum tentu zaman ini yang dimaksud zaman edan oleh Ronggowarsito.

Lalu apa hubunganya dengan zaman sosmed dengan Mikul Dhuwur Mendhem Jero? Apalagi hubungan penguburan dengan zaman edan? Sebelum menjawabnya, mari ambil terlebih dahulu pesan yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw yang melarang umatnya untuk mencela atau menghina mayit. Nabi Muhammad saw juga memberitahukan kepada kita bahwasannya siapa saja yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya dihari kiamat nanti.

Nabi Muhammad saw meminta kita untuk tidak mencela orang yang sudah meninggal dan memberikan pujian kepadanya. Mikul duwur mendhem jero, maka kuburkanlah dalam-dalam aib saudaramu sesama manusia, seperti saat mengubur mayit, dan angkatlah prestasi saudaramu sesama manusia sebagaiman saat memanggul mayit menuju kuburan. Sayangnya, era saat ini, zaman now, mess-age (zaman kacau), zaman edan, zaman dimana sedang dipertontonkan kepada kita hal yang sebaliknya. Menyebar aib orang seenak wudhel, yang wudhel saja baunya sering tidak enak. Mengumbar aib untuk menjatuhkan orang, dan menyembunyikan prestasi-prestasi orang, atau minimal menafikannya.

Tidak terlalu sulit untuk mengubur dalam-dalam aib orang yang sudah meninggal, tidak ada untungnya menjatuhkan orang yang sudah meninggal. Lebih mudah juga untuk memberi pujian bagi orang yang sudah meninggal, tidak perlu rikuh dituduh menjilat atau mau mengambil hati orang yang sudah meninggal, toh orang yang meninggal tidak dapat membalas pujian kita di dunia. Tapi di zaman now ini, karena tidak punya nyali, mengumbar aib-pun dengan akun-akun yang tidak mencerminkan dirinya sendiri, lempar batu sembunyi tangan. Betapa susahnya untuk menahan tidak menjadi yang pertama dalam menyebarkan berita, mengomentari hal-hal yang seharusnya tidak dikonsumsi publik.

Tentu kita tidak akan melihat ada orang yang sesenggukan menangis karena jagoannya di dijatuhkan dengan menyebarnya aib gacoannya itu. Juga tidak akan melihat orang yang bisa jadi hanya berpura-pura menangisi sebuah kelakuan buruk dari sebagian orang yang menjatuhkannya. Atau hanya kepura-puraan supaya mendapat perhatian dari orang lain. Bisa jadi, dan ini hanya sedikit contoh kecil dari menyebarnya sebuah aib.

Teknologi digital dalam pertukaran informasi memang sedikit banyak mengubah perilaku manusia dalam  mengelola informasi yang diterimanya. Sebagian orang ikut berlomba-lomba sebagai sumber berita, sebagian yang lain sebagai penyebarnya, sebagian yang lain sebagai yang mengomentari, dan sebagian lagi sebagai juri penilai. Berita yang dihasilkan bisa jadi baik, dan kebaikan dari teknologi tidak bisa dinafikan juga. Tapi tidak sedikit juga yang memang sejak awal tidak punya niat baik sebagai penyebar berita.

Ambil contoh misalnya fenomena sop buntut, sekarang tidak hanya memotong video untuk diambil yang dianggapnya enak disantap sendiri. Tapi ada yang memang berburu potongan video untuk disebarkan, ada yang berburu sebaran video untuk dikomentari, ada yang selanjutnya menilai orang yang videonya dipotong tersebut. Bisa ditebak hasilnya, penyimpangan informasi. Bahkan lebih jauh lagi akan menghasilkan permusuhan diantara sesame manusia yang hanya dikarenakan sebuah potongan video.

Sekali lagi tidak mudah memang untuk mendhem jero di zaman now ini. Maka pelajaran yang dapat diambil adalah bagaimana di zaman yang kacau ini, kita (minimal saya) dapat mengambil pelajaran dari takziah mayit, menahan untuk tidak turut serta menyebar-nyebar aib karena sesungguhya setiap manusia mempunyai aibnya masing-masing. Tapi bedakan juga antara aib dan kejahatan, jangan disalahartikan dengan menyembunyikan kejahatan.