Setan Dibelenggu

MENJADI PENGETAHUAN sehari-hari setiap orang di kota atau di desa, di masa lalu atau di masa kini, di kalangan umat Islam, bahwa kalau Ramadhan tiba setan dibelenggu. Ya kita kan belajar, kita kan berkembang ilmunya sehingga ada bahasa yang berkembang, ada retorika, ada uslub dalam bahasa arab, ada susastra dalam bahasa Indonesia. Bahasa bukan hanya grammar, bahasa juga ada literature.

Berarti setan dibelenggu itu kan pemaknaan substansialnya adalah bahwa pekerjaan puasa itu merupakan metodologi untuk membelenggu setan. Siapakah yang membelenggu setan? Lho kan kita khalifahnya Allah, yo masak Tuhan kita suruh kerjain semuanya? Kita dikasih metodenya, kita yang mengerjakannya, kita yang membelenggu setan. Nah sekarang tinggal pandangan kita mengenai setan mari kita perpanjang, mari kita perluas, mari kita perdalam.

Setan itu bukan sesuatu di luar diri kita, sebuah bentuk, fisik, jasad. Setan itu kan bisa frekuensi, sel, virus, kuman, bisa koordinat-koordinat dari suatu keadaan, bisa atmosfir, quark, anda memahaminya dengan nano technology, misalnya. Jadi setan itu suatu potensialitas yang terus menerus harus diselidiki, yang membikin manusia sedemikian rupa kehilangan keseimbanganya. Dan ini sangat luas. Ketidakseimbangan dan keseimbangan dalam diri manusia begitu luasnya.

Sehingga puasa itu membuat kita memiliki jarak untuk mencoba menghitung kembali faktor apa saja, frekuensi yang mana saja, yang selama ini menciptakan ketidakseimbangan dalam hidup kita. Sehingga produknya adalah produk kejahatan, keburukan, maksiat, destruksi dan lain sebagainya. Sehingga puasa adalah suatu disain antivirus.